Rabu, 30 November 2011

LAPORAN PHYLUM PORIFERA


LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM I
(PHYLUM PORIFERA)


OLEH:

NAMA                                               : RONI NERLIANO
STAMBUK                                       : I1A2 10 061
KELOMPOK                                    : II (DUA)
PROGRAM STUDI                         : BUDIDAYA PERAIRAN
ASISTEN PEMBIMBING              : MUH. FAJAR PURNAMA         






PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011



I.  PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
 Porifera berrasal dari bahasa Latin, yaitu Phorus = pori-pori, ferre = pembaw adalah hewan invertebrata yang mempunyai tubuh berpori-pori. Bentuk tubuh hewan ini tidak hanya kotak, tapi bermacam macam. Ada yang seperti piala, terompet, dan ada yang bercabang menyerupai tumbuhan. Struktur tubuhnya radial simetris. Porifera hidup di air laut dan air tawar.
            Salah satu filum yang termasuk dalam avertebrata air adalah Filum Porifera. Pori artinya lubang-lubang kecil. Porifera artinya hewan yang berlubang-lubang kecil atau hewan berpori. Hewan berpori juga disebut hewan spons (sponge). Lubang-lubang tersebut sebenarnya digunakan untuk jalan masuknya air ke dalam tubuh. Air tersebut mengandung plankton sebagai bahan makanan. Ada 3 tipe saluran air pada porifera dari yang sederhana sampai yang kompleks, yaitu askonoid, sikonoid, dan leukonoid.
Porifera merupakan hewan yang berpori dan sering juga disebut hewan berongga karena seluruhn tubuhnya dipenuhi oleh lubang-lubang kecil yang disebut pori.  Hewan ini sederhana karna selama hidupnya menetap pada karang atau permukaan benda keras lainnya di dasar laut.  Phylum porifera yaitu spons hidup di air dan sebagian besar hidup di air laut yang hangat dan dekat dengan pantai yang  dangkal walaupun ada pula yang hidup pada kedalaman  8500 meter bahkan lebih.  Spons sering ditemukan hidup melekat pada substrat yang keras dan hidupnya berkoloni yang statif atau tidak bergerak .  Spons belum memiliki alat-alat ekskresi khusus dan sisa metabolismenya dikeluarkan melalui proses difusi yaitu dari sel tubuh ke epidermir kemudian lingkungan hidup yang berair (Kimball, J.W. 2000)
         Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat. Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae. Senyawa tersebut keb
anyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama dari ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis), Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100 jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan Poecilosclerida, senyawa yang didapatkan adalah sedang dan kelas Calcarea ditemukan sangat sedikit.
       Spons adalah hewan primitif, fungsi jaringan dan organnya masih sangat sederhana, sebagian besar hidup di laut dan hanya beberapa jenis di air tawar. Hewan ini mempunyai banyak pori-pori dan saluran-saluran. Untuk mencari makan, hewan ini aktif mengisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan tubuhnya. Hewan ini termasuk metazoa multiseluler yang tergolong ke dalam filum Porifera, dan terdiri dari 850 jenis, yang dapat dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Calcarea, Demospongiae dan Hexactinellida. Demospongiae adalah yang paling banyak ditemukan, tersebar luas dan merupakan spons yang terdiri dari jenis-jenis yang paling beragam dan telah mendapat perhatian relatif banyak dari ahli kimia dan biokimia.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan pratikum mengenai filum spon (Spongilla sp) untuk mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2.  Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum Phylum Porifera ini adalah untuk mengetahui Phylum Porifera secara morfologi dan anatomi dan untuk dapat mengamati dan mengklasifikasikan Phylum Porifera.
Manfaat dari praktikum Phylum Porifera ini adalah sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai Phylum Porifera.















II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Klasifikasi
Pada awalnya Porifera dianggap sebagai tumbuhan. Baru pada tahun 1765 dinyatakan sebagai hewan setelah ditemukan adanya aliran air yang terjadi di dalam tubuh porifera.  Dari 10.000 spesies Porifera yang sudah teridentifikasi, sebagian besar hidup di laut dan hanya 159 spesies hidup di air tawar, semuanya termasuk famili spongilidae. Umunya terdapat di perairan jernih, dangkal, menempel di substrat. Beberapa menetap di dasar perairan atau Lumpur (Aslan,dkk, 2010).  
     Menurut  Aswan (2007) klasifikasi dari  porifera jenis Euspongia sp.  adalah sebagai berikut:
Phylum : porifera
                        Class     : demospongiae
Ordo    : haploselerida
Famili  : acroporidae
Genus    : Euspongia
Spesies  : Spongia sp.


Scene(167)
 











Gambar 1. Morfologi Spon (Euspongia sp.)
2.2.  Morfologi dan Anatomi
         Pada permukaan tubuh terdapat lubang-lubang atau pori-pori (asal nama porifera) yang merupakan lubang air masuk ke spongocoel, untuk akhirnya keluar melalui oskulum. (Aswan, 2007).
gbr1
Gambar 2. Struktur tubuh porifera
            Tubuh spons adalah kumpulan dari beberapa jenis sel bebas diatur dalam 'mesohyl' matriks gelatin disebut, mesoglea atau mesenkim. mesohyl Ini adalah jaringan ikat tubuh spons dan didukung oleh unsur-unsur kerangka. Unsur-unsur kerangka spons adalah variabel dan penting dalam taksonomi. Sepanjang ini dijalankan melalui kanal tubuh yang mengalir air, ada cukup banyak variasi dalam kompleksitas kanal-kanal. Kanal-kanal memiliki bukaan ke arah luar yang disebut pori-pori, dimana air memasuki sistem pori-pori spons ini biasanya kecil dan disebut 'ostia' dan di mana air meninggalkan sistem spons pori-pori yang lebih besar, oscula sering tunggal dan disebut ' '(osculum tunggal). Banyak jika tidak kebanyakan dari kanal-kanal yang dilapisi dengan sel flagellated khusus yang disebut 'choanocytes'. Choanocytes ini menyimpan air yang mengalir melalui kanal-kanal pada arah yang benar dengan mengalahkan flagel mereka, mereka juga penting dalam menangkap makanan.
Ada tiga jenis utama dari sistem kanal di spons. Dinding tubuh spons pada porifera dibagian epidermis terdiri atas sel-sel tipis dan pipih, pada lapisan dalam terdiri atas sel-sel lahir yang berflagellum dan diantara kedua dinding tersebut terdapat masenkim yang bersifat gelatin yang mengandung sel-sel bebas atau amebosit yang beraneka ragam. Struktur tubuh porifera kecuali berpori, juga mempunyai bermacam-macam bentuk yang dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu tipe Asconoid, Syconoid, dan Leuconoid. Bentuk paling sederhana adalah Asconoid, di sini kanal-kanal dijalankan langsung melalui tubuh spons dan semua garis choanocytes ruang besar pusat disebut 'spongocoel'. Air masuk ostia, adalah ditarik melalui spongocoel dan daun melalui osculum tunggal yang besar. spons Asconoid memiliki tubuh berongga silinder dan cenderung tumbuh dalam kelompok terpasang ke beberapa obyek atau lainnya di laut relatif dangkal. (Wikipedia, 2010 ).
Berdasarkan sisem aliran air bentuk tubuh porifera dibagi menjadi tiga tipe yaitu asconoid, bentuknya menyerupai vas bunga atau jembangan kecil. Pori-pori atau lubang air masuk merupakan saluran  pada sel porocyte yang berbentuk tabung. Syconoid, Sepon memperlihatkan lipatan-lipatan dinding tubuh dalam tahap pertama termasuk tipe syconoid.  Misalnya Scypha (Sycon atau Grantia).  Dinding tubuh melipat secara horizontal, sehingga potongan melintangnya seperti jari-jari, hingga masih tetap radial. Leuconoid.  Tingkat pelipatan dinding spongocoel paling tinggi terdapat pada leuconoid.  Flagellated canal melipat-lipat membentuk rongga kecil berflagela, disebut dflagellated chamber  (Aswan. 2007).
2.3.  Habitat dan Penyebaran
Filum porifera termaksud spon, hidupnya melekat dikarang dan merupakan koloni yang terdiri dari sekelompok hewan yang mirip tabung-tabung kecil seperti vas yang bersatu di dasar dengan tabung horizontal memiliki kantong berdinding tipis, mengelilingi suatu ruang sentral spongesoel dengan sebuah lubang besar yang di sebut osculum.
Porifera yang telah dewasa tidak dapat berpindah tempat (sesil), hidupnya menempel pada batu / berada didalam dasar laut, karena porifera yang bercirikan tidak dapat berpindah tempat, kadang dianggap sebagai tumbuhan (Anonim, 2009).         
2.4.  Reproduksi dan Daur Hidup
Spons juga bereproduksi secara aseksual dengan melepaskan fragmen dari diri mereka sendiri, atau kelompok khusus sel yang disebut gemmules. Gemmules ini, setidaknya pada spesies air tawar seperti fluviatilis Ephydatia memiliki lapisan pelindung spongin dan memiliki kondisi lingkungan tertentu mereka perlu dipenuhi sebelum mereka berkecambah (Anonim, 2010).
            Proses fisiologi yang terdiri pada porifera sangat tergantung pada aliran air. Air masuk membawa oksigen dan makanan serta mengangkut sisa metabolism keluar melalui osculum. Makanannya terdiri dari partikel yang sangat kecil, 80% partikel yang kurang dari 5µm dan 20% terdiri atas bakteri, dinoflagelata dan nannoplankton. Partikel yang berukuran antara 5-5µm dimakan dan dibawa oleh amebocyte. Pencernaan di lakukan secaraintraseluler seperti pada protozoa dan hasil pencernaannya disimpan dalam archeocyte.
            Porifera berkembang biak secara aseksual maupun seksual. Roproduksi aseksual terjadi dengan cara pembentukan tunas (budding) ataupun pembentukkan sekelompok sel esensial, terutama amebocyte, kemudian dilepaskan. Reproduksi aseksual terjadi baik pada spon yang hermaprodit maupun dioecious. Kebanyakan porifera adalah hermaprodit, namun sel telur dan sperma di produksi pada waktu yang berbeda.
Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amebocyte, , sumber lain mengatakan bahwa sperma juga dapat tebentuk dari choanocyte.  Sperma keluar dari tubuh induk melalui osculum bersama aliran air dan masuk ke individu lain melalui ostium juga bersama aliran air (Aslan, dkk. 2010).
2.5.  Makanan dan Kebiasaan Makan
Pada porifera pencernaan makanan dilakukan oleh sel-sel yang terdapat pada sisi tubuhnya. Yang mana sel-sel tersebut mempunyai bentuk khusus yang disebut koanosit. Sel-sel koanosit ada juga sel-sel amebicyt dan ameboyd yang dapat menangkap makanan sendiri-sendiri dan belum dapat dikatakan membentuk jaringan.
Porifera hidup secara heterotrof. Makanannya adalah bakteri dan plankton. Makanan yang masuk ke tubuhnya dalam bentuk cairan sehingga porifera disebut juga sebagai pemakan cairan.
Makanan Porifera berupa partikel zat organik atau makhluk hidup kecil yang masuk bersama air melalui pori-pori tubuhnya. Makanan akan ditangkap oleh flagel pada koanosit. Selanjutnya makanan dicerna di dalam koanosit. Dengan demikian pencernaannya secara intraselluler. Setelah dicerna, zat makanan diedarkan oleh sel-sel amubosit ke sel-sel lainnya. Sedangkan zat sisa makanan dikeluarkan melalui oskulum bersama sirkulasi air.
Spon adalah pemakan menyaring (filter feeder). Ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup atau tidak, seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yangmasuk melalui pori-pori arus masuk yang terbuka dalam air, dan dibawa kedalam rongga lambung atau ruang-ruang bercambuk. Sisa makanan yang tidak dicerna dibuang keluar dari sel leher (Suwigyo, dkk. 2006).
2.6.  Nilai Ekonomis
Porifera tidak memiliki arti ekonomi yang penting, tetapi bentuk dan warnanya yang bermacam-macam menampilkan pemandangan dasar laut yang indah. Kerangka yang tersusun dari serabut spong ini digunakan sebagai penggosok badan. Beberapa jenis spon air laut seperti spon jari berwarna oranye, diperdagangkan untuk menghias aquarium air  dan adakalanya diekspor ke luar negeri (Suwigyo, dkk.  2006).
Secara ekonomis porifera tidak banyak memberikan keuntungan pada manusia, namun diantara beberapa porifera  ada yang menguntungkan yaitu spons yang berspikula dapat di manfaatkan sebagai alat untuk membersihkan badan (Kimball, 2000).
Beberapa jenis spon air laut seperti spon jari berwarna orange (axinella canabina), di perdagangkan untuk menghiasi akuarium air laut, adakala di ekspor ke singapura dan eropa.
Beberapa jenis porifera seperti spongia dan hippospongia dapat digunakan sebagai spons mandi. Zat kimia yang dikeluarkannya memiliki potensi sebagai obat penyakit kangker dan penyakit lainnya (Anonim, 2009).








III. METODE PRAKTIKUM
3.1.  Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 04 November 2011, bertempat di Laboratorium C, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, kendari.
3.2.  Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam pratikum Filum Porifera beserta kegunaannya dapat dilihat pada table 1 berikut :
Tabel 1.  Alat dan bahan serta kegunaannya.     
No.         Alat dan Bahan                            Kegunaan
1.      Alat :

-   Baki (Dissecting-pan)               Tempat untuk meletakkan bahan
-   Pisau Bedah (Scalpel)               Mengiris penampang lintanobjek(bahan)
-   Pinset (Forceps)                        Mengangkat objek
   2.  Bahan :
- Spongilla sp. ( spons)               Sebagai bahan pengamatan
- Alcohol 70%                             Sebagai bahan pengawet
 

3.3  Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada partikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan.
2.      Meletakkan organisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organisme tersebut.
3.      Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.









IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil Pengamatan
                 Hasil Pengamatan pada pratikum ini adalah sebagai berikut :
  -  Struktur Morfologi Sponge (Spongilla sp)

                                                                                                Keterangan :
1.      Ostium (poripori)
2.      Osculum (mulut)
3.      Spongecoel (rongga dalam)        

                                                                        

  Gambar 3. Morfologi sponge (Spongilla sp.)
- Struktur Anatomi Sponge (Spongilla sp)
                                                                                                            Keterangan:
                                                                                                1. Osculum
                                                                                                2. Ostium
                                                                                                3. Spongosol
                                                                                              
                                                                          

    

Gambar 4. Anatomi sponge (Spongilla sp)

4.2. Pembahasan
Reproduksi porifera adalah secara secara dan aseksual. Reproduksi seksual adalah dengan terjadinya pertunasan  pada bagian tubuh spons tersebut sehingga dapat membentuk individu baru,  tetapi dengan cara seksual hanya terjadi pada hewan porifera yang hermafrodit saja , di mana pertemuan antara sel sperma dan sel telur terjadi di dalam mesohyl, kemudian sel sperma  dan sel telur ini melebur  menjadi embrio  lalu menjadi larva  dan kemudian karva tersebut keluar dari tubuh induk dan berenang bebas sesaat lalu menempel pada substrat  lalu menjadi spons muda yang sessil ,lalu ia tumbuh dan berkembang menjadi  spon yang dewasa.
Dari hasil pengamatan pada phylum porifera khususnya pada spons dimana terlihat pori atau lubang pada sisi sebelah luar.  Tubuhnya memiliki rongga yang disebut spongosoel, dan dinding tubuh terdiri atas saluran radial dan saluran anus yang berfungsih untuk memasukkan makanan (mulut) dan oskulum merupakan lubang pengeluaran makanan. Hewan ini tidak mempunyai organ tubuh dan alat gerak, ada yang berwarna dan ada yang tidak berwarna. Sesuai dengan pernyatakan Anonim (2010). yang menyatakan bahwa pada umumnya spon tidak berangka. Yang berangka, spikulanya tersusun atas silikat atau zat sponging atau campuran keduanya.
Pada pengamatan spon (Spongilla sp.), terlihat struktur morfologi terdapat ostia dan oskulum. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2011) bahwa anggota phylum porifera memiliki tubuh berpori (ostia) yang berbentuk tabung, dimana pori tersebut berguna untuk tempat masuknya air, selai itu, porifera juga memiliki oskulum yang berfungsih sebagai tempat keluarnya air.
Bentuk tubuh spon bermacam-macam ada yang seperti batuan dan ada yang berbentuk atau menyerupai tumbuhan. Rangka luar pada spon terdiri atas serabut yang berlendir dari sponging, dan spikula (duri) dari kersik. Hal ini didukung oleh pendapat dari Anonim (2011), menyatakan bahwa bntuk spon dipertahankan oleh rangka yang terdiri atas spikula yang dibentuk oleh sel-sel yang tersebar didalam mesoglea.
Pada hewan porifera metabolisme dilakukan untuk perkembangbiakan, sistem pernapasan dan sistem pencernaan.  Perkebangbiakan porifera terdiri atas dua cara yaitu perkebangan vegetatif dan perkembangan generatif. Perkembangan vegetatif atau asekual terjadi dengan cara pembentukkan tunas atau pembentukan sekelompok-sekelompok esensial, terutama amebosite kemudian tunas memisahkan diri dari induknya.  Spon air tawar membentuk gemmulae (butir benih). Gammulae tersusun dari sekumpulan archeocyte berisi cadangan makanan dikelilingi amebocyte yang membentuk lapisan luar yang keras diperkuat dengan spikula, sehingga membentuk dinding yang resisten. Perekbangan aseksual berlangsung secara asogami.  Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amebocyte. Sperma keluar dari tubuh induk melalui osculum bersama aliran air dan masuk keindividu lain melalui osculum bersama aliran air. Tubuh spon yang lunak dapat berdiri tegak karena ditunjang oleh sejumlah besar spikula kecil serta serat organik yang berfungsi sebagai kerangka. Mengemukakan bahwa spons merupakan binatang  bersel banyak yang paling primitif tidak mempunyai organ yang sejati dan masing-masing sel memperlihatkan kebebasannya, sampai batas-batas dan umumnya yang hidup di air laut.
            Pengamatan pada organisme phylum porifera yaitu sponge dimana pada bagian tubuhnya terdapat beberapa bagian yaitu osculum dan ostium. Osculum terletak pada begian paling atas dari sponge yang berbentuk seperti lubang yang berhubungan langsung dengan spongosoel berfungsi sebagai tempat keluarnya air. Di bawah osculum terdapat suatu ruang berbentuk vas bunga yaitu spongosoel  yang berfungsi sebagai tempat mengolah air yang masuk dari pori-pori (ostia) (Kimball, J.W. 2000).
            Bagian  luar dari morfologi sponge terdapat banyak lubang-lubang kecil yang disebut pori (ostia) berfungsi sebagai tempat masuknya air menuju spongosoel, selain terdapat ostia pada bagian luar sponge juga terdapat dinding yang terdiri dari satu lapisan sel pipih yang disebut pinakosit, sel ini dapat melakukan gerakan kembang, kempis sehingga memungkinkan seluruh tubuh sponge dapat beruba ukuran baik besar maupun kecil, sedangkan sel yang terbentuk tabung kecil yang menghubungkan oatium dengan spongosoel diantara ostium dan spongosoel (Sugiarti, S. 2004).
            Bagian lapisan dalam dari sponge terdiri atas sel-sel yang mempunyai flagel yang berfungsi untuk mencerna makanan dan bercorong yang disebut yang disebut sel leher atau sel koanosit.  Lapisan yang membatasi antara lapisan epidermis dan lapisan endodermis yang disebut mesoglea yang terdiri atas sel amebosit yang berfungsi sebagai pengangkut zat makanan dan sisa metabolisme sari sel yang satu ke sel lainnya (Suhardi. 2002).
        

















V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.      Secara morfologi, porifera memiliki bentuk tubuh seperti tabung atau jambangan bunga bersifat simetris radial serta struktur morfologinya terdiri atas ostia dan osculum.
2.      Secara anatomi, porifera memiliki spongocoel dimana pada spongocoel terdapat sel leher (sel koanosit) dan pada lapian mesoglea terdapat sel amebosit dan sel skleroplas.
3.      Klafikasi salah satu species dari filum porifera (Spongilla sp.) yaitu kingdom =  Animalia, filum = porifera, sub filum = invertebrate, class = demospongiae, sub class = keratosa, ordo = distyocorotida, family = euspongidae, genus = euspongia, dan spesies = euspongia sp.
5.2. Saran
 Saran sebagai pratikan adalah agar dalam pratikum selanjutnya di persiapkan dengan mikroskop agar anatomi dan morfologinya terlihat dengan baik.



















DAFTAR PUSTAKA
Aswan, 2007.  Pengaruh Substrat yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Spon Metode Transplantasi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Unhalu. Kendari.
Hari, H. 2008. Materi Kuliah Avertebrata Air. Fakultas Perikanan Dan Ilmu   Kelautan. Unhalu. Kendari.   
Suwigyo, dkk. 2006. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kimball, J.W. 2000. Biologi jilid empat edisi pertama.Erlangga Jakarta.
Sugiarti, S. 2004. Invertebrata Air. Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. Bogor.
Suhardi. 2002. Evolusi Vertebrata.Universitas Indonesia.Jakarta.

Minggu, 27 November 2011

praktikum Brachiopoda


I.  PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang    
Brachiopoda  berasal dari kata brachys yang berarti  pendek  dan  pous yang artimya kaki. Jadi Brachiopoda adalah hewan laut yang hidup didalam setangkup cangkang terbuat dari zat kapur atau zat tanduk. Mereka biasanya hidup menempel pada substrak dengan semen langsung atau dengan tangkai yang memanjang dari ujung cangkang (Suhardi, 2002)
  Brachiopoda memiliki kemiripan yang berbeda dengan Mollusca jenis Bivalvia di mana pada bagian terlindungi secara eksternal oleh sepasang convex yang dikelompokkan ke dalam cangkang yang dilapisi dengan permukaan yang tipis dari periostacum organik, yang berkisar hingga 100 tahun yang lalu (invertebrata palaeontologi). Hewan Brachiopoda merupakan kelompok hewan lain selain Ectoprocta yang terkait  dengan fosil-fosil dari zaman Cambria. Hewan tersebut dinamakan demikian karena anggapan yang salah bahwa hewan ini menggunakan lengan-lengan mereka yang menggulung untuk bergerak. Dalam kelompok ini lebih  banyak yang menjadi fosil dari pada  yang masih hidup  (Aslan, dkk., 2010).
Lingula unguis merupakan salah satu marga (genus) dari phylum Brachiopoda yang keberadaannya sampai sekarang masih hidup di zona intertidal dan mendapat sebutan fosil hidup atau dalam istilah lainnya “Living Fossil”.  Hewan ini lazimnya disebut Kerang Lentera (lamp shell).  Hal ini karena bentuknya yang menyerupai lampu minyak pada zaman kerajaan romawi kuno.  Hewan ini dikenal sebagai hewan yang hidup di dalam liang pada dasar lumpur atau pasir berlumpur.  Lingula unguis termasuk hewan penggali pasir dengan menggunakan semacam tangkai berotot yang terbuat dari organ lunak  (Aslan, dkk., 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan pratikum mengenai filum Brachiopoda yaitu lingula unguis untuk mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2.  Tujuan dan Manfaat
Tujuan pada praktikum filum Brachiopoda adalah untuk mengetahui filum Brachiopoda secara morfologi dan anatomi serta dapat mengetahui bagian-bagian  filum Brachiopoda.
Manfaat pada praktikum filum Brachiopoda adalah sebagai bahan dasar masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Brachiopoda.



II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Klasifikasi
Kerang lentera atau dalam bahasa latin dikenal dengan nama Lingula unguis tersebar luas di daerah tropis, terletak di daerah pasifik seperti kepulauan Indonesia, Malaysia, perairan Jepang, China, dan Filiphina (Ariadmo, 2000).
Menurut Gosner (1971) dalam Resky Wulandaris (2006) klasifisikasi Lingula unguis sebagai berikut:
Phylum : Brachiopoda
        Class : Inarticulata
                Ordo : Lingulida
                         Famili : Lingulidae
                                 Genus : Lingula
                                          Spesies : Lingula unguis
Lingula unguis




                                   

                                        Gambar 4. Kerang lentera (linggula unguis)
2.2.  Morfologi dan Anatomi
 Kerang lentera, tubuh bagian dalamnya terdiri atas organ-organ seperti hati, saluran pencernaan (usus dan lambung), kelenjar pankreas, gonad dan otot-otot  yang berfungsi sebagai penggerak organ membuka dan menutup cangkang serta gerakan memutar tubuhnya yang disebut pedikel. Di bagian depan (anterior) sebelah dalam cangkang terdapat suatu organ yang berlipat-lipat menyerupai bentuk tapal sepatu kuda dan disebut lafofor. Organ ini dilengkapi dengan tentakel sebagai organ respirasi dan alat untuk menangkap makanannya, divisi dinding usus terdapat lubang kecil yang disebut nephridium dan merupakan lubang pembuangan zat-zat tidak berguna. Nephridium selain berguna sebagai organ ekskresi juga sebagai organ reproduksi (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
 Bagian luar dari Brachiopoda ini juga biasa disebut “lamp shell” (Kerang Lampu) hampir mirip dengan phoronids. Brachiopoda memiliki kemiripan yang berbeda dengan Mollusca jenis Bivalvia dimana pada bagian tubuhnya terlindungi secara eksternal oleh sepasang convex yang dikelompokkan ke dalam cangkang yang dilapisi oleh permukaan yang tipis dari periostracum organic yang berkisar hingga 100 tahun yang lalu. Dalam kelompok ini lebih banyak jenisnya yang menjadi fosil dari pada yang masih hidup  (Romimohtarto dan Juwana,  2005).
Tubuh bagian dalam (anatomi) Kerang Lentera (lingula unguis) terdiri dari atas organ-organ seperti hati, saluran pencernaan (usus dan lambung), kelenjar pancreas, gonad dan otot-otot yang berfungsi sebagai penggerak organ seperti membuka dan menutup cangkang serta gerakan memutar tubuhnya yang disebut pendukel.  Bagian depan (anterior) sebelah dalam cangkang terdapat suatu organ yang terlipat-lipat menyerupai bentuk tapak sepatu kuda yang disebut lofofor.  Organ ini dilengkapi dengan tentakel bulu (bercillium) sebagai organ respirasi dan alat bantu untuk menangkap makanannya.  Di sisi dinding usus terdapat lubang kecil yang disebut nephridium dan merupakan lubang pembuangan zat-zat yang tidak berguna.  Nephridium selain sebagai organ eksresi juga sebagai organ reproduks.
Hewan Brachiopoda hidup menempel pada substratnya melalu suatu tangkai, dan membuka cangkangnya sedikit untuk memungkinkan air mengalir di  antara cangkang dan lofofor. Semua anggota Brachiopoda yang masih hidup adalah sisa-sisa dari masah lalu yang jauh lebih jaya; hanya sekitar 330 spesies tersebut yang diketahui, tetapi terdapat 30.000 spesies fosil peleozoikum dan mesozoikum  (Nail A Campbell, 2003). 
2.3. Habitat dan Penyebaran
         Lingula unguis tersebar luas di daerah tropis, terutama di daerah pasifik seperti kepulauan Indo malayan perairan Jepang, China, dan Philipina. Kerang lentera hidup di dasar perairan yang umunya dangkal, tidak berkoloni, daerah berlumpur dan dapat berpindah tempat dengan pendukel yang berfungsi sebagai tongkat. Gerakan ini juga terjadi karena adanya pasang surut. Lumpur sebagian besar merupakan partikel-partikel zat organik untuk berbagai jenis kerang tempat hidup yang baik. Meningkatnya kandungan lumpur yang belum mengendap menyebabkan cahaya matahari  penetrasinya terhadap dasar perairan dan kerang lentera umumnya membenamkan dirinya didalam sedimen berpasir atau daerah berlumpur. Daerah garis pantai berpasir sebagai daerah peralihan antara laut dan darat ternyata banyak dihuni oleh organisme ini (Ariadmo, 2000).   
Kerang umumnya membenamkan diri di dalam pasir atau pasir berlumpur.  Pantai berpasir dan berlumpur memiliki beberapa perbedaan di mana pantai berpasir memiliki ukuran butiran yang lebih besar dibandingkan daerah berlumpur yang memiliki butiran yang sangat halus. Pantai berlumpur cenderung mengakumulasi bahan organik yang berarti bahwa cukup banyak bahan makanan yang potensial untuk organisme penghuni pantai, akan tetapi keadaan berlimpahnya partikel organik yang halus ini mempunyai kemampuan untuk menyumbat permukaan alat pernapasan bagi organisme yang membenamkan diri di dalamnya (Suhardi, 2002).
Sebanyak 30.000 spesies Brachiopoda hidup pada era paleozoikum dan mezoikum. Fosil Brachiopoda tersebar luas dan banyak pada dasar batuan dasar laut, sekitar 335 spesies hidup sampai saat ini, semuanya hidup dilaut, soliter dan biasanya menempel pada batu atau benda padat lainnya, beberapa spesies hidup dalam lubang pasir atau lumpur pantai dan umumnya ditemukan di daerah pantai sedang dan dingin.
2.4.  Reproduksi dan Daur Hidup
Lingula  unguis  bergerak lambat,  mencapai panjang cangkang 5 cm dalam waktu 12 tahun.  Hewan ini menjadi matang kelamin,  mencapai 2,25 cm.  Pemijahan terjadi disepanjang tahun. Telur dan spermatozoa disebar akan terbentuk larva  dan terjadi pembuahan.  Embrio yang dihasilkan akan terbentuk menjadi larva yang berenang bebas. Larva ini menghanyut di permukaan laut dan makan tumbuh-tumbuhan renik yang terdapat di laut  (Romimohtarto dan Juwana,  2005).
Reproksi seksual, umumnya dioecious, gomad biasanya berupa empat kelompok gamet yang dihasilkan dalam peritoneum, kecuali yang dierami gamet dilepaskan ke air melalui nepridia. Pembuahan diliar tubuh, telur menetas menjadi larva yang berenang bebas dan sudah mulai makan. Larva inarcitulata bentuknya mirip brachiopoda dewasa tidak mengalami metamorphosa pada akhir stadia larva tumbuh pedicle serta cangkang dan larva turun ke substrat untuk kemudian hidup dalam lubang (Aslan, dkk, 2007)
2.5.  Makanan dan Kebiasaan Makan
Makanan Kerang Lentera (Lingula unguis) adalah jasad renik yang melayang di dalam air seperti plankton, sebagai hewan bentik yang hidup menetap pada suatu dasar atau substrat.
 Lingula unguis mendapatkan makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel yang ada di dalam air.  Cara makan lingula unguis agak berbeda dengan hewan penyaring lainnya seperti kerang-kerangan Mollusca, karena hewan ini mempunyai organ berbulu getar yang disebut lofofor.  Dengan bantuan organ tersebut. Kerang lentera dapat menangkap makanannya dan zat yang tidak dibutuhkan akan dihalau keluar tubuh. 
Makanan yang didapat akan didorong masuk ke rongga mulut dan selanjutnya ke dalam lambung untuk dicerna.  Zat-zat sisa berupa kotoran dikeluarkan melalui lubang kecil yang terdapat di dinding usus keluar tubuh (Romimohtarto dan Juwana, 2005).

2.6.  Nilai Ekonomis
Lingula unguis merupakan salah satu spesies yang mempunyai nilai ekonomis yaitu sebagai protein hewani, sehingga keberadaannya di perairan diambil oleh masyarakat untuk dikonsumsi sebagai pengganti ikan. (Romimohtarto dan Juwana, 2005).
Kerang lentera umumnya dikonsumsi sebagai bahan makanan yang biasanya di konsumsi penduduk di dekat pantai dan cangkangnya dapat di jadikan hiasan.
Branchiopoda adalah suatu kelompok primitif dan terutama binatang berkulit keras, yang kebanyakan menyerupai udang. Ada di atas 900 jenis dikenal di seluruh dunia. Beberapa terkenal, mencakup Artemia ( air asin udang,  Sea-Monkeys ketika dijual seperti hal-hal baru), dan Daphnia.















III.  METODE PRAKTIKUM
3.1.  Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 18 November 2011 pukul 14.00-16.00 WITA. Bertempat di  Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2.  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum Filum Brachiopoda beserta kegunaannya dapat dilihat pada table 2 berikut :
Tabel 2.  Alat dan bahan serta kegunaannya.
No.        Alat dan Bahan                                          Kegunaan
1.            Alat  :                                        
              -  Baki (Dissecting-pan)                               Wadah menyimpan objek
              -  Pisau bedah (Scalpel)                               Alat membedah  objek
              -  Pinset (forceps)                                         Alat mengambil bahan
   2.          Bahan  :
              -  Kerang lentera                                           Sebagai objek yang diamati
              -  Alkohol 70%                                              Sebagai bahan pengawet
3.3.  Prosedur Kerja
   Prosedur kerja pada pratikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah di ambil dari perairan.
2.    Meletakan organisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian    organisme tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah di identifikasi dan di beri keterangan padea buku gambar.





IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
-          Morfologi filum Brachiopoda (lingula unguis)
                                                                                     Keterangan :
1.      Exhalent pseudoscphon
2.      Inhalent pseudoscphon
3.      Chaeta
4.      Ventral value
5.      Apeks Muscle
6.      Cuticle
7.      Sand




        Gambar 5. Morfologi Kerang Lentera (Lingula unguis)
-          Anatomi filum Braciopoda (lingula unguis)

Keterangan :
1.      Tentakel
2.      Nepridium Gonad
3.      Cangkang
4.      Otot
5.      Lambung
6.      Lophophore


Gambar 6. Anatomi filum Braciopoda (lingula unguis)
4.2.   Pembahasan
          Kerang lentera merupakan organisme yang termasuk dalam
Phylum  Brachiopoda yang mempunyai cangkang yang terdiri dari tangkup tetapi kedua tangkup ini tidak berengsel. Tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, tetapi ia terdiri dari atas dan bawah.
Pada pengamatan filum Brachiopoda yakni Lingula unguis, dapat diketahui bahwa hewan laut ini hidup di dalam setangkup cangkang yang terbuat dari zat kapur atau zat tanduk yang terdiri dari dua tangkup.  Kedua tangkupnya tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, terdiri dari bagian atas dan bawah.  Cangkang  Lingula. unguis ada di depan.  Bagian utama tubuhnya berisi visera  dan pada bagian pinggiran setiap lengan terdapat dua baris tentakel yang dipenuhi oleh bulu getar.  Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh  Romimohtarto dan Juwana (2005) yang menyatakan bahwa Lingula unguis mempunyai cangkang dari zat tanduk yang terdiri dari dua tangkup, tetapi tidak berengsel.  Kedua tangkup ini, tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, terdiri dari bagian atas dan bawah.  Bukan  cangkang Lingula unguis ada di depan. Bagian utama dari tubuhnya berisi visera, terdapat di separuh belakang cangkangnya.  Sebuah ruang yang tertutup di antara kedua tangkup cangkang di depan tubuh dalam rongga mantel (mantel cavity), yang bagian dalamnya dilapisi oleh mantel, sebuah tutup dari dinding tubuh.  Pada bagian pinggiran setiap lengan terdapat dua baris tentakel yang dipenuhi oleh bulu getar.  Reproduksi Lingula unguis  berlangsung secara eksternal, di mana telur dan spermatozoa yang telah matang disebar di dalam air akan terbentuk larva dan terjadi pembuahan embrio yang dihasilkan akan terbentuk menjadi larva yang berenang bebas.
Lingula  unguis  bergerak lambat,  mencapai panjang cangkang 5 cm dalam waktu 12 tahun.  Hewan ini menjadi matang kelamin,  mencapai 2,25 cm.  Pemijahan terjadi disepanjang tahun.Satu lengan dan lateral. Setiap lengan menjulur dan tentakel membuka gulungan dan mekar. Tapak-tapak bulu-getar tertentu pada kentakel dari setiap lengan memukul-mukul bersamaan menyebabkan air berisi makan dan oksigen masuk ke dalam rongga mantel melalu etiap tabung bulu lateral.
       Di dalam cangkang terdapat lophohore yang berfungsi untuk mendapatkan makanan. Menurut Suwignyo dkk.(2005)  Bentuk lophophore seperti dua tangan atau “brachia” yang panjang, menggulung dan masing-masing mengandung deretan tentakel serta alur makanan menuju mulut. Pada waktu makan, kedua keping cangkang terbuka sedikit, dan gerakan cilia pada tentakel menghasilkan aliran air yang membawa makanan, kemudian terperangkap pada lendir tentakel dan oleh gerakan cilia dialirkan ke mulut.Makanan terdiri atas fitiplankton, partikel terlarut dan koloid.
Sebagai hewan bentik lingula unguis hidup di dasar perairan umumnya dangkal, tidak berkoloni (soliter), di daerah berlumpur dan biasa berpindah tempat dengan bantuan perikel yang berfungsi sebagai tongkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwignya, dkk 2005 yang menyatakan hahwa sebanyak 30.000 spesies dari filum Brachiopoda hidup pada era Palaezoikum dan Mesozoikum. Fosil brachiopoda tersebar luas dan banyak terdapat dalam batuan dasar laut.Sekitar 335spesies hidup, semuanya hidup di laut, soliter dan biasanya menempel pada batuan atau pada benda padat lainnya.
Pada umumnya kerang lentera memperoleh makanannya dengan menyaring partikel-partikel yang terdapat di dalam air laut. Hal ini didukung oleh pernyataan Nybakken (1992) dalam Iskandar (2006) yang menyatakan bahwa makanan kerang lentera (Lingula unguis) adalah jasad renik yang melayang di dalam air seperti plankton, sebagai hewan bentik yang hidup menetap pada suatu dasar atau substrat.  Kerang Lentara mendapatkan makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel yang ada di dalam air. 
Kerang lentera (Lingula unguis) merupakan salah satu spesies yang mempunyai nilai ekonomis yaitu sebagai protein hewani, sehingga keberadaannya di perairan diambil oleh masyarakat untuk dikonsumsi sebagai pengganti ikan.Selain bisa dikonsumsi, penduduk didekat pantai, cangkangnya dijadikan sebagai hiasan pakaian (Aslan, dkk. 2009).













V.  PENUTUP
5.1.  Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan pada praktikum kali ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berkut :
1.   Secara morfologi, filum Brachiopoda nampak adanya tentakel, cangkang, dan tangkai.
2.   Secara anatomi, filum Brachiopoda nampak adanya tentakel, nephridium gonad, cangkang, otot, lambung, dan lophophore.
3.  Klafikasi salah satu species dari filum Brachiopoda yaitu filum = Branchiopoda, class = inarticulata, ordo = lingulida, family = Lingulidae, genus = Lingula, dan spesies = Lingual unguis.
5.2.  Saran                            
Saran saya sebagai praktikan adalah alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum dapat lebih dilengkapi sehingga dapat mendukung praktikum selanjutnya.
                        














DAFTAR PUSTAKA
Aslan, M, L., Wa Iba., Kamri, S., Irawati., Subhan., Purnama, F, M., M., Jaya, I, M., Rahmansyah., Saputra, R., Tiar, S., Mulyani, T., Kasendri, R, A., Zhuhuriani, Riana, A. 2011. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari.
Neil, A., 2003. Biologi. Edisi kelima Jilid II. Penerbit Erlangga. Jakarta. 
Romimohtarto, K., dan Sri Juwana, 2005.  Biologi Laut.  Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.  Djambatan.  Jakarta.
Suhardi.,  2002. Buku Evolusi Avertebrata Universitas Indonesia. Jakarta.
Suwignyo, S dkk., 2005. Avertebrata Air. Penebar Swadaya. Jakarta.

















LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM VIII
(FILUM BRACHIOPODA)


UNHALU
 




 

OLEH:

NAMA                                               : RONI NERLIANO
STAMBUK                                       : I1A2 10 061
KELOMPOK                                    : II (DUA)
PROGRAM STUDI                         : BUDIDAYA PERAIRAN
ASISTEN PEMBIMBING              : MUH. FAJAR PURNAMA         

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011