Selasa, 20 Desember 2011

LAPORAN AVERTEBRATA AIR


LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM I
(PHYLUM PORIFERA)


UNHALU
 




 


OLEH:

NAMA                                               : RONI NERLIANO
STAMBUK                                       : I1A2 10 061
PROGRAM STUDI                         : BUDIDAYA PERAIRAN
             






PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011


I.  PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Filum porifera disebut juga hewan spons. Kata porifera berasal dari bahasa latin yaitu porus yang berarti pori dan fer berarti membawa. Hewan iji dikatan juga hewan berpori. Hewan porifera merupakan hewan multi seluler yang paling sederhana. Hewan ini merupakan hewan sesil (hidup melekat pada subsrat).
            Salah satu filum yang termasuk dalam avertebrata air adalah Filum Porifera. Pori artinya lubang-lubang kecil. Porifera artinya hewan yang berlubang-lubang kecil atau hewan berpori. Hewan berpori juga disebut hewan spons (sponge). Lubang-lubang tersebut sebenarnya digunakan untuk jalan masuknya air ke dalam tubuh. Air tersebut mengandung plankton sebagai bahan makanan. Ada 3 tipe saluran air pada porifera dari yang sederhana sampai yang kompleks, yaitu askonoid, sikonoid, dan leukonoid.
          Hewan spons memiliki ukuran berfariasi, yaitu berkisar dari 1 cm hingga 2 m. sebagian besar hewan ini hidup dilaut. Pori-pori yang terdapat pada porifera membentuk saluran air yang bermuara dirongga tubuh (spongecoel). Pada ujung rongga tubuh terdapat lubang besar yang disebut oskulum. Tubuh porifera tersusun oleh dua lapisan, lapisan liar dan lapisan dalam. Lapisan luar tersusun oleh sel-sel berbentuk pipih dan berdinding tebal yang disebut sel pinokosit. Pada lapisan dalam spongecoel (Firmansya, dkk. 2005).
         Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat. Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae. Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama dari ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis), Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100 jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan Poecilosclerida, senyawa yang didapatkan adalah sedang dan kelas Calcarea ditemukan sangat sedikit.
       Spons adalah hewan primitif, fungsi jaringan dan organnya masih sangat sederhana, sebagian besar hidup di laut dan hanya beberapa jenis di air tawar. Hewan ini mempunyai banyak pori-pori dan saluran-saluran. Untuk mencari makan, hewan ini aktif mengisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan tubuhnya. Hewan ini termasuk metazoa multiseluler yang tergolong ke dalam filum Porifera, dan terdiri dari 850 jenis, yang dapat dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Calcarea, Demospongiae dan Hexactinellida. Demospongiae adalah yang paling banyak ditemukan, tersebar luas dan merupakan spons yang terdiri dari jenis-jenis yang paling beragam dan telah mendapat perhatian relatif banyak dari ahli kimia dan biokimia.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan pratikum mengenai filum spon (Spongilla sp) untuk mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2.  Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum Phylum Porifera ini adalah untuk mengetahui Phylum Porifera secara morfologi dan anatomi dan untuk dapat mengamati dan mengklasifikasikan Phylum Porifera.
Manfaat dari praktikum Phylum Porifera ini adalah sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai Phylum Porifera.















II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Klasifikasi
Pada awalnya Porifera dianggap sebagai tumbuhan. Baru pada tahun 1765 dinyatakan sebagai hewan setelah ditemukan adanya aliran air yang terjadi di dalam tubuh porifera.  Dari 10.000 spesies Porifera yang sudah teridentifikasi, sebagian besar hidup di laut dan hanya 159 spesies hidup di air tawar, semuanya termasuk famili spongilidae. Umunya terdapat di perairan jernih, dangkal, menempel di substrat. Beberapa menetap di dasar perairan atau Lumpur (Aslan,dkk, 2010).  
     Menurut  Aswan (2007) klasifikasi dari  porifera jenis Euspongia sp.  adalah sebagai berikut:
Phylum : porifera
                        Class     : demospongiae
Ordo    : haploselerida
Famili  : acroporidae
Genus    : Euspongia
Spesies  : Spongia sp.


Scene(167)
 











Gambar 1. Morfologi Spon (Euspongia sp.)
2.2.  Morfologi dan Anatomi
         Pada permukaan tubuh terdapat lubang-lubang atau pori-pori (asal nama porifera) yang merupakan lubang air masuk ke spongocoel, untuk akhirnya keluar melalui oskulum. (Aswan, 2007).
gbr1
Gambar 2. Struktur tubuh porifera
            Tubuh spons adalah kumpulan dari beberapa jenis sel bebas diatur dalam 'mesohyl' matriks gelatin disebut, mesoglea atau mesenkim. mesohyl Ini adalah jaringan ikat tubuh spons dan didukung oleh unsur-unsur kerangka. Unsur-unsur kerangka spons adalah variabel dan penting dalam taksonomi. Sepanjang ini dijalankan melalui kanal tubuh yang mengalir air, ada cukup banyak variasi dalam kompleksitas kanal-kanal. Kanal-kanal memiliki bukaan ke arah luar yang disebut pori-pori, dimana air memasuki sistem pori-pori spons ini biasanya kecil dan disebut 'ostia' dan di mana air meninggalkan sistem spons pori-pori yang lebih besar, oscula sering tunggal dan disebut ' '(osculum tunggal). Banyak jika tidak kebanyakan dari kanal-kanal yang dilapisi dengan sel flagellated khusus yang disebut 'choanocytes'. Choanocytes ini menyimpan air yang mengalir melalui kanal-kanal pada arah yang benar dengan mengalahkan flagel mereka, mereka juga penting dalam menangkap makanan.
Ada tiga jenis utama dari sistem kanal di spons. Dinding tubuh spons pada porifera dibagian epidermis terdiri atas sel-sel tipis dan pipih, pada lapisan dalam terdiri atas sel-sel lahir yang berflagellum dan diantara kedua dinding tersebut terdapat masenkim yang bersifat gelatin yang mengandung sel-sel bebas atau amebosit yang beraneka ragam. Struktur tubuh porifera kecuali berpori, juga mempunyai bermacam-macam bentuk yang dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu tipe Asconoid, Syconoid, dan Leuconoid. Bentuk paling sederhana adalah Asconoid, di sini kanal-kanal dijalankan langsung melalui tubuh spons dan semua garis choanocytes ruang besar pusat disebut 'spongocoel'. Air masuk ostia, adalah ditarik melalui spongocoel dan daun melalui osculum tunggal yang besar. spons Asconoid memiliki tubuh berongga silinder dan cenderung tumbuh dalam kelompok terpasang ke beberapa obyek atau lainnya di laut relatif dangkal. (Wikipedia, 2010 ).
Berdasarkan sisem aliran air bentuk tubuh porifera dibagi menjadi tiga tipe yaitu asconoid, bentuknya menyerupai vas bunga atau jembangan kecil. Pori-pori atau lubang air masuk merupakan saluran  pada sel porocyte yang berbentuk tabung. Syconoid, Sepon memperlihatkan lipatan-lipatan dinding tubuh dalam tahap pertama termasuk tipe syconoid.  Misalnya Scypha (Sycon atau Grantia).  Dinding tubuh melipat secara horizontal, sehingga potongan melintangnya seperti jari-jari, hingga masih tetap radial. Leuconoid.  Tingkat pelipatan dinding spongocoel paling tinggi terdapat pada leuconoid.  Flagellated canal melipat-lipat membentuk rongga kecil berflagela, disebut dflagellated chamber  (Aswan. 2007).
2.3.  Habitat dan Penyebaran
Filum porifera termaksud spon, hidupnya melekat dikarang dan merupakan koloni yang terdiri dari sekelompok hewan yang mirip tabung-tabung kecil seperti vas yang bersatu di dasar dengan tabung horizontal memiliki kantong berdinding tipis, mengelilingi suatu ruang sentral spongesoel dengan sebuah lubang besar yang di sebut osculum.
Porifera yang telah dewasa tidak dapat berpindah tempat (sesil), hidupnya menempel pada batu / berada didalam dasar laut, karena porifera yang bercirikan tidak dapat berpindah tempat, kadang dianggap sebagai tumbuhan (Anonim, 2009).         
2.4.  Reproduksi dan Daur Hidup
Spons juga bereproduksi secara aseksual dengan melepaskan fragmen dari diri mereka sendiri, atau kelompok khusus sel yang disebut gemmules. Gemmules ini, setidaknya pada spesies air tawar seperti fluviatilis Ephydatia memiliki lapisan pelindung spongin dan memiliki kondisi lingkungan tertentu mereka perlu dipenuhi sebelum mereka berkecambah (Anonim, 2010).
            Proses fisiologi yang terdiri pada porifera sangat tergantung pada aliran air. Air masuk membawa oksigen dan makanan serta mengangkut sisa metabolism keluar melalui osculum. Makanannya terdiri dari partikel yang sangat kecil, 80% partikel yang kurang dari 5µm dan 20% terdiri atas bakteri, dinoflagelata dan nannoplankton. Partikel yang berukuran antara 5-5µm dimakan dan dibawa oleh amebocyte. Pencernaan di lakukan secaraintraseluler seperti pada protozoa dan hasil pencernaannya disimpan dalam archeocyte.
            Porifera berkembang biak secara aseksual maupun seksual. Roproduksi aseksual terjadi dengan cara pembentukan tunas (budding) ataupun pembentukkan sekelompok sel esensial, terutama amebocyte, kemudian dilepaskan. Reproduksi aseksual terjadi baik pada spon yang hermaprodit maupun dioecious. Kebanyakan porifera adalah hermaprodit, namun sel telur dan sperma di produksi pada waktu yang berbeda.
Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amebocyte, , sumber lain mengatakan bahwa sperma juga dapat tebentuk dari choanocyte.  Sperma keluar dari tubuh induk melalui osculum bersama aliran air dan masuk ke individu lain melalui ostium juga bersama aliran air (Aslan, dkk. 2010).
2.5.  Makanan dan Kebiasaan Makan
Pada porifera pencernaan makanan dilakukan oleh sel-sel yang terdapat pada sisi tubuhnya. Yang mana sel-sel tersebut mempunyai bentuk khusus yang disebut koanosit. Sel-sel koanosit ada juga sel-sel amebicyt dan ameboyd yang dapat menangkap makanan sendiri-sendiri dan belum dapat dikatakan membentuk jaringan.
Porifera hidup secara heterotrof. Makanannya adalah bakteri dan plankton. Makanan yang masuk ke tubuhnya dalam bentuk cairan sehingga porifera disebut juga sebagai pemakan cairan.
Makanan Porifera berupa partikel zat organik atau makhluk hidup kecil yang masuk bersama air melalui pori-pori tubuhnya. Makanan akan ditangkap oleh flagel pada koanosit. Selanjutnya makanan dicerna di dalam koanosit. Dengan demikian pencernaannya secara intraselluler. Setelah dicerna, zat makanan diedarkan oleh sel-sel amubosit ke sel-sel lainnya. Sedangkan zat sisa makanan dikeluarkan melalui oskulum bersama sirkulasi air.
Spon adalah pemakan menyaring (filter feeder). Ia memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup atau tidak, seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yangmasuk melalui pori-pori arus masuk yang terbuka dalam air, dan dibawa kedalam rongga lambung atau ruang-ruang bercambuk. Sisa makanan yang tidak dicerna dibuang keluar dari sel leher (Suwigyo, dkk. 2006).
2.6.  Nilai Ekonomis
Porifera tidak memiliki arti ekonomi yang penting, tetapi bentuk dan warnanya yang bermacam-macam menampilkan pemandangan dasar laut yang indah. Kerangka yang tersusun dari serabut spong ini digunakan sebagai penggosok badan. Beberapa jenis spon air laut seperti spon jari berwarna oranye, diperdagangkan untuk menghias aquarium air  dan adakalanya diekspor ke luar negeri (Suwigyo, dkk.  2006).
Secara ekonomis porifera tidak banyak memberikan keuntungan pada manusia, namun diantara beberapa porifera  ada yang menguntungkan yaitu spons yang berspikula dapat di manfaatkan sebagai alat untuk membersihkan badan (Kimball, 2000).
Beberapa jenis spon air laut seperti spon jari berwarna orange (axinella canabina), di perdagangkan untuk menghiasi akuarium air laut, adakala di ekspor ke singapura dan eropa.
Beberapa jenis porifera seperti spongia dan hippospongia dapat digunakan sebagai spons mandi. Zat kimia yang dikeluarkannya memiliki potensi sebagai obat penyakit kangker dan penyakit lainnya (Anonim, 2009).








III. METODE PRAKTIKUM
3.1.  Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 04 November 2011, bertempat di Laboratorium C, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, kendari.
3.2.  Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam pratikum Filum Porifera beserta kegunaannya dapat dilihat pada table 1 berikut :
Tabel 1.  Alat dan bahan serta kegunaannya.     
No.         Alat dan Bahan                            Kegunaan
1.      Alat :

-   Baki (Dissecting-pan)               Tempat untuk meletakkan bahan
-   Pisau Bedah (Scalpel)               Mengiris penampang lintanobjek(bahan)
-   Pinset (Forceps)                        Mengangkat objek
   2.  Bahan :
- Spongilla sp. ( spons)               Sebagai bahan pengamatan
- Alcohol 70%                             Sebagai bahan pengawet
 

3.3  Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada partikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan.
2.      Meletakkan organisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organisme tersebut.
3.      Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.









IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil Pengamatan
                 Hasil Pengamatan pada pratikum ini adalah sebagai berikut :
  -  Struktur Morfologi Sponge (Spongilla sp)

                                                                                                Keterangan :
1.      Ostium (poripori)
2.      Osculum (mulut)
3.      Spongecoel (rongga dalam)        

                                                                        

  Gambar 3. Morfologi sponge (Spongilla sp.)
- Struktur Anatomi Sponge (Spongilla sp)
                                                                                                            Keterangan:
                                                                                                1. Osculum
                                                                                                2. Ostium
                                                                                                3. Spongosol
                                                                                              
                                                                          

    

Gambar 4. Anatomi sponge (Spongilla sp)

4.2. Pembahasan
Reproduksi porifera adalah secara secara dan aseksual. Reproduksi seksual adalah dengan terjadinya pertunasan  pada bagian tubuh spons tersebut sehingga dapat membentuk individu baru,  tetapi dengan cara seksual hanya terjadi pada hewan porifera yang hermafrodit saja , di mana pertemuan antara sel sperma dan sel telur terjadi di dalam mesohyl, kemudian sel sperma  dan sel telur ini melebur  menjadi embrio  lalu menjadi larva  dan kemudian karva tersebut keluar dari tubuh induk dan berenang bebas sesaat lalu menempel pada substrat  lalu menjadi spons muda yang sessil ,lalu ia tumbuh dan berkembang menjadi  spon yang dewasa.
Dari hasil pengamatan pada phylum porifera khususnya pada spons dimana terlihat pori atau lubang pada sisi sebelah luar.  Tubuhnya memiliki rongga yang disebut spongosoel, dan dinding tubuh terdiri atas saluran radial dan saluran anus yang berfungsih untuk memasukkan makanan (mulut) dan oskulum merupakan lubang pengeluaran makanan. Hewan ini tidak mempunyai organ tubuh dan alat gerak, ada yang berwarna dan ada yang tidak berwarna. Sesuai dengan pernyatakan Anonim (2010). yang menyatakan bahwa pada umumnya spon tidak berangka. Yang berangka, spikulanya tersusun atas silikat atau zat sponging atau campuran keduanya.
Pada pengamatan spon (Spongilla sp.), terlihat struktur morfologi terdapat ostia dan oskulum. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2011) bahwa anggota phylum porifera memiliki tubuh berpori (ostia) yang berbentuk tabung, dimana pori tersebut berguna untuk tempat masuknya air, selai itu, porifera juga memiliki oskulum yang berfungsih sebagai tempat keluarnya air.
Bentuk tubuh spon bermacam-macam ada yang seperti batuan dan ada yang berbentuk atau menyerupai tumbuhan. Rangka luar pada spon terdiri atas serabut yang berlendir dari sponging, dan spikula (duri) dari kersik. Hal ini didukung oleh pendapat dari Anonim (2011), menyatakan bahwa bntuk spon dipertahankan oleh rangka yang terdiri atas spikula yang dibentuk oleh sel-sel yang tersebar didalam mesoglea.
Pada hewan porifera metabolisme dilakukan untuk perkembangbiakan, sistem pernapasan dan sistem pencernaan.  Perkebangbiakan porifera terdiri atas dua cara yaitu perkebangan vegetatif dan perkembangan generatif. Perkembangan vegetatif atau asekual terjadi dengan cara pembentukkan tunas atau pembentukan sekelompok-sekelompok esensial, terutama amebosite kemudian tunas memisahkan diri dari induknya.  Spon air tawar membentuk gemmulae (butir benih). Gammulae tersusun dari sekumpulan archeocyte berisi cadangan makanan dikelilingi amebocyte yang membentuk lapisan luar yang keras diperkuat dengan spikula, sehingga membentuk dinding yang resisten. Perekbangan aseksual berlangsung secara asogami.  Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amebocyte. Sperma keluar dari tubuh induk melalui osculum bersama aliran air dan masuk keindividu lain melalui osculum bersama aliran air. Tubuh spon yang lunak dapat berdiri tegak karena ditunjang oleh sejumlah besar spikula kecil serta serat organik yang berfungsi sebagai kerangka. Mengemukakan bahwa spons merupakan binatang  bersel banyak yang paling primitif tidak mempunyai organ yang sejati dan masing-masing sel memperlihatkan kebebasannya, sampai batas-batas dan umumnya yang hidup di air laut.
            Pengamatan pada organisme phylum porifera yaitu sponge dimana pada bagian tubuhnya terdapat beberapa bagian yaitu osculum dan ostium. Osculum terletak pada begian paling atas dari sponge yang berbentuk seperti lubang yang berhubungan langsung dengan spongosoel berfungsi sebagai tempat keluarnya air. Di bawah osculum terdapat suatu ruang berbentuk vas bunga yaitu spongosoel  yang berfungsi sebagai tempat mengolah air yang masuk dari pori-pori (ostia) (Kimball, J.W. 2000).
            Bagian  luar dari morfologi sponge terdapat banyak lubang-lubang kecil yang disebut pori (ostia) berfungsi sebagai tempat masuknya air menuju spongosoel, selain terdapat ostia pada bagian luar sponge juga terdapat dinding yang terdiri dari satu lapisan sel pipih yang disebut pinakosit, sel ini dapat melakukan gerakan kembang, kempis sehingga memungkinkan seluruh tubuh sponge dapat beruba ukuran baik besar maupun kecil, sedangkan sel yang terbentuk tabung kecil yang menghubungkan oatium dengan spongosoel diantara ostium dan spongosoel (Sugiarti, S. 2004).
            Bagian lapisan dalam dari sponge terdiri atas sel-sel yang mempunyai flagel yang berfungsi untuk mencerna makanan dan bercorong yang disebut yang disebut sel leher atau sel koanosit.  Lapisan yang membatasi antara lapisan epidermis dan lapisan endodermis yang disebut mesoglea yang terdiri atas sel amebosit yang berfungsi sebagai pengangkut zat makanan dan sisa metabolisme sari sel yang satu ke sel lainnya (Suhardi. 2002).
        

















V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.      Secara morfologi, porifera memiliki bentuk tubuh seperti tabung atau jambangan bunga bersifat simetris radial serta struktur morfologinya terdiri atas ostia dan osculum.
2.      Secara anatomi, porifera memiliki spongocoel dimana pada spongocoel terdapat sel leher (sel koanosit) dan pada lapian mesoglea terdapat sel amebosit dan sel skleroplas.
3.      Klafikasi salah satu species dari filum porifera (Spongilla sp.) yaitu kingdom =  Animalia, filum = porifera, sub filum = invertebrate, class = demospongiae, sub class = keratosa, ordo = distyocorotida, family = euspongidae, genus = euspongia, dan spesies = euspongia sp.
5.2. Saran
 Saran sebagai pratikan adalah agar dalam pratikum selanjutnya di persiapkan dengan mikroskop agar anatomi dan morfologinya terlihat dengan baik.















 
I.  PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang    
Brachiopoda  berasal dari kata brachys yang berarti  pendek  dan  pous yang artimya kaki. Jadi Brachiopoda adalah hewan laut yang hidup didalam setangkup cangkang terbuat dari zat kapur atau zat tanduk. Mereka biasanya hidup menempel pada substrak dengan semen langsung atau dengan tangkai yang memanjang dari ujung cangkang (Suhardi, 2002)
  Brachiopoda memiliki kemiripan yang berbeda dengan Mollusca jenis Bivalvia di mana pada bagian terlindungi secara eksternal oleh sepasang convex yang dikelompokkan ke dalam cangkang yang dilapisi dengan permukaan yang tipis dari periostacum organik, yang berkisar hingga 100 tahun yang lalu (invertebrata palaeontologi). Hewan Brachiopoda merupakan kelompok hewan lain selain Ectoprocta yang terkait  dengan fosil-fosil dari zaman Cambria. Hewan tersebut dinamakan demikian karena anggapan yang salah bahwa hewan ini menggunakan lengan-lengan mereka yang menggulung untuk bergerak. Dalam kelompok ini lebih  banyak yang menjadi fosil dari pada  yang masih hidup  (Aslan, dkk., 2010).
Lingula unguis merupakan salah satu marga (genus) dari phylum Brachiopoda yang keberadaannya sampai sekarang masih hidup di zona intertidal dan mendapat sebutan fosil hidup atau dalam istilah lainnya “Living Fossil”.  Hewan ini lazimnya disebut Kerang Lentera (lamp shell).  Hal ini karena bentuknya yang menyerupai lampu minyak pada zaman kerajaan romawi kuno.  Hewan ini dikenal sebagai hewan yang hidup di dalam liang pada dasar lumpur atau pasir berlumpur.  Lingula unguis termasuk hewan penggali pasir dengan menggunakan semacam tangkai berotot yang terbuat dari organ lunak  (Aslan, dkk., 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan pratikum mengenai filum Brachiopoda yaitu lingula unguis untuk mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2.  Tujuan dan Manfaat
Tujuan pada praktikum filum Brachiopoda adalah untuk mengetahui filum Brachiopoda secara morfologi dan anatomi serta dapat mengetahui bagian-bagian  filum Brachiopoda.
Manfaat pada praktikum filum Brachiopoda adalah sebagai bahan dasar masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Brachiopoda.



II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Klasifikasi
Kerang lentera atau dalam bahasa latin dikenal dengan nama Lingula unguis tersebar luas di daerah tropis, terletak di daerah pasifik seperti kepulauan Indonesia, Malaysia, perairan Jepang, China, dan Filiphina (Ariadmo, 2000).
Menurut Gosner (1971) dalam Resky Wulandaris (2006) klasifisikasi Lingula unguis sebagai berikut:
Phylum : Brachiopoda
        Class : Inarticulata
                Ordo : Lingulida
                         Famili : Lingulidae
                                 Genus : Lingula
                                          Spesies : Lingula unguis
Lingula unguis




                                   

                                        Gambar 5. Kerang lentera (linggula unguis)
2.2.  Morfologi dan Anatomi
 Kerang lentera, tubuh bagian dalamnya terdiri atas organ-organ seperti hati, saluran pencernaan (usus dan lambung), kelenjar pankreas, gonad dan otot-otot  yang berfungsi sebagai penggerak organ membuka dan menutup cangkang serta gerakan memutar tubuhnya yang disebut pedikel. Di bagian depan (anterior) sebelah dalam cangkang terdapat suatu organ yang berlipat-lipat menyerupai bentuk tapal sepatu kuda dan disebut lafofor. Organ ini dilengkapi dengan tentakel sebagai organ respirasi dan alat untuk menangkap makanannya, divisi dinding usus terdapat lubang kecil yang disebut nephridium dan merupakan lubang pembuangan zat-zat tidak berguna. Nephridium selain berguna sebagai organ ekskresi juga sebagai organ reproduksi (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
 Bagian luar dari Brachiopoda ini juga biasa disebut “lamp shell” (Kerang Lampu) hampir mirip dengan phoronids. Brachiopoda memiliki kemiripan yang berbeda dengan Mollusca jenis Bivalvia dimana pada bagian tubuhnya terlindungi secara eksternal oleh sepasang convex yang dikelompokkan ke dalam cangkang yang dilapisi oleh permukaan yang tipis dari periostracum organic yang berkisar hingga 100 tahun yang lalu. Dalam kelompok ini lebih banyak jenisnya yang menjadi fosil dari pada yang masih hidup  (Romimohtarto dan Juwana,  2005).
Tubuh bagian dalam (anatomi) Kerang Lentera (lingula unguis) terdiri dari atas organ-organ seperti hati, saluran pencernaan (usus dan lambung), kelenjar pancreas, gonad dan otot-otot yang berfungsi sebagai penggerak organ seperti membuka dan menutup cangkang serta gerakan memutar tubuhnya yang disebut pendukel.  Bagian depan (anterior) sebelah dalam cangkang terdapat suatu organ yang terlipat-lipat menyerupai bentuk tapak sepatu kuda yang disebut lofofor.  Organ ini dilengkapi dengan tentakel bulu (bercillium) sebagai organ respirasi dan alat bantu untuk menangkap makanannya.  Di sisi dinding usus terdapat lubang kecil yang disebut nephridium dan merupakan lubang pembuangan zat-zat yang tidak berguna.  Nephridium selain sebagai organ eksresi juga sebagai organ reproduks.
Hewan Brachiopoda hidup menempel pada substratnya melalu suatu tangkai, dan membuka cangkangnya sedikit untuk memungkinkan air mengalir di  antara cangkang dan lofofor. Semua anggota Brachiopoda yang masih hidup adalah sisa-sisa dari masah lalu yang jauh lebih jaya; hanya sekitar 330 spesies tersebut yang diketahui, tetapi terdapat 30.000 spesies fosil peleozoikum dan mesozoikum  (Nail A Campbell, 2003). 
2.3. Habitat dan Penyebaran
         Lingula unguis tersebar luas di daerah tropis, terutama di daerah pasifik seperti kepulauan Indo malayan perairan Jepang, China, dan Philipina. Kerang lentera hidup di dasar perairan yang umunya dangkal, tidak berkoloni, daerah berlumpur dan dapat berpindah tempat dengan pendukel yang berfungsi sebagai tongkat. Gerakan ini juga terjadi karena adanya pasang surut. Lumpur sebagian besar merupakan partikel-partikel zat organik untuk berbagai jenis kerang tempat hidup yang baik. Meningkatnya kandungan lumpur yang belum mengendap menyebabkan cahaya matahari  penetrasinya terhadap dasar perairan dan kerang lentera umumnya membenamkan dirinya didalam sedimen berpasir atau daerah berlumpur. Daerah garis pantai berpasir sebagai daerah peralihan antara laut dan darat ternyata banyak dihuni oleh organisme ini (Ariadmo, 2000).   
Kerang umumnya membenamkan diri di dalam pasir atau pasir berlumpur.  Pantai berpasir dan berlumpur memiliki beberapa perbedaan di mana pantai berpasir memiliki ukuran butiran yang lebih besar dibandingkan daerah berlumpur yang memiliki butiran yang sangat halus. Pantai berlumpur cenderung mengakumulasi bahan organik yang berarti bahwa cukup banyak bahan makanan yang potensial untuk organisme penghuni pantai, akan tetapi keadaan berlimpahnya partikel organik yang halus ini mempunyai kemampuan untuk menyumbat permukaan alat pernapasan bagi organisme yang membenamkan diri di dalamnya (Suhardi, 2002).
Sebanyak 30.000 spesies Brachiopoda hidup pada era paleozoikum dan mezoikum. Fosil Brachiopoda tersebar luas dan banyak pada dasar batuan dasar laut, sekitar 335 spesies hidup sampai saat ini, semuanya hidup dilaut, soliter dan biasanya menempel pada batu atau benda padat lainnya, beberapa spesies hidup dalam lubang pasir atau lumpur pantai dan umumnya ditemukan di daerah pantai sedang dan dingin.
2.4.  Reproduksi dan Daur Hidup
Lingula  unguis  bergerak lambat,  mencapai panjang cangkang 5 cm dalam waktu 12 tahun.  Hewan ini menjadi matang kelamin,  mencapai 2,25 cm.  Pemijahan terjadi disepanjang tahun. Telur dan spermatozoa disebar akan terbentuk larva  dan terjadi pembuahan.  Embrio yang dihasilkan akan terbentuk menjadi larva yang berenang bebas. Larva ini menghanyut di permukaan laut dan makan tumbuh-tumbuhan renik yang terdapat di laut  (Romimohtarto dan Juwana,  2005).
Reproksi seksual, umumnya dioecious, gomad biasanya berupa empat kelompok gamet yang dihasilkan dalam peritoneum, kecuali yang dierami gamet dilepaskan ke air melalui nepridia. Pembuahan diliar tubuh, telur menetas menjadi larva yang berenang bebas dan sudah mulai makan. Larva inarcitulata bentuknya mirip brachiopoda dewasa tidak mengalami metamorphosa pada akhir stadia larva tumbuh pedicle serta cangkang dan larva turun ke substrat untuk kemudian hidup dalam lubang (Aslan, dkk, 2007)
2.5.  Makanan dan Kebiasaan Makan
Makanan Kerang Lentera (Lingula unguis) adalah jasad renik yang melayang di dalam air seperti plankton, sebagai hewan bentik yang hidup menetap pada suatu dasar atau substrat.
 Lingula unguis mendapatkan makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel yang ada di dalam air.  Cara makan lingula unguis agak berbeda dengan hewan penyaring lainnya seperti kerang-kerangan Mollusca, karena hewan ini mempunyai organ berbulu getar yang disebut lofofor.  Dengan bantuan organ tersebut. Kerang lentera dapat menangkap makanannya dan zat yang tidak dibutuhkan akan dihalau keluar tubuh. 
Makanan yang didapat akan didorong masuk ke rongga mulut dan selanjutnya ke dalam lambung untuk dicerna.  Zat-zat sisa berupa kotoran dikeluarkan melalui lubang kecil yang terdapat di dinding usus keluar tubuh (Romimohtarto dan Juwana, 2005).

2.6.  Nilai Ekonomis
Lingula unguis merupakan salah satu spesies yang mempunyai nilai ekonomis yaitu sebagai protein hewani, sehingga keberadaannya di perairan diambil oleh masyarakat untuk dikonsumsi sebagai pengganti ikan. (Romimohtarto dan Juwana, 2005).
Kerang lentera umumnya dikonsumsi sebagai bahan makanan yang biasanya di konsumsi penduduk di dekat pantai dan cangkangnya dapat di jadikan hiasan.
Branchiopoda adalah suatu kelompok primitif dan terutama binatang berkulit keras, yang kebanyakan menyerupai udang. Ada di atas 900 jenis dikenal di seluruh dunia. Beberapa terkenal, mencakup Artemia ( air asin udang,  Sea-Monkeys ketika dijual seperti hal-hal baru), dan Daphnia.















III.  METODE PRAKTIKUM
3.1.  Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 18 November 2011 pukul 14.00-16.00 WITA. Bertempat di  Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2.  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum Filum Brachiopoda beserta kegunaannya dapat dilihat pada table 2 berikut :
Tabel 2.  Alat dan bahan serta kegunaannya.
No.        Alat dan Bahan                                          Kegunaan
1.            Alat  :                                        
              -  Baki (Dissecting-pan)                               Wadah menyimpan objek
              -  Pisau bedah (Scalpel)                               Alat membedah  objek
              -  Pinset (forceps)                                         Alat mengambil bahan
   2.          Bahan  :
              -  Kerang lentera                                           Sebagai objek yang diamati
              -  Alkohol 70%                                              Sebagai bahan pengawet
3.3.  Prosedur Kerja
   Prosedur kerja pada pratikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah di ambil dari perairan.
2.    Meletakan organisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian    organisme tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah di identifikasi dan di beri keterangan padea buku gambar.





IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
-          Morfologi filum Brachiopoda (lingula unguis)
                                                                                     Keterangan :
1.      Exhalent pseudoscphon
2.      Inhalent pseudoscphon
3.      Chaeta
4.      Ventral value
5.      Apeks Muscle
6.      Cuticle
7.      Sand




        Gambar 6. Morfologi Kerang Lentera (Lingula unguis)
-          Anatomi filum Braciopoda (lingula unguis)

Keterangan :
1.      Tentakel
2.      Nepridium Gonad
3.      Cangkang
4.      Otot
5.      Lambung
6.      Lophophore


Gambar 7. Anatomi filum Braciopoda (lingula unguis)
4.2.   Pembahasan
          Kerang lentera merupakan organisme yang termasuk dalam
Phylum  Brachiopoda yang mempunyai cangkang yang terdiri dari tangkup tetapi kedua tangkup ini tidak berengsel. Tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, tetapi ia terdiri dari atas dan bawah.
Pada pengamatan filum Brachiopoda yakni Lingula unguis, dapat diketahui bahwa hewan laut ini hidup di dalam setangkup cangkang yang terbuat dari zat kapur atau zat tanduk yang terdiri dari dua tangkup.  Kedua tangkupnya tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, terdiri dari bagian atas dan bawah.  Cangkang  Lingula. unguis ada di depan.  Bagian utama tubuhnya berisi visera  dan pada bagian pinggiran setiap lengan terdapat dua baris tentakel yang dipenuhi oleh bulu getar.  Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh  Romimohtarto dan Juwana (2005) yang menyatakan bahwa Lingula unguis mempunyai cangkang dari zat tanduk yang terdiri dari dua tangkup, tetapi tidak berengsel.  Kedua tangkup ini, tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, terdiri dari bagian atas dan bawah.  Bukan  cangkang Lingula unguis ada di depan. Bagian utama dari tubuhnya berisi visera, terdapat di separuh belakang cangkangnya.  Sebuah ruang yang tertutup di antara kedua tangkup cangkang di depan tubuh dalam rongga mantel (mantel cavity), yang bagian dalamnya dilapisi oleh mantel, sebuah tutup dari dinding tubuh.  Pada bagian pinggiran setiap lengan terdapat dua baris tentakel yang dipenuhi oleh bulu getar.  Reproduksi Lingula unguis  berlangsung secara eksternal, di mana telur dan spermatozoa yang telah matang disebar di dalam air akan terbentuk larva dan terjadi pembuahan embrio yang dihasilkan akan terbentuk menjadi larva yang berenang bebas.
Lingula  unguis  bergerak lambat,  mencapai panjang cangkang 5 cm dalam waktu 12 tahun.  Hewan ini menjadi matang kelamin,  mencapai 2,25 cm.  Pemijahan terjadi disepanjang tahun.Satu lengan dan lateral. Setiap lengan menjulur dan tentakel membuka gulungan dan mekar. Tapak-tapak bulu-getar tertentu pada kentakel dari setiap lengan memukul-mukul bersamaan menyebabkan air berisi makan dan oksigen masuk ke dalam rongga mantel melalu etiap tabung bulu lateral.
       Di dalam cangkang terdapat lophohore yang berfungsi untuk mendapatkan makanan. Menurut Suwignyo dkk.(2005)  Bentuk lophophore seperti dua tangan atau “brachia” yang panjang, menggulung dan masing-masing mengandung deretan tentakel serta alur makanan menuju mulut. Pada waktu makan, kedua keping cangkang terbuka sedikit, dan gerakan cilia pada tentakel menghasilkan aliran air yang membawa makanan, kemudian terperangkap pada lendir tentakel dan oleh gerakan cilia dialirkan ke mulut.Makanan terdiri atas fitiplankton, partikel terlarut dan koloid.
Sebagai hewan bentik lingula unguis hidup di dasar perairan umumnya dangkal, tidak berkoloni (soliter), di daerah berlumpur dan biasa berpindah tempat dengan bantuan perikel yang berfungsi sebagai tongkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwignya, dkk 2005 yang menyatakan hahwa sebanyak 30.000 spesies dari filum Brachiopoda hidup pada era Palaezoikum dan Mesozoikum. Fosil brachiopoda tersebar luas dan banyak terdapat dalam batuan dasar laut.Sekitar 335spesies hidup, semuanya hidup di laut, soliter dan biasanya menempel pada batuan atau pada benda padat lainnya.
Pada umumnya kerang lentera memperoleh makanannya dengan menyaring partikel-partikel yang terdapat di dalam air laut. Hal ini didukung oleh pernyataan Nybakken (1992) dalam Iskandar (2006) yang menyatakan bahwa makanan kerang lentera (Lingula unguis) adalah jasad renik yang melayang di dalam air seperti plankton, sebagai hewan bentik yang hidup menetap pada suatu dasar atau substrat.  Kerang Lentara mendapatkan makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel yang ada di dalam air. 
Kerang lentera (Lingula unguis) merupakan salah satu spesies yang mempunyai nilai ekonomis yaitu sebagai protein hewani, sehingga keberadaannya di perairan diambil oleh masyarakat untuk dikonsumsi sebagai pengganti ikan.Selain bisa dikonsumsi, penduduk didekat pantai, cangkangnya dijadikan sebagai hiasan pakaian (Aslan, dkk. 2009).













V.  PENUTUP
5.1.  Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan pada praktikum kali ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berkut :
1.   Secara morfologi, filum Brachiopoda nampak adanya tentakel, cangkang, dan tangkai.
2.   Secara anatomi, filum Brachiopoda nampak adanya tentakel, nephridium gonad, cangkang, otot, lambung, dan lophophore.
3.  Klafikasi salah satu species dari filum Brachiopoda yaitu filum = Branchiopoda, class = inarticulata, ordo = lingulida, family = Lingulidae, genus = Lingula, dan spesies = Lingual unguis.
5.2.  Saran                            
Saran saya sebagai praktikan adalah alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum dapat lebih dilengkapi sehingga dapat mendukung praktikum selanjutnya.
                        














DAFTAR PUSTAKA
Aslan, M, L., Wa Iba., Kamri, S., Irawati., Subhan., Purnama, F, M., M., Jaya, I, M., Rahmansyah., Saputra, R., Tiar, S., Mulyani, T., Kasendri, R, A., Zhuhuriani, Riana, A. 2011. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari.
Neil, A., 2003. Biologi. Edisi kelima Jilid II. Penerbit Erlangga. Jakarta. 
Romimohtarto, K., dan Sri Juwana, 2005.  Biologi Laut.  Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.  Djambatan.  Jakarta.
Suhardi.,  2002. Buku Evolusi Avertebrata Universitas Indonesia. Jakarta.
Suwignyo, S dkk., 2005. Avertebrata Air. Penebar Swadaya. Jakarta.


















LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM II
(FILUM BRACHIOPODA)


UNHALU
 




 

OLEH:

NAMA                                               : RONI NERLIANO
STAMBUK                                       : I1A2 10 061
PROGRAM STUDI                         : BUDIDAYA PERAIRAN
         

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

 
I.  PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Annelida berasal dari bahasa latin, annulus yaitu cincin atau cacing gelang adalah kelompok cacing dengan tubuh bersegmen. Annelida merupakan hewan tripoblastik yang sudah memiliki rongga tubuh sejati (hewan selomata). Namun Annelida merupakan hewan yang struktur tubuhnya paling sederhana. Annelida memiliki panjang tubuh sekitar 1 mm hingga 3 m. Contoh annelida yang panjangnya 3 m adalah cacing tanah Australia. Bentuk tubuhnya simetris bilateral dan bersegmen menyerupai cincin. Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Annelida adalah filum luas yang terdiri dari cacing bersegmen, dengan sekitar 15.000 spesies modern, antara lain cacing tanah dan lintah. Filum ini ditemukan di sebagian besar lingkungan basah, seperti air tawar dan di laut. Panjang anggotanya mulai dari di bawah satu milimeter sampai tiga meter. Filum ini dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu Polychaeta, Oligochaeta, dan Hirudenia. (Anonim 2010).
Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal). Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), usus, dan anus. Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah sehingga memiliki sistem peredaran darah tertutup. Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah. Pembuluh darah yang melingkari esofagus berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh (Anonim 2010)..
Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior. Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor. Nefridia ( tunggal – nefridium ) merupaka organ ekskresi yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupaka npori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya.
Phylum Annelida meliputi tiga kelas yaitu kelas Polycheta, kelas Oligochaeta dan kelas Hirudinae.  Biasanya terdapat di laut, ait tawar, air payau dan beberapa di darat.  Berdasarkan latar belakang di atas maka untuk lebih memperjelas pengamatan pada phylum Annelida, diadakanya praktikum mengenai phylum Annelida tersebut. (Anonim 2010)
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan pratikum mengenai filum Annelida yaitu Nereis sp, dan Lumbricus sp untuk mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2.  Tujuan dan Manfaat 
Adapun tujuan dari praktikum filum Annelida yaitu untuk mengetahui bentuk secara morfologi dan anatomi serta bagian-bagian filum Annelida
Manfaat dari praktikum filum Annelida adalah sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Annelida.
















II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Klasifikasi
         Cacing Laut ( Nereis sp.) hidup di dalam sedimen tubuhnya terdiri dari segmen-segmen dan setiap segmennya terdapat sepasang parapodia, yang selain berfungsi sebagai alat gerak juga berfungsi sebagai alat pernapasan bantuan (Vandevelde,  2003).
Polychaeta yaitu pada  Cacing Laut ( Nereis sp.) adalah anggota benthos yang memiliki sifat umum , yakni bentuk tubuhnya memanjang seperti cacing, tubuhnya terdiri dari beberapa ruas dan setiap ruasnya ditumbuhi oleh sepasang kaki semu (Parapodia yang pipih) ( Hutabarat  dan Evans, 1985  dalam Parlan,  2006).
Cacing Laut (Nereis sp.) menurut Wikipedia (2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom  :  Animalia
          Phylum  :  Annelida
           Class  :  Polychaeta
                       Ordo  :  Nereidinae
                                   Famili  :  Nereidae
                                             Genus  :  Nereis
                                                        Spesies  :  Nereis sp.

                                     Gambar 20 : Cacing Laut (Nereis sp.)
Cacing tanah merupakan makhluk yang telah hidup dengan bantuan sistem pertahanan mereka sejak fase awal evolusi, oleh sebab itu mereka selalu dapat menghadapi invasi mikroorganisme patogen di lingkungan mereka. Penelitian yang telah berlangsung selama sekitar 50 tahun menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki kekebalan humoral dan selular mekanisme. Selain itu telah ditemukan bahwa cairan selom cacing tanah mengandung lebih dari 40 protein dan pameran beberapa aktivitas biologis sebagai berikut: cytolytic, proteolitik, antimikroba, hemolitik, hemagglutinating, tumorolytic, dan kegiatan mitogenic.
Cairan dari selom foetida Eisenia Andrei telah diteliti memiliki sebuah aktivitas antimikroba terhadap Aeromonas hydrophila dan Bacillus megaterium yang dikenal sebagai patogen cacing tanah.  Setelah itu diperoleh dua protein, bernama Fetidins, dari cairan selom cacing tanah dan menegaskan bahwa aktivitas antibakteri ini disebabkan karena fetidins.  Lumbricus rubellus juga memiliki dua agen antibakteri bernama Lumbricin 1 dan Lumbricin 2. Baru-baru ini, dua jenis faktor antibakteri yang mempunyai aktivitas seperti lisozim dengan aktivitas hemolitik serta pengenalan pola protein bernama selom cytolytic faktor (CCF) telah diidentifikasi dalam foetida Eisenia cacing tanah.  Lysenin protein yang berbeda dan Eisenia foetida lysenin-seperti protein memiliki beberapa kegiatan yang diberikan cytolytic hemolitik, antibakteri dan membran-permeabilizing properti.
          Protein yang dimiliki oleh cacing tanah memiliki mekanisme antimikroba yang berbeda dengan mekanisme antibiotik.  Antibiotik membunuh mikrorganisme tanpa merusak jaringan tubuh. Antibiotik membunuh mikroganisme biasanya dengan dua cara, yaitu dengan menghentikan jalur metabolik yang dapat menghasilkan nutrient yang dibutuhkan oleh mikroorganisme atau menghambat enzim spesifik yang dibutuhkan untuk mmbantu menyusun dinding sel bakteri. Sedangkan, mekanisme yang dilakukan oleh protein yang dimiliki oleh cacing tanah adalah dengan membuat pori di dinding sel bakteri.  Hal ini menyebakan sitoplasma sel bakteri menjadi terpapar dengan lingkungan luar yang dapat mengganggu aktivitas dalam sel bakteri dan menyebabkan kematian. Dengan cara ini, bakteri menjadi lebih susah untuk menjadi resisten karena yang dirusak adalah struktur sel milik bakteri itu sendiri.
Cacing tanah (Lumbricus sp.) menurut Lamarck, (1809) dalam Wikipedia (2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom  :  Animalia
          Phylum  :  annelida
                     Class  :  Oligochaeta
                               Ordo  :  Opisthopora
                                          Famili  :  Megascolecidae
                                                    Genus  :  Lumbricus
                                                                Spesies  :  Lumbricus sp.
                                  Gambar 21 : Cacing tanah (Lumbricus sp.)
Lintah dan pacet adalah hewan yang tergabung dalam filumAnnelida subkelas Hirudinea. Terdapat jenis lintah yang dapat hidup di daratan, air tawar, dan laut. Seperti halnya kerabatnya, Oligochaeta, mereka memiliki klitelum. Seperti cacing tanah, lintah juga hermaprodit (berkelamin ganda). Lintah obat Eropa, Hirudo medicinalis, telah sejak lama dimanfaatkan untuk pengeluaran darah (plebotomi) secara medis.
Hirudinea merupakan kelas annelida yang jenisnya sedikit. Anggota kelas hirudinea hidup di lingkungan akuatik dan terrestrial. Panjang Hirudinea bervariasi dari 1–30 cm. Sebagian besar Hirudinea adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya adalah vertebrata dan termasuk manusia. Hirudinea parasit hidup dengan mengisap darah inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa invertebrata kecil seperti siput. Contoh Hirudinea parasit adalah Haemadipsa (pacet) dan Hirudo (lintah). Saat merobek atau membuat lubang, lintah mengeluarkan zat anestetik (penghilang sakit), sehingga korbannya tidak akan menyadari adanya gigitan. Setelah ada lubang, lintah akan mengeluarkan zat anti pembekuan darah yaitu hirudin. Dengan zat tersebut lintah dapat mengisap darah sebanyak mungkin.
Lintah dibedakan dari pacet bukan berdasarkan taksonomi, tetapi lebih pada habitat kesukaannya. Lintah sehari-hari hidup di air, sedangkan pacet sehari-harinya melekat pada daun atau batang pohon (di luar air). Semua spesies lintah adalah karnivora. Beberapa merupakan predator, mendapat makanan dari berbagai jenis invertebrata seperti cacing, siput, atau larva serangga.
Lintah (hirudo sp) menurut as’ad (2011) adalah sebagai berikut :
Kingdom  :  Animalia
          Phylum  :  annelida
                     Class  :  clitellata
                               Ordo  :  hirudinea
                                          Famili  :  arhychobdellida
                                                    Genus  :  hiroda
                                                                Spesies  :  hirudos sp.

Gambar  22 : Lintah ( Hirudo sp)
2.2.  Morfologi dan Anatomi
Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya.Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa.Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh (selom) Annelida berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot.Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal) (Anonim 2010).
Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), usus, dan anus.Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah sehingga memiliki sistem peredaran darah tertutup.Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah.Pembuluh darah yang melingkari esofagus berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh.Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior.Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor.Nefridia ( tunggal – nefridium ) merupaka organ ekskresi yang terdiri dari saluran.Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh.Nefrotor merupaka npori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya.
Gambar 23. Anatomi cacing tana ( Lumbricus sp.)

Polychaeta (dalam bahasa yunani, poly = banyak, chaetae = rambut kaku) merupakan annelida berambut banyak. Tubuh Polychaeta dibedakan menjadi daerah kepala (prostomium) dengan mata, antena, dan sensor palpus. Polychaeta memiliki sepasang struktur seperti dayung yang disebut parapodia (tunggal = parapodium) pada setiap segmen tubuhnya. Fungsi parapodia adalah sebagai alat gerak dan mengandung pembuluh darah halus sehingga dapat berfungsi juga seperti insang untuk bernapas. Setiap parapodium memiliki rambut kaku yang disebut seta yang tersusun dari kitin.
Oligochaeta (dalam bahasa yunani, oligo = sedikit, chaetae = rambut kaku) yang merupakan annelida berambut sedikit. Oligochaeta tidak memiliki parapodia, namun memiliki seta pada tubuhnya yang bersegmen. Contoh Oligochaeta yang paling terkenal adalah cacing tanah. Jenis cacing tanah antara lain adalah cacing tanah Amerika (Lumbricus terrestris), cacing tanah Asia (Pheretima), cacing merah (Tubifex), dan cacing tanah raksasa Australia (Digaster longmani). Cacing ini memakan oarganisme hidup yang ada di dalam tanah dengan cara menggali tanah. Kemampuannya yang dapat menggali bermanfaat dalam menggemburkan tanah. Manfaat lain dari cacing ini adalah digunakan untuk bahan kosmetik, obat, dan campuran makan berprotein tinggi bagi hewan ternak.
Hirudinea merupakan kelas annelida yang jenisnya sedikit. Hewan ini tidak memiliki arapodium maupun seta pada segmen tubuhnya. Panjang Hirudinea bervariasi dari 1 – 30 cm. Tubuhnya pipih dengan ujung anterior dan posterior yang meruncing. Pada anterior dan posterior terdapat alat pengisap yang digunakan untuk menempel dan bergerak. Sebagian besar Hirudinea adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya adalah vertebrata dan termasuk manusia. Hirudinea parasit hidup denga mengisap darah inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa invertebrata kecil seperti siput. Contoh Hirudinea parasit adalah Haemadipsa (pacet) dan hirudo (lintah) (Anonim 2010).
       Ruas-ruas cacing tanah dewasa dewasa dapat dikatakan sama bentuk dan ukurannya kecuali bagian anterior dan posterior. Pada umumnya jumlah ruas tidak tetap, bervariasi sekitar 25%. Setengah dari ruas ujung paling antetior merupakan prostomium yang adakalanya memanjang seperti belalai. Jumlah ruas  atau somid pada cacing dewasa antara 115-200 buah, ruas pertama adalah peristomium yang mengandung mulut dan ruas terakhir terdapat anus. Pada setiap ruas terdapat 4 rumpun satae, 2 rumpun pada dorsal lateral dan dua rumpun pada ventra lateral (Suwigyo. dkk., 2005).


cacing02

 
Gambar 24. Strultur tubuh cacing tanah

        Cacing Tanah (Lumbricus terrestris) tubuhnya silindris, segmennya tampak jelas memiliki sedikit rambut.  Kepala (prostomium) jelas, tetapi tidak dilengkapi mata, tentakel, dan parapodia, tetapi tetap peka terhadap cahaya karena di sepanjang tubuhnya terdapat organ-organ perasa.  Pada sepertiga dari bagian depan tubuhnya terdapat clitellum yang dibentuk oleh beberapa segmen berdekatan yang mengalami penebalan. Didalam clitellum berisi berbagia macam kelenjar. Kepalanya kecil dan tidak mempunyai alat peraba.  Sifatnya hermafrodit dan daya regenerasinya tinggi.  Pernapasannya dengan menggunakan seluruh permukaan tubuhnya (Pratiwi, 2000).
         Bentuk morfologi dan anatomi cacing laut umumnya sangat beranekaragam. Umumnya berukuran 5-100 cm dengan diameter 1-10 mm. Pada  sisi lateral ruas tubuh, kecuali kepala dan bagian ujung  terdapat sepasang parapodiadengan sejumlah besar satae, yang terdiri atas notopidium dan neuropodium yang masing-masing disinggahi oleh sebuah batang kitin yang disebut avicula. Pada notopodium terdapat cirrus dorsal  dan pada neuropodium terdapat cirrus ventral (Aslan. dkk.,  2006).
gb25
Gambar 25. Struktur tubuh cacing laut

Secara umum, lintah berbadan leper, mempunyai 34 gelang dan penghisap pada ujungnya.Ukuran biasa adalah 50 mm dan bahkan mencapai 30 cm.Seekor lintah mungkin mengambil waktu antara 15 hingga 30 menit untuk menyedot darah dari badan manusia. Dalam tempo waktu tersebut ia dapat menghisap kira-kira 2.5 sehingga 5.5 gm darah. Kuantiti darah tersebut sudah cukup bagi lintah untuk bertahan selama 6 bulan. Pada air liur lintah terdapat sekurang-kurangnya 15 jenis zat aktif. Di antaranya ialah sejenis zat yang sama seperti yang terkandung di dalam putih telur.
Zat aktif yang terdapat dalam air liur lintah diantaranya Hirudin, Hyaluronidase, Pseudohirudin, Destabilase, Apyrase, Bdellines, Eglines, Kininases, Histamine, Collagenase, Prostanoids, lintah, Proteases, Lipolytic enzymes.
Lintah merupakan sejenis cacing dengan alat penghisap pada setiap ujungnya. Pada ujung yang satu terdapat alat penghisap dengan mulut dan di ujung yang lain ada alat seperti perekat untuk menempel. Ukuran dan panjang dari lintah ada berbagai macam ukuran, dari ukuran kecil, sedang dan besar. Dari yang panjang 1 inci sampai dengan 10 inci panjang.  Di kerongkongan tempat isapannya terdapat tiga rahang berbentuk setengah gergaji, dihiasi sampai 100 gigi kecil.  Dalam waktu 30 menit, lintah bisa menyedot darah sebanyak 15 ml s/d kuota yang cukup untuk hidupnya selama setengah tahun.
                     
Gambar 26. Anatomi lintah (Hirudo sp.)
2.3. Habitat dan Penyebaran
Sebagian besar annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit dengan menempel pada vertebrata, termasuk manusia.Habitat annelida umumnya berada di dasar laut dan perairan tawar, dan ada juga yang sebagian hidup di tanah atau tempat-tempat lembap. Annelida hidup diberbagai tempat dengan membuat liang sendiri (Anonim 2010).
Filum Annelida terdiri atas sekitar 75.000 spesies, meliputi tiga kelompok besar. Polychaeta, Oligocharta dan Hirudinae serta dua kelompok kecil Aelosomata dan Branchiobdella.
Cacing polychaeta terutama hidup dilaut, meskipun beberapa jenis Nereid mempunyai toleransi terhadap salinitas rendah dan beradaptasi untuk hidup di air tawar dan estuary. Beberapa terdapat di air tawar sampai 60 km dari laut. Terdiri dari sekitar 8.000 spesies. Umumnya berukuran panjang 5-10 cm dengan diameter 2-10 mm.
Kelas Oligochaeta merupakan jenis akuatik terdapat pada segala habitat air tawar, terutama yang dangkal. Umumnya membuat liang didalam lumpur atau sampah. Ruas-ruas tubuh Oligochaeta dapat dikatakan sama dengan benruk dan ukurannya, kecuali bagian dari anterior dan posterior.
Kelas Hirudinea merupakan habitat yang terdapat dilaut, air tawar dan didarat. Panjang antara 1-5 cm. Ruas-ruas pada ujungnya mengalami modifikasi menjadi alat pengisap anterior lebih kecil daripada pengisap posterior.
Hewan ini berhabitat air tawar, hidup di rawa-rawa, kolam, ataupun sungai. Hirudinea adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya adalah vertebrata dan termasuk manusia. Hirudinea parasit hidup dengan mengisap darah inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa invertebrata kecil seperti siput. Contoh Hirudinea parasit adalah Haemadipsa (pacet) dan hirudo (lintah) (Aonim 2010).
2.4.  Reproduksi dan Daur Hidup
            Polychaetes dapat mereproduksi secara aseksual, dengan membagi ke dalam atau lebih potongan dua atau tunas dari individu baru sementara orangtua tetap merupakan organisme lengkap. Beberapa Oligochaeta , seperti Aulophorus furcatus, tampaknya mereproduksi seluruhnya secara aseksual, sementara yang lain mereproduksi aseksual dan seksual di musim panas di musim gugur. Asexual reproduction in oligochaetes is always by dividing into two or more pieces, rather than by budding. [ 8 ] [ 30 ] However, leeches have never been seen reproducing asexually. [ 8 ] [ 31 ] reproduksi aseksual di Oligochaeta selalu dengan membagi menjadi dua atau lebih bagian, bukan oleh tunas. Namun, lintah tidak pernah melihat reproduksi aseksual.
Most polychaetes and oligochaetes also use similar mechanisms to regenerate after suffering damage.            Kebanyakan polychaetes dan Oligochaeta juga menggunakan mekanisme yang sama untuk menumbuhkan setelah menderita kerusakan. Two polychaete genera , Chaetopterus and Dodecaceria , can regenerate from a single segment, and others can regenerate even if their heads are removed. [ 8 ] [ 29 ] Annelids are the most complex animals that can regenerate after such severe damage. [ 32 ] On the other hand leeches cannot regenerate. [ 31 ] Dua polychaete genera , Chaetopterus dan Dodecaceria , bisa regenerasi dari segmen tunggal, dan lain-lain bisa meregenerasi bahkan jika kepala mereka dikeluarkan. Annelida adalah binatang yang paling kompleks yang dapat beregenerasi setelah kerusakan parah tersebut. Pada lintah sisi lain tidak bisa regenerasi.
Diperkirakan bahwa annelida awalnya binatang dengan dua terpisah jenis kelamin yang dirilis ova dan sperma ke dalam air melalui mereka nephridia. Telur yang telah dibuahi berkembang menjadi trochophore larva, yang hidup sebagai plankton. Kemudian mereka tenggelam ke laut lantai dan bermetamorfosis menjadi dewasa miniatur: bagian dari trochophore antara seberkas apikal dan prototroch menjadi prostomium (kepala); putaran area kecil trochophore's anus menjadi pygidium (ekor-sepotong), sebuah band sempit langsung di depan yang menjadi zona pertumbuhan yang menghasilkan segmen baru, dan sisanya dari trochophore yang menjadi peristomium (segmen yang berisi mulut) (Anonim 2010).
2.5.  Makan dan Kebiasaan makan
Secara umum filum Annelida makanan dan kebiasaan makan sesuai dengan kebiasaan hidupnya, karnivora, herbivore, omnivore, dan adapula yang makan detritus. Pemakan endapan langsung maupun tidak langsung.
Cacing Laut ( Nereis sp.) bersifat omnivora dengan ruang lingkup pakan yang luas terdiri dari jaringan tanaman,  menggunakan gigi yang tajam untuk menangkap hewan hidup atau memotong alga.  Sedangkan yang merupakan hewan predator dari hewan adalah kepiting dan ikan.
Makanan dari cacing laut ( Nereis sp.) yaitu meliputi : hewan-hewan invertebrata, algadan detritus. Cacing Laut ( Nereis sp.) mangsa dengan sepasang taring yang tajam dimana taringnya tersebut dapat menjulur keluar.  Selanjutnya sebagian besar pencernaan dan absorbsi terjadi pada organ pencernaan yang sangat banyak percabangannya dan tersebar pada seluruh bagian dalam tubuh, dimana hasil pencernaan diedarkan lewat intraseluler ( menjadi sari-sari makanan) ke seluruh jaringan tubuh dan dengan cara transport aktif dan difusi secara umumnya Olygochaeta mendapatkan makanan dengan cara menelan subtrat seperti halnya cacing tanah, dibahan organik yang melalui saluran pencernaan akan dicerna, kemudian tanah beserta sisa pencernaan dibuang melalui anus. Adakalanya makanan itu terdiri dari ganggang filamen, diatom atau detritus (Aslan, dkk., 2007).
Lintah hidup sebagai pemakan bangkai/predator, parasit. Predator makan larva, keong, serangga, cacing. 75% penghisap darah, melekat/nempel pada permukaan tubuh vertebrata (ikan-manusia). Darah dihisap oleh faring otot & menampung dalam tembolok.  Enzim saliva (hirudin) mencegah koagulasi darah. Dalam 1 x makan, lintah mengisap darah 10x berat tubuhnya.

2.6. Nilai Ekonomis
Cacing Polychaeta merupakan makanan alami yang baik bagi udang Windu (Penaeus monodon) di tambak, menjadikan warna udang lebih cemerlang sehingga meningkatkan mutu dan nilai jual dari udang tersebut                    (Aslan, dkk, 2010).
Menurut para ahli ilmu tanah, cacing tanah ada sekitar 1.800 macam, namun dari kesemua itu yang paling mudah dan cepat perkembangbiakannya adalah jenis Lumbricus rubellus dan Eisenia Foetida. Dari peternakan cacing ini kami malah mendapat penghasilan lain, yaitu menjual cacing dan pupuk organic /komposnya dari kelebihan hasil peternakan cacing kami.
          Kompos atau pupuk organic yang kami hasilkan kami dapat digunakan untuk pertanian sayuran, sawit, bahkan untuk perkembunan teh. Dengan menggunakan pupuk organik kami, biaya produksi dapat tertekan sedangkan hasilnya maksimal, dari segi kwalitas dan kwantitas.
Di beberapa negara Asia dan Afrika, cacing tanah yang telah dibersihkan dan dibelah kemudian dijemur hingga kering, lazim dijadikan makanan obat (healing foods). Biasanya disangrai atau digoreng kering, disantap sebagai keripik cacing. Diduga kebiasaan menyantap cacing ini dapat membantu menekan angka kematian akibat diare di negara-negara miskin Asia-Afrika.
Dalam dunia moderen sekarang ini, senyawa aktif cacing tanah digunakan sebagai bahan obat. Bahkan, tak sedikit produk kosmetik yang memanfaatkan bahan aktif tersebut sebagai substrat pelembut kulit, pelembab wajah, dan antiinfeksi. Sebagai produk herbal, telah banyak merek tonikum yang menggunakan ekstrak cacing tanah sebagai campuran bahan aktif.
Protein lintah ini juga boleh dijadikan minyak dan alternatif lain dalam penggunaan obat gosok. Lintah itu sendiri dijadikan obat (berbekam, dijadikan alternatif kedua untuk membersihkan darah kotor, nanah dan mencantikkan kulit yang keriput). Lintah juga menjadikan luka cepat sembuh. Selain itu, perkembangan teknologi telah meluncurkan inovasi pengobatan bagi pasangan suami istri yang memiliki masalah dalam keharmonisan hubungan seksual dengan menggunakan minyak lintah. Minyak lintah telah lama diakui keberadaannya karena telah dipercaya mempunyai khasiat yang luar biasa dalam mengatasi masalah seksual pria. Selain di Indonesia, di Malaysia minyak lintah begitu populer. Karena manfaatnya yang begitu besar serta telah terbukti aman.
Ektrak lintah adalah satu bahan yang penting di dalam bidang perobatan. Ini disebabkan oleh kandungan enzim yang terdapat di dalam ekstrak tersebut. Bahah-bahan enzim yang diketahui yang terdapat di dalam lintah ialah hirudin, histamine, pheromone dan nitrat oksida yang masing-masing mempunyai fungsi perubatan yang tertentu. Hirudin adalah bahan pembekuan darah atau anti-collagen yang boleh digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang berhubungan dengan pembekuan darah. Histamine, pheromone dan nitrat oksida , walaupun mempunyai fungsi tertentu dari segi perobatan, namun penggunaannya lebih ditujukan dengan aktivitas seksual. Histamine sebagai contoh, adalah bahan apabila digunakan mampu mengembangkan pembuluh darah dan memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke bagian-bagian tertentu.thus allows more flow of blood. Apabila lintah menghisap darah dari binatang mamalia, hirudin telah dimasukkan ke dalam saluran darah mamalia tersebut untuk pencairan. Setengah spesis lintah mempunyai hirudin di dalam air liur dan sebagian pula mengandung hirudin di dalan sel-sel badan mereka. Terdapat beberapa cara bagaimana ekstrak lintah dikeluarkan. Di Negara China misalnya, hirudin di keluarakan dari lintah hidup tanpa membunuhnya. Lintah ini kemudian dilepaskan semula ke kolam. Di Eropa hirudin yang dikeluarkan dari lintah jenis hirudo medicinalis, lintah-lintah ini dimatikan kemudian diproses melalui beberapa metode termasuk proses leeches are ketuahr, maesarasi, perkolasi, reflux dan sohxlet ( Anonim 2010).




III. METODE PRAKTIKUM
3.1.   Waktu dan Tempat
         Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 26 November 2011 pukul  14.00- 15.00 WITA. Bertempat di Laboratorium C Dasar  Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2.   Alat dan Bahan
         Alat dan Bahan  yang digunakan pada praktikum filum Annelida beserta kegunaanya dapat dilihat pada table 4 berikut:
Tabel  4.  Alat dan Bahan serta kegunaannya.
No.           Alat dan Bahan                                                 Kegunaan
 

A.     Alat   :
         -  Baki (Dissecting-pan)                              Wadah menyimpan objek
         -  Pisau bedah (Scalpel)                               Alat memotong dan membedah         objek
         -  Pinset (forceps)                                         Alat mengambil bahan
B.      Bahan   :
         -  Cacing  Laut                                              Objek yang diamati
            (Nereis sp.)
         -  Cacing Tanah                                            Objek yang diamati
            (Lumbricus terrestris)
-  Lintah (Hirudo sp.)                                    Objek yang diamati
 

3.3.   Prosedur Kerja
         Prosedur kerja pada praktiukum ini adalah sebagai berikut :
1.        Melakukan  pengamatan  pada  organisme  yang  telah diambil  dari  perairan.
2.        Meletakan organism  pada  baki  kemudian   mengidentifikasi  bagian-bagian
       organisme tersebut.
3.        Mengambar   bentuk  secara   morfologi  dan  anatomi  bagian-bagian    yang
       telah   diidentifikasi  dan  diberi  keterangan  pada  buku  gambar.





IV.   HASIL  DAN  PEMBAHASAN
4.1.   Hasil Pengamatan
         Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Struktur Morfologi Cacing Laut (Nereis sp.)

                                                                                                Keterangan   :
1.   Kepala  
2.   Parapodia
3.   Ruas-ruas tubuh
4.   Ekor
5.   Mata
      

Gambar 27.  Morfologi Cacing Laut (Nereis sp.)
Struktur Morfologi  cacing tanah (Lumericus Terrestris)



Keterangan :
1.      Kepala
2.      Cincin
3.      Tubuh
4.      Ekor
5.      Ruas-ruas tubuh/segmen

Gambar 28.  Morfologi Cacing Tanah (Lumbricus  terrestris)

Struktur Morfologi Lintah  (Hirudo sp.)

                                                                                                Keterangan   :
1.   Antena 
2.   Pelekat
3.   Duri-duri
4.   Bentuk tubuh
      


Gambar 29. Morfologi Lintah  (Hirudo sp.)
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              i.       
4.2.   Pembahasan
         Phylum Annelida mencakup berbagai jenis cacing yang mempunyai ruas-ruas sejati  seperti nereis, cacing tanah, dan lintah. Hewan-hewan tersebut terdapai di laut, air tawar, dan di darat.   Ciri khas phylum ini adalah tubuh terbagi menjadi ruas-ruas  yang sama kecuali saluran pencernaan  sepanjang sumbu anterior posterior.   Istilah lain untuk ruas tubuh yang sama ialah metamere, somite atau segment. Bagian tubuh paling anterior  disebut prostonium bukanlah suatu ruas, demikian pula bagian di ujung posterior yang disebut pigidium,  dimana terdapat di anus. Phylum Annelida terdiri atas sekitar 75.000 spesies meliputi 3 kelas yaitu Kelas Polychaeta, Kelas Oligochaeta dan Kelas Hirudinae. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan, dkk (2010) yang mengemukakan bahwa Ciri khas phylum ini adalah tubuh terbagi menjadi ruas-ruas  yang sama kecuali saluran pencernaan  sepanjang sumbu anterior posterior dan meliputi 3 kelas yaitu Kelas Polychaeta, Kelas Oligochaeta dan Kelas Hirudinae
Pada Pengamatan phylum annelida yaitu pada Cacing Laut ( Nereis sp.) ditemukan banyak bulu yang menyebar pada parapodia atau embetan tubuhnya yang melekat pada sisi masing-masing ruas bagian anterior. Cacing Laut ( Nereis sp.) hidup didalam sedimen tubuhnya terdiri dari segmen-segmen dan setiap segmennya terdapat sepasang parapodia, yang selain  berfungsi  sebagai  alat gerak juga berfungsi sebagai  alat  pernapasan  bantuan.  Hal ini  sesuai dengan  pernyataan Anonim ( 2010 ) yang mengemukakan bahwa Cacing Laut ( Nereis sp.) hidup didalam sedimen tubuhnya terdiri dari segmen-segmen dan setiap segmennya terdapat sepasang parapodia, yang selain berfungsi sebagai alat gerak juga berfungsi sebagai alat pernapasan bantuan. Cacing Laut ( Nereis sp.) umumnya  banyak  ditemui di daerah pantai, bebrapa jenis hidup dibawah  batu  karang,  dalam lubang  dan  liang di dalam  batu  karang,  dalam lumpur dan lainya hidup di dalam  tabung  yang  terbuat  dalam  bahan.
Pengamatan pada Cacing Tanah  (Lumbricus terrestris)  di temukan muut yang berfungsi sebagai tempat memasukkan makana berupa substrat  yang mengandung ganggang filamen, diatom dan detritus.  Pada cacing ini juga ditemukan beberapa segmen dengan epidermis yang menebal disebut clitellum yang merupakan cirri khas bagian yang digunakan sebagai alat untuk melakukan proses reproduksi yang mengandung sejumlah lendir. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Anonim 2010) yang menyatakan bahwa pada sepertiga dari bagian depan tubuhnya terdapat clitellum yang dibentuk oleh beberapa segmen berdekatan yang mengalami penebalan. Didalam clitellum berisi berbagia macam kelenjar atau lendir. Kepalanya kecil dan tidak mempunyai alat peraba.  Sifatnya hermafrodit dan daya regenerasinya tinggi.  Pernapasannya dengan menggunakan seluruh permukaan tubuhnya.  Habitatnya kebanyakan hidup pada tanah yang lembab, air tawar sedangkan cacing laut kebanyakan habitatnya ditemukan pada perairan laut dan ada pula yang hidup sebagai parasit dan bahkan sebagai predator.
Pada pengamatan kelas hirudinea, organisme yang diamati adalah lintah       (Hirudo sp.).Pada pengamatan terlihat bagian-bagian yaitu mulut, belalai, rectum, penghisap anterior, penghisap posterior, annulus, peleburan anus, ovary, testis. Pada pengamatan terlihat bahwa lintah ( Hirudo sp.) mempunyai tubuh yang pipih dorso-ventral dan ujung anterior biasanya meruncing. Lintah ( Hirudo sp.) mempunyai dua buah alat penghisap yaitu pada bagian anterior dan posterior sehingga hewan ini mudah untuk menempel dengan erat pada kedua ujungnya. Ini sesuai dengan pendapat Romimohtarto (2005) yang menyatakan bahwa Kelas hirudinea sangat mudah dikenal karena mempunyai bentuk yang khas yaitu mempunyai 2 buah alat penghisap, anterior, dan posterior. Lintah ( Hirudo sp.)  mempunyai  tubuh yang pipih atas bawah atau dorso-ventral dengan sebuah prostomium. Pada ujung anterior biasanya meruncing.Alat pengisap anterior yang mengelilingi mulut biasanya lebih kecil daripada alat pengisap posterior.Jumlah ruas sejati pada semua jenis lintah selalu tetap yaitu 34 buah tetapi adanya ruas-ruas semu membuat ruas ruas asli tampak tidak terlalu jelas.









V.   PENUTUP
5.1.  Kesimpulan
         Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum Phylum Annelida ini dapat dieberi kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara morfologi, Cacing Laut ( Nereis sp. ) terdiri atas   segmen-segmen dan  tiap segmen  terdapat sepasang parapodia.
2. Klafikasi dari Cacing laut (Nereis sp.) yaitu filum = Annelida, Class = Polychaeta, Ordo = Nereidinae, Family = Nereidae, Genus = Nnereis, dan Spesies = Nereis sp..
3. Secara morfologi cacing tanah (lumbricus terrestris) yaitu tubuh yang bersegmen-segmen dan mengandung lender serta mempunyai clitellum pada segmen tertentu.
4. Klsifikasi dari Cacing Tanah (Lumbricus Terrestris) yaitu     Kingdom  =  Animalia, Phylum  =  Annelid, Class  =  Oligochaeta, Ordo  =  Opisthopora, Famili  =Megascolecidae, Genus =  Lumbricus, Spesies  = Lumbricus sp.
5. Secara morfologi Lintah (Hiruso sp.) yaitu Ukuran dan panjang dari Lintah ada  berbagai macam ukuran, dari ukuran kecil, sedang dan besar. Dari yang panjang 1 inci sampai dengan 10 inci panjang.  Di kerongkongan tempat isapannya terdapat tiga rahang berbentuk setengah gergaji, dihiasi sampai 100 gigi kecil.  Dalam waktu 30 menit, lintah bisa menyedot darah sebanyak 15 ml s/d kuota yang cukup untuk hidupnya selama setengah tahun.
6. Klasifikasi dari lintah (Hirudo sp.) yaitu Kingdom  =  Animalia, Phylum  = annelid, Class =  clitellata, Ordo =  Hirudinea,  Famili  =  Arhychobdellida, Genus =  Hiroda, Spesies  =  Hirudos sp.

5.2.   Saran
         Saran saya sebagai praktikan agar pada praktikum selanjut alat-alat di laboratorium dapat dilengkapi agar tidak terjadi kendala dalam melakukan praktikum seperti yang telah terjadi pada praktikum Annelida ini dimana pada praktikum ini ada beberapa alat yang tidak digunakan seperti Mikroskop.
 
LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM V
(FILUM CRUSTASEA)


UNHALU
 




 

OLEH:

NAMA                                               : RONI NERLIANO
STAMBUK                                       : I1A2 10 061
             

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011

I.  PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
        Dalam bahasa latin, crusta berarti cangkang. Crustacea disebut juga hewan yang bercangkang, telah dikenal kurang lebih 26.000 jenis crustacea. Crustacea yang paling umum adalah udang dan kepiting. Crustacea masuk juga dalam jenis  Arthropoda, habitat Crustaceaterutama di air  yaitu danau, laut, dan sungai
Crustacea adalah suatu kelompok besar dari arthropoda, terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar maupun laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Kebanyakan anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya (Anonim, 2010).
Tubuh Crustacea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu (sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri dari 1 pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di sefalotoraks juga terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah. Sementara pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian ujungnya terdapat ekor (Anonim, 2010).
        Terdapat sekitar 40.000 spesies, mencakup jenis-jenis copepoda udang dan kepiting. Berukuran kurang dari 0,1 mm sampai 60 cm, dengan berbagai bentuk tubuh dari panjang sampai bulat. Sebagian besar hidup dilaut, 13% di air tawar, dan 3% di darat. Keberhasilan crustacea hidup diperairan antara lain disebabkan oleh anggota badannya yang bersendi-sendi, sehingga mudah berjalan atau berenang dengan cepat. Tubuh crustacea seperti halnya arthropoda lain dilapisi utikula dan biasanya mengandung zat kapur, baik pada epikutikula maupun prokutikula (Aslan dkk, 2010 )
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan pratikum mengenai filum Custceaa yaitu Portunus pelagicus, Scylla serrata, Penaeus monodon, Penaeus merguensis, Panulirus spp untuk mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2. Tujuan dan Kegunaan 
        Tujuan dari praktikum filum Crustacea adalah untuk mengetahui bentuk secara morfologi dan anatomi serta bagian-bagian dari Crustacea, dapat mengklasifikasikan fIlum Crustacea dan membedakan jantan dan betina. 
         Manfaat dari praktikum filum Crustacea adalah sebagai vahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Crustacea.

II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Klasifikasi
Rajungan yang bernama latin Portunus pelagicus, merupakan jenis kepiting yang sangat popular dimanfaatkan sebagai sumber pangan dengan harga yang cukup mahal. Rajungan merupakan kepiting yang memiliki habitat alami hanya di laut. Rajungan juga memiliki beberapa keunggulan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Rajungan dalam dunia perdagangan termasuk dalam kelompok “crab” (kepiting). Rajungan disebut juga “swimming crab” (kepiting berenang) dan kepiting disebut “mud crab” (kepiting bakau atau kepiting lumpur).
Terdapat beberapa jenis rajungan yang tersebar di Indonesia, antara lain: Rajungan angin (Podophthalmus vigil), Rajungan karang (Charybdis cruciata), Rajungan/ kepiting bulan terang (Portunus pelagicus),  Rajungan hijau/ kepiting batu (Thalamita crenata dan Thalamita danae), Rajungan batik (Charybdis natator),
 Kepiting (Scylla serrata), Rajungan bintang (Portunus sanguinolentus).
       Menurut Zaldi sambas, dalam Anonim (2010) kepiting Rajungan termasuk kedalam :
Kepiting Rajungan
                  Phylum      :  Crustacea
                        Class       :  Copepoda
                             Ordo    :  Branchyura
                                    Famili   :  Portunidae
                                         Genus    :  Portunus
                                                Species  :  Portunus pelagicus.
http://unlimited4sedoyo.files.wordpress.com/2011/06/026b5252-23cf-4f23-ad94-b838a898e012.jpg?w=250&h=169

Gambar 30. Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus)
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk dibudidayakan. Kepiting bakau banyak dijumpai di perairan payau yang banyak ditumbuhi tanaman mangrove. Kepiting bakau sangat disenangi oleh masyarakat mengingat rasanya yang lezat dengan kandungan nutrisi sejajar dengan crustacea yang lain seperti udang yang banyak diminati baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri.
Begitu banyak hasil laut dan air tawar yang merupakan komoditas andalan suatu daerah bahkan  suatu  negara seperti, ikan, kerang, udang, lobster dan kepiting. Khusus untuk kepiting sangat  jarang masyarakat kita yang membudidayakan kepiting secara  khusus, padahal jika dikelola dan dikembangkan secara terpadu, maka  kepiting in isangat menjanjikan.
Potensi pasar yang cukup besar memberi peluang bagi pengembangan budidaya kepiting bakau secara lebih serius dan komersial. Di sisi lain produksi kepiting selama ini secara keseluruhan masih mengandalkan tangkapan dari alam, sehingga kesinambungan produksinya tidak dapat dipertahankan.
            Kepiting bakau atau yang lebih dikenal dengan kepiting lumpur merupakan salah satu sumber daya perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi bila dikembangkan dan dibudidayakan. Pembudidayaan atau pemanfaatan secara komersil dari komoditas ini semakin meningkatkan baik untuk dikonsumsi dalam negeri maupun untuk diekspor.
Menurut Agriefishery, (2010) dalam Blog pada WordPress.com (2010) Kepiting Bakau termasuk kedalam :
      Phylum     :  Arthropoda
            Class     :  Crustaceae
                  Ordo   :  Decapoda
                      Famili   :  Portunidae
                           Genus   :  Scylla
                                  Species  :  Scylla serrata 
http://hotproducts.manufacturer.com/images/product/www.itrademarket.com/1010/k/545647_1crab-livemudcrabs.jpg
Gambar 31. Kepiting Bakau (Scylla serrata)
       Udang windu memiliki tubuh yang keras dari bahan chitin. Warna sekujur tubuhnya hijau kebiruan dengan motif loreng besar. Tubuh udang windu dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bagian cephalothorax yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang terdiri atas perut dan ekor. Cephalothorax dillindungi oleh chitin yang tebal atau disebut juga dengan karapas (carapace). Bagian cephalothorax ini terdiri dari lima ruas kepala dan delapan ruas dada, sementara bagian abdomennya terdiri atas enam ruas perut dan satu ekor (telson). Bagian depan kepala yang menjorok merupakan kelopak mata yang memanjang dengan bagian pinggir bergerigi atau disebut juga dengan cucuk (rostrum). Cucuk di kepala memiliki tujuh buah gerigi di bagian atas dan tiga buah gerigi di bagian bawah. Sementara itu, di bagian bawah pangkal kepala terdapat sepasang mata (Amir  2004).
       Udang Windu (Penaeus monodon) oleh diklasifikasikan sebagai berikut :
                Phylum    :  Arthropoda
                      Class     :  Crustaceae
                            Ordo  :  Decapoda
                                Famili  :  Penaeidae
                                          Genus   :   Penaeus
                                                 Species  :  Penaeus monodon      
Lihat gambar ukuran penuh
                   Gambar 32. Udang Windu (Penaeus monodon)      
Udang putih merupakan makanan laut (seafood) bernilai tinggi, sebagian besar didapatkan dari daerah-daerah pesisir tropis dangkal yang hangat di seluruh  dunia. Umumnya mereka hidup diantara 350 LU dan LS. Tidak kurang dari 97 spesies   yang
termasuk dalam famili Penaeidae.  Berdasarkan statistik perikanan global yang diterbitkan
(Sheridan,et . al., 1984)
      Udang putih memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan udang windu. Sebelum tahun 1980an, udag putih hanyalah hasil sampingan dari budidaya bandeng di tambak air payau. Biasanya benih udang (benur), masuk bersama dengan aliran air laut.
      Udang Putih (Penaeus merguensis) oleh H. Milne-Edwards, (1837), dalam wekepedia (2010) diklasifikasikan sebagai berikut :
         Phylum   :  Arthropoda
              Class     :  Crustaceae
                   Ordo   :  Decapoda
                        Famili  :  Penaideae
                              Genus  :  Penaeus
                                    Species  :  Penaeus merguiensis
Lihat gambar ukuran penuh
        Gambar 33. Udang Putih (Penaeus merguensis)
Tubuh lobster terbagi dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang.
Bagian depan
terdiri dari bagian kepala dan dada. Kedua bagian itu disebut chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh cangkang kepala, yang disebut carapace. Kelopak kepala bagian depan disebut rostrum atau cucuk kepala.
 Kepala lobster terdiri dari  enan  ruas.  Pada bagian  itu  terdapat  beberapa  organ lain. Sepasang mata berada pada ruas pertama. Kedua  mata  itu memiliki tangkai dan bias   bergerak. Pada  ruas  kedua  dan  ketiga   terdapat  sungut   kecil,   yang disebut antenula, dan sungut besar yang disebut antena.
       Sedangkan pada ruang, keempat, kelima dan keenam terdapat rahang (mandibula), maxilla I dan maxilla II. Ketiga bagian ini berfungsi sebagai alat makan (Wiyanto dan Hartono, 2003).
Organ lain yang ada pada bagian kepala adalah kaki jalan. Jumlahnya empat pasang, dengan ukuran kaki paling depan lebih besar.
Bagian belakang terdiri dari badan dan ekor. Kedua bagian itu disebut abdomen. Pada bagian atas abdomen ditutupi dengan enam buah kelopak. Sedangkan bagian bawahnya tidak tertutu, tetapi berisi kaki enam kaki renang. Ekor terdiri dari bagian tengah yang disebut telson, dan bagian samping yang disebut uropda.
Menurut Wiyanto dan Hartono (2003), ciri utama lobster air tawar jenis Red claw adalah kedua ujung capitnya berwarna merah. Untuk jantan warna merah muncul di bagian capit sebelah luar, sedangkan betina tidak seperti itu, tetapi terkadang dijumpai warna merah tersebut berada di bagian dalam.
Menurut Champel dan Stephenson (1959), dalam Eka Wahyuni Pratiwi (2001) Lobster  termasuk kedalam :
    Phylum   :  Arthropoda
            Class            :  Crustacea
      Sub Class            :  Malacostracea
            Ordo                     : Decapoda
Sub Ordo             :  Reptantia
      Famili                      :  Paniluriidae
Genus                       :  Panulirus spp
Species                  : Panulirus sp

http://hotproducts.manufacturer.com/images/product/www.itrademarket.com/0813/y/475199_rc.jpg
           Gambar 34. Lobster Air Tawar (Panulirus spp)
2.2. Morfologi dan Anatomi
Bagian cepahalothorax memiliki beberapa anggota tubuh yang pasangan, yakni sungut mini (antenula), sirip kepala (skopocherit), sungut besar (antenna), rahang (mendibulla), dan alat pembantu rahang (maxilla). Sementara itu bagian dada memiliki tiga pasang maxilliped yang berfungsi untuk berenang dan lima pasang kaki jalan (periopoda) yang berfungsi untuk berjalan dan membantu proses makan. Bagian abdomen memiliki lima pasang kaki renang (pleopoda) yang berfungsi untuk berenang dan sepasang sirip ekor (uropoda) yang membantu gerakkan melompat dan naik turun. Salah satu ujung siurip ekornya membentuk ujung ekor yang sebut dengan felson. Selain itu, dibawah pangkal ujung ekor terdapat anus untuk membuang kotoran (Amri, 2004).

      
2.3.Habitat dan penyebaran
Udang windu bersifat euryhaline, yakni secara alami bisa hidup diperairan yang berkadar garam dengan rentangan yang luas, yakni 5-450/00. Artinya, udang windu dapat hidup dilaut yang berkadar garam tinggi hingga diperairan payau yang berkadar garam rendah. Kadar garam ideal untuk pertumbuhan udang windu adalah 19-350/00 (Amri, 2004).
       
2.4.  Reproduksi dan Daur hidup 
        Reproduksi yang terjadi pada kepiting melalui proses perkawina, dimana yang jantan melekatkan diri pada betina kemudian menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang.
        Kematangan telur yang telah dibuahi ditandai dengan adanya perubahan warna telur dari orange ke coklat dan kemudian berwarna hitam.  Telur yang telah menetas akan berkembang menjadi larva yang disebut zoea.  Umumnya kepiting mengalami  4 stadia zoea.  Masa stadia zoea berlangsung sekitar 3-4 hari, stadia mangalopa dan arblet selama 5-7 hari.  Ada beberapa jenis kepiting yang hidup di estuari kemudian bermigrasi keperairan bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya dan setelah mencapai kepiting muda akan kembali ke estuari (Anonim, 2010).



Dalam perkawinannya, udang jantan meletakkan massa spermatoforik di bagian sternum  udang betina.  Peletakkan ini berlangsung beberapa waktu sebelum telur dikeluarkan.  Pembuahan terjadi pada saat telur dikeluarkan dari celah genital ditarik ke arah abdomen pasangan kaki kelima betina.  Capit pada pasangan kaki betina menyobek selaput pembugkus massa spermatoforik pada waktu menarik telur ke abdomen.  Saat inilah sperma keluar dari massa spermatoforik dan terjadilah pembuahan.
        Udang mempunyai daur hidup yang majemuk.  Telur yang dibuahi menjadi larva  dengan beberapa macam tingkatan yang berbeda-beda pada tiap jenis.  Pengetahuan tentang tingkatan-tigkatan mash sangat kurang, terutama terhadap jenis-jenis yang hidup di perairan tropik.  Lamanya waktu yang dijalani oleh tiap jenis dalam daur hidupnya berbeda-beda.
        Pada beberapa jenis udang perkembangan udang terlihat dengan adanya perubahan warna dari merah jingga sampai berwarna merah tua gelap.  Telur menetas menjadi larva yang disebut naupliosoma yang kemudian mengalami pergantian kulit yang disebut filosoma.  Larva filosoma mempuyai beberapa tingkatan dan untuk tiap jenis udang jumlah tingkatannya berbeda-beda.  Larva filosoma berkembang  sampai mencapai 11 tingkat, kemudian terjadi pergantian kulit dan menjadi udang muda (Anonim, 2010).  
 Hampir sepanjang hidupnya lobster (Panulirus sp) memilih tempat-tempat yang berbatu karang, di balik batu karang yang hidup maupun batu karang yang mati, pada pasir berbatu karang halu, di sepanjang pantai dan teluk-teluk. Karena itulah organisme ini dikenal dengan nama udang karang atau lobster. Lobster (Panulirus sp) kurang menyukai tempat-tempat yang sifatnya terbuka dan terlebih arus yang kuat. Tempat-tempat yang disukai adalah perairan yang terlindung.    Berdasarkan pengalaman nelayan, udang karang banyak terdapat di tempat-tempat yang memiliki kedalaman perairan 10 – 15 m. Kebiasaan hidupnyamerangkak di dasar laut berkarang, di antara karang-karang, di gua-gua karang, dan di antara bunga karang. Berdasarkan kebiasaannya merangkak, maka udang karang dapat dikatakan tidak pandai berenang, walaupun memiliki kaki renang (Subani, 1978). Udang karang termasuk hewan nokturnal yang aktif pada malam hari keluar meninggalkan sarangnya untuk mencari makan dan pasif di siang hari. Hewan nokturnal memiliki memiliki aktivitas yang tinggi pada permulaan menjelang malam dan berhenti beraktivitas dengan tiba-tiba ketika matahari terbit (Cobb and Phillips, 1980). Udang karang (Panulirus sp) mengonsumsi moluska dan echinodermata sebgai makanan yang paling digemarinya, selain ikan dan protein hewan lainnya, terutama yang mengandung lemak, serta jenis algae (Subani, 1978). Pada mulanya diperkirakan bahwa udang karang adalah scavenger, hal ini dikarenakan lebih banyak dari udang karang memakana umpan yang terpasang pada perangkap. Tetapi setelah dilakukan analisa isi lambing dan pengamatan di laboratorium, ternyata pendapat tersebut tidak benar. Makanan dari udang karang adalah hewan yang masih hidup atau baru saja dibunuhnya, dan lobster cukup selektif dalam memilih makanannya (Kanciruk, 1980). Menurut Subani, 1984 in Utami 1999, lobster dapat digolongkan sebagai binatang yang mengasuh dan memelihara keturunannya walaupun sifatnya hanya sementara. Lobster betina yang sedang bertelur melindungi telurnya dengan cara meletakkan atau menempelkan butir-butir telurnya di bagian bawah badan (abdomen) sampai telur tersebut dibuahi dan menetas menjadi larva udang. Menjelang akhir periode pengeluaran telur dan setelah dibuahi, lobster akan bergerak menjauhi pantai dan menuju ke perairan karang yang lebih dalam untuk penetasan Nontji (1993) menyatakan bahwa, jumlah telur yang dihasilkan setiap ekor betina lobster dapat mencapai lebih dari 400.000 butir. Telur-trlur tersebut akan menetas dan berubah menjadi larva pelagis. Selanjutnya dikatakan pula bahwa, udang karang (lobster) mempunyai daur hidup yang kompleks. Telur yang telah dibuahi menetas menjadi larva dengan beberapa tingkatan (stadium). Larva lobster memiliki bentuk yang sangat berbeda dari yang dewasa. Larva pada stadium filosoma misalnya, mempunyai bentuk yang pipih seperti daun sehingga mudah terbawa arus. Semenjak telur menetas menjadi larva hingga mencapai tingkat dewasa dan akhirnya mati, maka selama pertumbuhannya, lobster selalu mengalami pergantian kilit (moulting). Pergantian kulit tersebut lebih sering terjadi pada stadia larva. (Subani, 1984 in Utami, 1999) Secara umum dikenal adanya tiga tahapan stadia larva, yaitu “naupliosoma”, ”filosoma”, dan “puerulus”. Perubahan dari stadia satu ke stadia berikutnya selalu terjadi pergantian kulit yang diikuti perubahan-perubahan bentuk (metamorphose) yang terlihat dengan adanya modifikasi-modifikasi terutama pada alat geraknya. Pada stadia filosoma yaitu bagian pergantian kulit yang terakhir, terjadi stadia baru yang bentuknya sudah mirip lobster dewasa walaupun kulitnya belum mengeras atau belum mengandung zat kapur. Pertumbuhan berikutnya setelah mengalami pergantian kulit lagi, terbentuklah lobster muda yang kulitnya sudah mengeras karena diperkuat dengan zat kapur. Bentuk dan sifatnya sudah mirip lobster dewasa (induknya) atau disebut sebagai juvenile. Lama hidup sebagai stadia larva untuk lobster berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Lobster yang hidup di perairan tropis, prosesnya lebvih cepat dibanding dengan yang hidup di daerah sub-tropis. Waktu yang diperlukan untuk mencapai stadia dewasa untuk lobster torpis antara 3 sampai 7 bulan (Subani, 1984 in Utami, 1999).

2.5.  Makanan dan Kebiasaan makan
Makan udang bermacam-macam (omnivorus), seperti jenis Crustacea rendah, sipit kecil, cacing, larva, serangga, maupun sisa-sisa bahan organic, baik tumbuhan maupun hewan. Udang juga bersifat kanibal, yang menjadi sasaran terutama udang yang sedang berganti kulit.
        Makanan kepiting adalah jenis-jenis ikan kecil dan beberapa jenis avertebrat kecil.  Dalam pembudidayaannya kepiting tidak serewel udang.  Serasah dan ranting-ranting bakau yang melapuk merupakan makanan pokok Crustaceae tersebut.  Adapula yang menyebutkan bahwa usus ayam, berbagai jenis ikan dan limbah ikan sebagai makanan tambahan yang baik bagi kepiting.  Untuk mencari mangsanya kebanyakan kepiting membenamkan diri di dasar perairan untuk menunggu mangsa  yang mendekat.
        Pada umumnya makanan dari udang adalah bangkai dari hewan-hewan kecil dan tumbuhan.  Dalam pembudidayaannya, makanan yang diberikan kepada udang merupakan bahan-bahan yang mudah didapat, namun adakalanya para petambak mengandalkan makanan alami dari dalam tambak itu sendiri berupa zat hara. Perlu diketahui bahwa kondisi makanan dari udang perlu diperhatikan karena udang memiliki sifat kanibalisme yaitu pemangsaan yang dilakukan udang terhadap udang lainnya yang lebih lemah.
            Lobster air tawar termasuk hewan omnifora Dihabitat alaminya, biasa mengonsumsi pakan berupa biji- bijian, ubi- ubian, tumbuhan, hewan yang mati (scavenger), sekaligus memangsa hewan hidup lain dari kelompok udang. lobster aur tawar memiliki sifat kanibal. Tahapan aktivitasnya saat perkawinan hingga muncul juvenile sebagai berikut. Mencari pasangan melakukan percumbuan antar pasangan, melakukan perkawinan, induk betina mengerami telur dan Induk betina mengasuh benih hingga waktu tertentu. Habitat asli lobster air tawar adalah danau, rawa, atau sungai air tawar. Berkaitan dengan kondisi lingkungan habitat alami, beberapa spesies lobster air tawar hidup dengan suhu air minimum 8°C.. Mereka diketahui toleran terhadap kandungan oksigen terlarut sangat rendah. Akan tetapi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik tentu tidak akan dapat dilakukan pada kondisi demikian. Untuk tumbuh dan berkembang dengan baik mereka memerlukan kadar oksigen terlarut lebih dari 4ppm.
2.6.Nilai Ekonomis
Rajungan di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai e
konomis tinggi yang diekspor terutama ke Amerika, yaitu mencapai 60 % dari total hasil tangkapan rajungan. Rajungan juga diekspor ke berbagai negara dalam bentuk segar yaitu ke Singapura dan Jepang, sedangkan yang dalam bentuk olahan (dalam kaleng) diekspor ke Belanda. Komoditas ini merupakan komoditas ekspor urutan ketiga tertinggi setelah udang dan ikan.
Daging rajungan mempunyai nilai gizi tinggi. Rata-rata per 100 gram daging rajungan mengandung karbohidrat sebesar 14,1 gram, kalsium 210 mg, fosfor 1,1 mg, zat besi 200 SI, dan vitamin A dan B1 sebesar 0,05 mg/ 100 g. Keunggulan nilai gizi rajungan adalah kandungan proteinnya yang cukup besar, yaitu sekitar 16-17 g/ 100 g daging rajungan. Angka tersebut membuktikan bahwa rajungan dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup baik dan sangat potensial. Keunggulan lain adalah kandungan lemak rajungan yang sangat rendah. Hal ini sangat baik bagi seseorang yang memang membatasi konsumsi pangan berlemak tinggi. Kandungan lemak rendah dapat berarti kandungan lemak jenuh yang rendah pula, demikian halnya dengan kandungan kolestrol.
Kepiting banyak diminati dikarenakan daging kepiting tidak saja lezat tetapi juga menyehatkan. Daging kepiting mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Meskipun mengandung kholesterol, makanan ini rendah kandungan lemak jenuh, merupakan sumber Niacin, Folate, dan Potassium yang baik, dan merupakan sumber protein, Vitamin B12, Phosphorous, Zinc, Copper, dan Selenium yang sangat baik.
Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker dan pengrusakan kromosom, juga meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri. Untuk kepiting lunak/soka, selain tidak repot memakannya karena kulitnya tidak perlu disisihkan, nilai nutrisinya juga lebih tinggi, terutama kandungan chitosan dan karotenoid yang biasanya banyak terdapat pada kulit semuanya dapat dimakan.
Kepiting tersebut diekspor dalam bentuk segar/hidup, beku, maupun dalam kaleng. Di luar negeri, kepiting merupakan menu restoran yang cukup bergengsi. Dan pada musim-musim tertentu harga kepiting melonjak karena permintaan yang juga meningkat terutama pada perayaan-perayaan penting seperti imlek dan lain-lain. Pada saat-saat tersebut harga kepiting hidup di tingkat pedagang pengumpul dapat mencapai Rp.100.000,- per kg yang pada hari biasa hanya Rp.40.000,- untuk grade CB (betina besar berisi/bertelur, ukuran > 200 g/ekor) dan Rp.30.000,- untuk LB (jantan besar berisi, ukuran > 500g- 1000g/ekor).
Kepiting lunak/soka harganya dua kali lipat lebih tinggi. Di luar negeri, harga kepiting bakau grade CB dapat mencapai 8.40 U$ – 9.70 U$ per kg sedangkan LB dihargai 6.10 U$ – 9.00 U$ per kg. Ukuran >1000g (Super crab) harganya 10.5 U$ per kg.
Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai komersil, kulitnyapun dapat ditukar dengan dollar. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peran sebagai anti virus dan anti bakteri dan juga digunakan sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang murah dan aman.
Sayang, prospek bisnis yang sangat menjanjikan ini belum mendapat perhatian yang cukup dari pengusaha. Padahal mulai dari pembenihan hingga budidayanya menjanjikan keuntungan yang besar. Banyak faktor yang menyebabkan investasi dan usaha di bidang kelautan pada umumnya sangat rendah. Tapi yang paling utama adalah kebijakan pembangunan ekonomi yang belum memihak ke bidang ini serta belum dipahaminya potensi dan peluang usaha (bisnis) di bidang ini oleh kalangan pengusaha, pemerintah, dan stakeholders lainnya.
Sebagai contoh, hingga saat ini terbatasnya alat tangkap yang dimiliki menyebabkan nelayan pencari kepiting bakau DI Kalimantan sulit berkembang. Belum adanya sinergi antara pemerintah, kalangan pengusaha dan stakeholders lainnya inilah salah satu penyebabnya. Akses pasar yang terbatas membuat hasil tangkapan nelayan yang sedikit itu dihargai rendah.
Padahal, potensi pasar kepiting bakau di pasar domestik dan luar negeri cukup menjanjikan. Sebagian besar nelayan di Kalimantan hanya mengandalkan perahu dayung untuk mencari kepiting bakau. Mereka tidak punya modal untuk membeli perahu bermesin. Selain tidak memiliki perahu bermesin, para nelayan juga kesulitan membeli bubu khusus untuk menangkap kepiting bakau. Mereka mengaku tidak mampu membuat sendiri bubu khusus untuk menangkap kepiting dan terpaksa membeli pada perajin.
Kemudian harga kepiting yang rendah dinilai menyebabkan tingkat kesejahteraan nelayan Kalimantan belum juga membaik. Terlebih untuk modal pengembangan usahanya. Hasil tangkapan nelayan itu juga sangat kecil, belum mampu memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat setiap tahunnya. Untuk pasar domestik kepiting bakau tahun 2004 saja membutuhkan pasokan 20.903 ton. Apalagi tahun-tahun belakangan ini.
Udang merupakan salah satu komoditi perikanan yang perlu mendapat perhatian, karena disamping harganya yang mahal di pasaran lokal, juga memberi peluang untuk pasaran ekspor.  Banyaknya permintaan udang di pasaran dapat memberikan keuntungan kepada para petambak udang.
                                                                              
III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
      Praktikum filum Crustasea ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 25 November 20118 pukul 13.00-16.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium C, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
     Alat dan bahan yang digunakan  pada praktikum Filim Crustacea ini dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Alat dan Bahan  beserta kegunaannya.
  No.    Nama Alat dan Bahan                                  Kegunaan
    1.     Alat
           - Baki                                       Untuk meletakkan organisme yang diamati
           - Pisau                                      Untuk membedah organisme yang diamati
           - Pinset                                     Untuk mengambil organisme yang diamati
           - Alat tulis                                Untuk menggambar hasil pengamatan
    2.    Bahan
           - Cacing tanah                          Organisme yang diamati
              (Lumbricus terrertris)
           -  Cacing laut                            Organisme yang diamati
               ( Nereis sp.)
-   Lobster (Panulirus sp.)         Organisme yang diamati
 
3.3.  Prosedur Kerja
      Prosedur kerja dari phylum Annelida ini adalah :
-       Melakukan pengamatan pada organismo yang telah di ambil dari perairan.
-       Meletakkan oerganisme pada baki kemudian menidentifikasi bagian-bagian organisme tersebut.
-       Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
       Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
morfologi Kepiting bakau (Scyla Serrata)

                                                                                    Keterangan     :
                                                                                    1.   Mata
                                                                                    2.   Antena
                                                                                    3    Capit
                                                                                    4.   Propondus
                                                                                    5.   Carpus
                                                                                    6.   Merus
                                                                                    7.   Karapaks
                                                                                    8.   Kaki renang
                                                                                    9.   Kaki jalan
Gambar 34. Morfologi Kepiting Bakau (Scyla Serrata)
Morfologi Kepiting Rajungan (P. pelagicus)

               Keterangan     :
               1. Mata
               2. Capit
               3. Duri-duri
               4. Cangkang
               5  Kaki Renang
               6  Kaki jalan



Gambar 35. Morfologi Kepiting Rajungan (P. pelagicus)
Bagian oral (bawah) kepiting rajungan (P. Pelagicus.)
                                                                                                         Keterangan :
1.Mulut
2.Abdomen


Gambar 36. Kepiting Rajungan (P. Pelgicus.)
Morfologi Udang Windu (P. Monodon)                                   
              Keterangan :
1.      Ekor
2.      Mata 
3.      Ruas tubuh
4.      Kaki renang
5.      Kaki jalan
6.      Antena
7.      Cangkang tubuh
 
   





Gambar 37. Morfologi Udang Windu (P. Monodon)

Morfologi Udang putih (Panaeus merguensis)

                                                                                            
Keterangan:
1.      Mata
2.      Karapak
3.      Kaki jalan
4.      Kakirenang
5.      Mondila
6.      Antena
7.      Mata
8.      Telson
9.      Uropoda

Gambar 38.Morfologi Udang putih (Panaeus merguensis)
Morfologi  Lobster  Air Tawar (Panulirus spp).

Keterangan:
1.      Antena 1
2.      Antena 2
3.      Mata
4.      Kaki
5.      Tangan
6.      Cangkang tubuh
7.      Duri
8.      Ruas tubuh
9.      Ekor



Gambar 39.Morfologi  Lobster  Air Tawar (Panulirus spp)
4.2. Pembahasan
       Bagian-bagian yang terdapat pada tubuh Udang Windu (Penaeus monodon) sama saja dengan yang terdapat pada Udang Putih (Penaeus merguensis). Pada bagian kepalanya terdapat antenula dan sepasang antenula. Terdapat mata yang berfungsi sebagai alat penglihatan, mulut digunakan sebagai pencernaan. Pada bagian bawah terdapat 5 pasang kaki renang yang berfungsi untuk berjalan didalam air. Kaki jalannya beruas-ruas agak panjang seperti kaki renangnya. Pada bagian ekor terdapat kulit yang tajam dan keras yang disebut telson yang berfungsi sebagai pengarah, dan pada bagian kepalanya terdapat duri yang tajam seperti gergaji yang disebut rostrum yang berfungsi untuk menangkap dan melumpuhkan mangsanya (sebagai alat pelindung). Pada bagian punggungnya terdapat lempengan yang keras disebut karapaks yang berfungsi untuk melindungi organ bagian dalam. 
      Pada pengamatan udang putih ( Penaeus merguensis) terlihat bagian- bagian antenula, antenna, mata, kaki jalan, kaki renang, telson, uropod, perut, mandible, cephalothorax, dan caudal.  Tubuh dari hewan ini beruas-ruas. Cephalothorax merupakan kepala dan dada yang menyatu, caudal merupakan bagian ekor. Mandible mempunyai fungsi untuk menggiling dan menggigit. Antena dan antenula mempunyai fungsi sebagai organ sensor. bahwa udang putih ( Penaeus merguensis) mempunyai tubuh yag berbuku-buku. Bagian tubuh dari udang ini sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk makan, bergerak, menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas dan juga digunakan sebagai organ sensor seperti pada antena dan antenula.
       Udang jantan dan udang betina pada alat kelamin luarnya. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2010) bahwa adanya petasma pada kaki renang pertama menunjukkan bahwa udang tersebut merupakan udang jantan, sedangkan pada udang betina terdapat thelycum pada kaki jalan terakhir.  Perbedaan lain yang dapat kita lihat yaitu pada udang jantan, pasangan pleopod 1 dan 2 bersatu yang disebut gonopod yang berfungsi untuk menyalurkan spermatozoa sedangkan pada udang betina pada segmen ke 11 terdapat penebalan kelamin yang disebut thelycum.
       Perbedaan antara udang jantan dan udang betina yaitu terdapat pada alat kelaminnya dimana pada udang jantan alat kelamin berada di kaki renang pertama (Pleopods) sedangkan pada udang betina alat kelamin berada di antara kaki jalan terakhir yang sesuai dengan pernyataan Anonim (2010) yang menyatakan bahwa pada udang jantan pasangan pleopod 1 dan 2 bersatu yang disebut gonopod, yang berfungsi untuk menyalurkan spermatozoa.                                                                                                                                                
       Pada pengamatan kepiting rajungan (Scylla serrata) secara morfologi nampak  adanya karapaks, pada kaki renangnya terdapat basis, ischium, merus, carpus, propondus, dan dactilus sedangkan pada bagian capit terdapat dactilus diam dan dactilus bergerak. Menurut Anonim (2010) bahwa karapaks pada kepiting rajungan berfungsi untuk melindungi organ-organ yang ada di dalam, kaki renang berfungsi sebagai alat untuk berenang, kaki jalan berfungsi sebagai alat untuk berjalan.  Bagian-bagian pada kepiting rajungan hampir sama  dengan bagian-bagian pada kepiting bakau. Meskipun terlihat sama pada bagian-bagian anggota tubuhnya, namun morfologi kepiting rajungan bebeda dengan kepiting bakau, dimana rajungan memiliki tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapaksnya.
        Umumnya, kepiting jantan dan betina dapat dibedakan secara morfologinya, perbedaannya dapat kita lihat pada bagian abdomennya.Bahwa pada kepiting jantan bagian abdomennya berbentuk runcing sedangkan pada kepiting betina bagian abdomennya melebar.  Selain itu ukuran pada kepiting jantan dan betina berbeda dimana kepiting jantan memiliki ukuran yang lebih besar dari pada kepiting betina.
   Kepiting bakau ( Scylla serata) memepunyai karapaks yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya sehingga karapaks menutupi tubuhnya. Ini sesuai dengan pendapat Sambas. Z (2010) yang menyatakan bahwa Kepiting Bakau (Scylla serata)  mempunyai ukuran lebar karapaks lebih besar dari ukuran panjang tubuhnya dan permukaannnya agak licin. Di samping kanan dan kirinya masing-masing terdapat 9 buah duri. Pada jantan mempunyai sepasang capit yang panjangnya dapat mencapai 2 kali,lipat dari panjang karapaksnya sedangkan pada betina relative lebih pendek.
            Pada kepiting bakau ( Scylla serata), perbedaan antara jantan dan betina dapat diketahui dengan mengamati ukuran tubuh kepiting tersebut. Pada kepiting jantan mempunyai ukuran yang lebih kecil dari pada kepiting betina yang bisa dilihat pada capitnya. Ini sesuai dengan pendapat Anonim (2010) yang menyatakan bahwa untuk membedakan antara kepiting jantan dan betina adalah dapat dilihat dari ukurannya yaitu kepiting jantan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan kepiting betina dan juga tampak pada ukuran capit dari kepiting tersebut.







V. PENUTUP
5.1.   Kesimpulan
        Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Secara morfologi kepiting rajungan (Portunus pelagicus) memiliki chipbranchial spine yang panjang dan meiliki warna yang menarik pada karapaksnya.
2.      Klasifikasi dari kepiting rajungan (portunus palagicus) yaitu Kepiting Rajungan, Phylum:  Crustacea, Class :  Copepoda, Ordo    :  Branchyura, Famili   :  Portunidae, Genus    :  Portunus, Species  :  Portunus pelagicus.
  1. Secara morfologi Kepiting Bakau (Scylla serata) memiliki tubuh yang berbuku-buku diseluruh permukaan tubuhnya, pada bagian tubuhnya terdiri atas kepala, dada (thoraks), dan perut (abdomen), kepala dan dada yang menyatu disebut dengan chepalothoraks.
4.      Klasifikasi dari kepiting bakau (Scylla serata) yaitu Phylum     :  Arthropoda, Class     :  Crustaceae, Ordo   :  Decapoda, Famili   :  Portunidae, Genus   :  Scylla, Species  :  Scylla serrata 
  1. Secara morfologi udang windu (penaeus monodon) Tubuh udang windu dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing.        Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau Carapace. Bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau rostrum. Pada bagian atas rostrum terdapat 7 gerigi dan bagian bawahnya 3 gerigi.
6.      Klasifikasi dari udang windu (penaeus monodon) yaitu Phylum    :  Arthropoda, Class     :  Crustaceae, Ordo  :  Decapoda, Famili  :  Penaeidae, Genus   :   Penaeus, Species  :  Penaeus monodon.
7.      Secara morfologi Udang putih ( Penaeus merguensis) mempunyai tubuh yang dibentuk oleh dua yaitu exopodite dan endopodite. Udang ini mempunyai tubuh yang berbuku-buku dan aktifitas moulting biasanya terjadi secara periodik. Bagian tubuh dari udang ini sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk makan, bergerak, menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas dan juga dugunakan sebagai organ sensor seperti pada antenna dan anténula.
8.      Klasifikasi dari udang putih (penaeus merguensis) yaitu  Phylum   :  Arthropoda, Class     :  Crustaceae, Ordo   :  Decapoda, Famili  :  Penaideae,  Genus  :  Penaeus, Species  :  Penaeus merguiensis
9.      Secara morfologi lobster (panulirus spp.) pada bagian kepala terdapat beberapa anggota tubuh yang berpasang-pasangan, antara lain sungut kecil (antenulla), sirip kepala (scophocerit), sungut besar (antenna), rahang (mandibula), alat pembantu rahang (maxilla) yang terdiri atas dua pasang, dan maxilliped yang terdiri atas tiga pasang.  Pada bagian perut terdapat lima pasang kaki renang (Pleopoda) yang letaknya terdapat pada masing-masing ruas.
10.  Klasifikasi dari lobster (panulirus spp.) yaitu Phylum: Arthropoda, Class:Crustacea , Sub Class:  Malacostracea, Ordo : Decapoda, Sub Ordo  :  Reptantia,  Famili:  Paniluriidae, Genus :  Panulirus spp, Species: Panulirus sp.
5.2.   Saran
 Saran saya sebagai praktikan adalah alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum dapat lebih dilengkapi sehingga dapat mendukung praktikum selanjutnya.
                        





 
LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM VI
(FILUM ECHINODERMATA)



UNHALU
 



 





OLEH:


NAMA                                               : RONI NERLIANO
STAMBUK                                       : I1A2 10 061
PROGRAM STUDI                         : BUDIDAYA PERAIRAN
             




PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2011



I. PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
         Echinodermata berasal dari bahasa latin “Echinoe” yang artinya duri  atau landak dan “derma” yang artinya kulit. Oleh karena itu Echinodermata disebut juga dengan hewan yang berkulit keras dan tubhnya yang berbintik. Termasuk dalam Phylum Echinodermata antara lain bintang laut, bintang ular, bulu babi, teripang dan lili laut. Phylum Echinodermata umumnya berukuran besar dan yang terkecil berdiameter 1 cm. Bentuk  tubuh Echinodermata yaitu simetris radial 5 penjuru. Echinodermata tidak mempunyai kepala, tubuh tersusun dalam sumbu oral-aboral. Tubuh tertutup epidermis tipis yang menyelubungi rangka mesodermal. Permukaan tubuh terbagi menjadi 5 bagian yang simetris terdiri atas daerah ambulakral tempat menjulurnya kaki tabung dan daerah interambulakral yang tidak memiliki kaki tabung (Suwignyo, dkk.,  2005)
Echinodermata terbagi menjadi 5 kelas yaitu, Holothuroidea (teripang), Asteroidea (bintang laut),  Ophiruidea (bintang ular), Echinoidea (bulu babi), dan Crinoidea (lili laut). Hewan-hewan ini sangat umum dijumpai di daerah pantai terutama di daerah terumbu karang (Aslan, dkk.,  2008).
Echinodermata merupakan satu-satunya Phylum yang dalam dunia hewan anggotanya tidak ada yang hidup parasit. Beberapa spesies merupakan inang bagi berbagai jenis binatang  atau merupakan tempat berlindung. Dengan banyaknya spesies yang dimiliki akan menambah keanekaragaman di dunia pada umumnya dan jenis organisme perairan pada khususnya yang berpotensi dalam bidang perikanan, oleh sebab itu kita mempelajari Phylum Echinodertmata ini karena banyaknya manfaat yang dimilikinya.
Echinodermata adalah filum hewan terbesar yang tidak memiliki anggota yang hidup di air tawar atau darat. Hewan-hewan ini juga mudah dikenali dari bentuk tubuhnya: kebanyakan memiliki simetri radial, khususnya simetri radial pentameral (terbagi lima). Walaupun terlihat primitif, Echinodermata adalah filum yang berkerabat relatif dekat dengan Chordata (yang di dalamnya tercakup Vertebrata), dan simetri radialnya berevolusi secara sekunder. Larva bintang laut misalnya, masih menunjukkan keserupaan yang cukup besar dengan larva Hemichordata.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan pratikum mengenai filum AEchinodemata yaitu Teripang (Holothuria scabra), dan Bintang laut (Prototeaster nodosus), Bulu babi (Mespilia globulus), Bintang ular (Ophiutricodea nereidina) untuk mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum Filum Echinodermata adalah untuk dapat mengetahui dan membedakan Filum Echinodermata yang terbagi dalam kelas  Holothuroidea, Asteroidea,  Ophiruidea, Echinoidea, dan Crinoidea.
Manfaat dari praktikum Filum Echinodermata untuk dapat melihat secara langsung morfologi dan anatomi, sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Echinodermata.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi
Hewan ini memiliki kerangka dalam yang terdiri dari lempeng-lempeng kapur.Lempeng-lempeng kapur ini bersendi satu dengan yang lainnya dan terdapat di dalam kulit. Hewan ini juga umumnya mempunyai duri-duri kecil. Duri-durinya berbentuk tumpul dan pendek.
Jenis-jenis yang termasuk dalam filum Echinodermata antara lain bintang laut, bulu babi dan teripang. Umumnya berukuran besar dan yang terkecil berdiameter 1 cm, terdapat 6750 species hidup, namun keanekaragamanya lebih rendah dibandingkan dengan jenis-jenis pada era Palazoikum.
Bintang ular memiliki pisin pusat kecil,  sedangkan tangan-tangannya panjang dan langsing, adakalanya bercabang-cabang, rangka pada tangan terdiri dari osicle kapur yang bersambungan dan tersusun seperti tulang belakang atau vertebrae. Kaki tabung tidak mempunyai alat penghisap maupun ampula fungsinya  sebagai alat peraba, membantu pernapasan dan membawa makanan ke mulut (Suwignyo, dkk.,  2005).
Teripang adalah hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar substrat pasir, lumpur pasiran maupun dalam lingkungan terumbu. Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan di terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan (trophic levels).
         Menurut Radiopoetra (2005) klasifikasi dari Bintang laut ( Proreaster nodosus) adalah sebagai berikut :
Kingdom  : Animalia
Phylum    : Echinoidea
Klass       :  Asteroidea
Ordo        : Spinocosidae
Famili      : Spinocosidae
Genus      : Proreaster
Spesies    : Proreaster nodosus
Gambar 35. Morfologi Bintang laut (Proreaster nodosus)
Menurut Radiopoetra (2005) klasifikasi dari Bulu babi ( Deadema setosum) adalah sebagai berikut :
Kingdom  : Animalia
Phylum    : Echinoidermata
Klass       :  Echinoidea
Ordo        : Deadematoda
Famili      : Deadematodae
Genus      : Deadema
Spesies    : Deadema setosum
i(03)
Gambar 36. Morfologi Bulu Babi (Deadema setosum)
Menurut Radiopoetra (2005) klasifikasi dari Bintang ular ( Ophiotrichoidea mereidina ) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum   : Echinoidermata
Klass      :  Ophiuroidea
Ordo       : Ophiuroidea
Famili    : Ophiotttricoidea
Genus    : Ophiotttricoidea
Spesies  : Ophiotttricoidea mereidina
i(05)
Gambar 37. Morfologi Bintang Ular (Ophiotttricoidea mereidina)
Menurut Radiopoetra (2005) klasifikasi dari Teripang (Holothuria scabra) adalah sebagai berikut :
Kingdom  : Animalia
Phylum    : Echinoidermata
Klass       :  Holothuroide
Ordo        : Aspidaehirotidae
Famili      : Aspidaehirotidae
Genus      : Holothuria
Spesies    : Holothuria scabra
Gambar 38. Morfologi teripang (Holothuria scabra)
2.2. Morfologi dan Anatomi
          Bintang laut merupakan hewan invertebrata  yang termasuk dalam Phylum Echinodermata, dan kelas Asteroidea. Bintang laut merupakan hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan. Bintang laut tidak memiliki rangka yang mampu membantu pergerakan. Rangka mereka berfungsi sebagai perlindungan. Bintang laut bergerak dengan menggunakan sistem vaskular air. Bintang laut bergantung pada kepada kaki tabung yang terletak di bagian ventral lengan, yang berfungsi untuk membantu pergerakan dan membantu makan  (Anonim,  2008).
gbr40 
Gambar 39. Morfologi dan anatomi bintang laut
Tubuh bintang laut terdiri atas lima lengan atau lebih yang tersusun radial. Pada ujung-ujung lengan terdapat alat sensor. Ujung tentakel pada bintik matayang mengandung pigmen merah ,peka terhadap cahaya. Permukaan tubuh bagian atas di tutupi duri-duri tumpul berbentuk catut (pediselaria). Pada umumnya berwarna orange,biru, ungu, hijauatau gabungan warna-warna tersebut. Alat organ tubuhnya bercabang ke seluruh lengan. Mulut terdapat di permukaan bawah atau disebut permukaan oral dan anus terletak di permukaan atas (permukaan aboral). Kaki tabung tentakel (tentacle) terdapat pada permukaan oral. Sedangkan pada permukaan aboral selain anus terdapat pula madreporit. Madreporit adalah sejenis lubang yang mempunyai saringan dalam menghubungkan air laut dengan sistem pembuluh air dan lubang kelamin (Anonim, 2009).
Bintang ular laut memiliki lima buah lengan yang fleksibel atau lentur tetapi mudah putus. Pada lengan Ophioderma superba terdpat rongga coelom yang kecil, tali syaraf, rongga pembuluh darah, dan cabang-cabang system saluran air. Memiliki kaki tabung yang kecil (tentakel) terletak ventrolateral tanpa alat pengisap atau ampula, bagian ini merupakan organ sensoris, membantu dalam respirasi, dan meneruskan makanan ke dalam mulut. Ophioderma superba memiliki alat pencernaan pada bagian cakramnya tetapi tidak memiliki anus. Sisa-sisa pencernaan makanan akan dikeluarkan kembali melalui mulutnya. Reproduksi terjadi secara generatif, pembuahan terjadi di luar tubuh. Habitat ditemukan pada perairan besar, dari kutub sampai tropis (Anisa F Fauziah,2011).


Gambar 40. Anatomi bintang ular laut
Bintang ular laur tubuhnya memiliki 5 lengan yang panjang-panjang. Kelima tangan ini juga bisa digerak-gerakkan sehingga menyerupai ular.  Mulut dan madreporitnya terdapat di permukaan oral. Hewan ini tidak mempunyai amburakal dan anus, sehingga sisa makanan atau kotorannya dikeluarkan dengan cara dimuntahkan melalui mulutnya.  Hewan ini hidup di laut yang dangkal atau dalam. Biasanya bersembunyi di sekitar batu karang, rumput laut, atau mengubur diri di lumpur/pasir. Bintang ular laur sangat aktif di malam hari. Makanannya adalah udang, kerang atau serpihan organisme lain (sampah) (Anonim, 2009).
Teripang di kenal sebagai timun laut, tubuh panjang silindris dan lunak, simetri bilateral, secara sekunder karena sumbu oral aboral memanjang dan terletak sejajar dengan substrak. Mulut dikelilingi oleh sepuluh sampai tiga puluh tentakel retraktil semacam kaki tabung pada Echinodermata lain. Letak mulut menjadi anterior dan anus menjadi posterior. Pada beberapa jenis bagian dorsal ditandai dengan adanya dua daerah kaki tabung, berfungsi untuk pernapasan dan sebagai alat peraba. Pada bagian ventral terdapat tiga daerah kaki tabung yang mengandung alat pengisap, berfungsi sebagai alat peraba (Suwignyo, dkk.,  2005).
 gbr44
Gambar  41. Sturuktur tubuh teripang
Bentuk tubuh teripang menyerupai mentimun yang berkulit lunak. Tidak mempunyai lengan dan duri mereduksi menjadi spikula. Daya regenerasi tinggi. Berwarna hitam coklat dan hijau. Dilengkapi alat pembelaan diri berupa zat perekat yang di hasilkan dari anullus. Mulut dan anus terletak pada ujung berlawanan. Mulut dikelilingi oleh tentakel.
Bulu babi memiliki bentuk tubuh bulat atau pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakkan, bulu babi hidup pada substrat batu dan berlumpur atau hamparan ganggang laut (Nontji, 2002).
Bulu babi (Echinoidea) mempunyai 5 pasang deretan kaki tabung dan duri panjang yang dapat digerakkan berkat adanya sendi tempurung. Tubuhnya memiliki kerangka dari lempengan kristal kapur yang tersusun rapat tepat di bawah kulitnya. Kaki tabung dan duri ini memungkinkan bulu babi merayap di permukaan berkarang atau di atas pasir. Beberapa jenisnya memiliki duri yang mengandung kelenjar bisa. Duri tajam tersebut berbahaya bagi perenang dan penyelam. Duri ini mudah menusuk kulit, kemudian patah dan mengeluarkan bisa ringan yang terasa nyeri.
2.3. Habitat dan Penyebaran
Echinodermata didistribusikan secara global di hampir semua, lintang kedalaman dan lingkungan di laut. They reach highest diversity in reef environments but are also widespread on shallow shores, around the poles — refugia where crinoids are at their most abundant — and throughout the deep ocean, where bottom-dwelling and burrowing sea cucumbers are common — sometimes accounting for up to 90 % of organisms. Mereka mencapai keanekaragaman tertinggi di lingkungan terumbu, tetapi juga tersebar luas di pantai dangkal, sekitar kutub - refugia mana crinoid berada di paling banyak mereka - dan sepanjang laut dalam, Whilst almost all echinoderms are benthic — that is, they live on the sea floor — some sea-lilies can swim at great velocity for brief periods of time, and a few deep-sea sea cucumbers are fully floating. Sementara hampir semua echinodermata adalah benthik yaitu, mereka hidup di dasar  laut beberapa laut-lili dapat berenang dengan kecepatan tinggi untuk periode singkat waktu, dan laut dalam beberapa teripang sepenuhnya mengambang. Some crinoids are pseudo-planktonic, attaching themselves to floating logs and debris, although this behaviour was exercised most extensively in the Paleozoic, before competition from such organisms as barnacles restricted the extent of the behaviour.Beberapa crinoid adalah pseudo-planktonik, melampirkan diri untuk mengambang log dan puing-puing, meskipun perilaku ini telah dieksekusi yang paling parah adalah Paleozoic, sebelum kompetisi dari organisme seperti teritip membatasi luasnya perilaku. Some sea cucumbers employ a similar strategy, hitching lifts by attaching to the sides of fish.Di Indonesia echinodermata terdapat dikawasan indo pasifik barat dan sekitaranya yakni teripang sebanyak kurang lebih 141 jenis, bintang laut 87 jenis, bintang ular 142 jenis, bulu babi 48 jenis,dan lili laut sebanyak 92 buah. Echinodermata dapat hidup dilaut dalam, bahkan dipalung laut dan juga ada di pantai (Anonim, 2010).
      Semua jenis Echinodermata hidup di laut, mulai dari daerah Litoral sampai kedalaman 6.000 m. daerah Indo-Pasifik terutama sekitar pulau-pulau Filipina, Kalimantan dan Papua merupakan daeran yang kaya akan berbagai jenis Lili laut, teripang atau timun laut dan bintang ular. Echinodermata merupakan satu-satunya Phylum dalam Kingdom Animalia yang anggotanya tidak ada yang hidup sebagai parasit. Beberapa hidup komersal atau merupakan inang bagi hewan lain atau sebagai tempat berlindung  (Suwignyo,  2005)
      Asteroidea atau bintang laut  tersebar luas di lingkungan laut di seluruh dunia. Bintang laut terdapat banyak di Samudra Pasifik. Bulu babi ada yang hidup pada dasar perairan yang lembut seperti dari Ordo Platyasterida.  (Saktiono, 2005)
       Teripang  hidup pada dasar substrat pasir, lumpur  pasiran maupun dalam lingkungan terumbu karang. Teripang tersebar luas di lingkungan laut di seluruh dunia mulai dari zona pasang surut sampai laut  dalam  terutama di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik (Anonim,  2008).
Teripang atau trepang adalah istilah yang diberikan untuk hewan invertebrata timun laut (Holothuroidea) yang dapat dimakan. Ia tersebar luas di lingkungan laut diseluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Barat.
2.4. Reproduksi Dan Daur Hidup
The larvæ of many echinoderms, especially starfish and sea urchins, are pelagic, and with the aid of ocean currents can swim great distances, reinforcing the global distribution of the phylum.   Kelamin terpisah, alat perkembang-biakan sederhana. Telur dan spermatozoa ditebar langsung keluar tanpa bantuan kelenjar-kelenjar tambahan, penis vesikula seminal (kandungan semen) dan reseptakel seminal. Perkembangan Echinodermata, dalam sebagian besar kelompok hewan ini, telur berkembang melalui suatu fase blastula yang berbulu getar, suatu fase glastula dan suatu fase larva, yang dalam waktu antara dua minggu sampai dua bulan bermetamorfosis ke dewasa.
Larva dari empat kelas utama Echinodermata namfak serupa antara satu dengan lainya, tetapi sangat berbeda. Mereka simetri bilateral dan berenang ke sana kemari dengan sabuk bulu getar yang dapat diperumit oleh sejumlah embelan seperti lengan.
Larva-larva dari berbagai kelas Echinodermata diberi nama berbeda-beda sebagai berikut, larva bintang laut (Asteroidea) disebut bipinaria; larva bintang mengular (Ophiuroidea), ophiopluteus; larva bulu babi (Echinoidea) echinopluteus; dan larva teripang (Holothuroidea) disebut auricularia  (Sri Juwana, 2005).    

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan
Saluran pencernaan pada  bintang laut terdiri atas mulut, perut yang berhubungan dengan pangkal pyloric caecum pada masing-masing tangan, usus dan anus. Bintang laut termasuk karnivora dan memangsa berbagai avertebrata lain seperti polip Coelenterata, Crustacea, kerang dan siput bahkan ikan. Beberapa jenis merupakan pemakan bangkai. Achantaster merupakan hama pada terumbu karang karena memakan polip Coelenterata  (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Bintang ular merupakan suspension feeder , beberapa sebagai filter feeder atau deposit feeder. Makanan terdiri atas detritus, hewan kecil yang hidup maupun yang sudah mati dan Crustacea kecil. Mulut di bagian oralberhubungan engan lambung yang seperti kantung, tidak mempunyai pyloric caeca dan tidak mempunyai anus. Sisa pencernaan di buang melalui mulut. Bintang ular aktif pada malam hari, berenang mencari makan dengan bantuan tangannya yang gemulai
(Anonim,  2008).                                                                                          
Bulu babi memiliki mulut yang terletak di daerah oral, dilengkapi lima gigi tajam dan kuat untuk mengunyah, sedikit tersembul ke luar. Bulu babi memakan ganggang, hewan sesile dan bangkai, beberapa jenis memakan detritus. Jenis Echinoid yang irriguler merupakan deposit feeder dengan memanfaatkan bahan organik yang terdapat dalam lubang tempat tinggalnya. Sistem pencernaan lengkap, terdiri atas mulut, esofagus, perut, usus, rektum dan anus
(Suwignyo,  2005).
Teripang umumnya aktif pada malam hari, berkeliaran mencari makan. Makanannya adalah bahan organik yang terdapat dalam sampah substrat atau plankton yang melekat pada lendir tentakel. Satu per satu tentakel di masukkan ke dalam pharynx, dan ketika tentakel di tarik keluar maka butir-butir makanan yang melekat pada lendir tentakel disapu untuk selanjutnya ditelan (Suwignyo,  2005).
2.6. Nilai Ekonomis
Beberapa spesies teripang  yang mempunyai nilai ekonomis penting antara lain teripang putih, teripang koro, teripang pandan, dan teripang dongnga. Ada beberapa spesies teripang yang diperdagangkan sebagai teripang kering atau kerupuk kering  (Anonim,  2008)
Ecinodermata dapat bermanfaat sebagai sumber makanan, seperti bulu babi  yang dimakan adalah organ bagian dalam yaitu reproduksi atau gonadnya yang di kenal dengan telur bulu babi yang dimakan mentah atau di masak dan mempunyai kadar protein yang sangat tinggi (Nontji,  2002).
Golongan Echinodermata khususnya kelas holothuridea (teripang), diperdagangkan sebagai teripang kering atau kerupuk teripang dan menjadi komiditi ekspor. Hongkong merupakan pusat perdagangan teripang dunia. Negara pengekspor utama teripang ke Hongkong adalah Filipina, Indonesia dan Jepang. Dari 1200 jenis holothuroidea, hanya 12 jenis yang diperdagangkan sebagai teripang kering (Wikipedia, 2010).






III. METODE PRAKTIKUM
3.1.  Waktu dan Tempat
         Praktikum Phylum Mollusca ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 3 November 2011 pukul 13.00-15.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium C Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
       Alat dan bahan yang digunakan  pada praktikum filum Echinodermata beserta kegunaannya dapat dilihat pada tabel 6 berikut :
Tabel 6.  Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya.
  No.    Nama Alat dan Bahan                                  Kegunaan
    1.     Alat
           - Baki                                       Meletakkan organisme yang diamati
           - Pisau                                      Membedah organisme yang diamati
           - Pinset                                     Mengambil organisme yang diamati
           - Alat tulis                                Menggambar hasil pengamatan
    2.    Bahan
           - Bulu babi                               Organisme yang diamati
              (Deadema setosum)
           -  Bintang laut                          Organisme yang diamati
              (Protoreaster nodosus )
           -  Bintang ular                          Organisme yang diamati
              (Ophiutricodea nereidina)
           - Teripang                                 Organisme yang diamati
              (Holocthuria scabra)
-   Alkohol 70%                           Sebagai baha pengawet                                                       

3.3.  Prosedur Kerja
        Prosedur kerja dari praktikum Phylum Echinodermata ini adalah :
1.      Melakukan pengamatan pada organism yang telah di ambil dari perairan.
2.      Meltakkan organism pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian oerganisme tersebut.
3.      Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil Pengamatan
        Hasil pengamatan pada praktikun ini adalah sebagai berikut :
-          Morfologi Bintang Laut (Proteraster nodosus)

                                                                                                            Keterangan :
1.      Madreporit
2.      Anus
3.      Lengan
4.      Duri



Gambar 42. Morfologi Bintang laut
-          Morfologi Bulu babi (Deadema setosum)

                                                                                                            Keterangan :
1.      Oral
2.      Anus
3.      Cangkang
4.      Duri



Gambar 43. Morfologi Bulu babi
-          Morfologi Teripang (Holothuria scabra)

                                                                                                Keterangan :
1.      Mahkota
2.      Genital papillae
3.      Podia
4.      Anus




Gambar 44. Morfologi Teripang
-          Morfologi Bintang ular laut (Ophiutricoldes mereida)

                                                                                                                                                                                                                                    Keterangan :
1.      Kaki amburakal
2.      Lengan
3.      Kaki tabung
4.      Sentral disk
5.      Amburakal grove




Gambar 45. Morfologi Bintang ular
4.2.  Pembahasan
Dalam praktikum filum Echinodermata yang menjadi obyek pengamatan yaitu teripang, masuk pada kelas Holothuroidae, bintang laut masuk pada kelas Asteroidae, bintang ular masuk pada kelas Ophiuroidae, bulu babi masuk pada kelas Echinodae.
        Berdasarkan hasil pengamatan pada Bintang laut nampak bentuk morfologinya memiliki 5 buah tangan, mulut terletak di pusat pisin. Dari mulut sampai ujung tangan terdapat lekukan memanjang. Pada tiap lekukan terdapat 2-4 deret kaki tabung. Tepi lekukan terdapat duri-duri yang dapat bergerak yang berfungsi untuk melindungi kaki tabung, hal ini sesuai dengan pernyatan Suwignyo (2005), yang menyatakan bahwa bintang laut merupakan hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan. Bintang laut tidak memiliki rangka yang mampu membantu pergerakan. Rangka mereka berfungsi sebagai perlindungan. Bintang laut bergerak dengan menggunakan sistem vaskular air. Bintang laut bergantung pada kepada kaki tabung yang terletak di bagian ventral lengan, yang berfungsi untuk membantu pergerakan dan membantu makan.
       Pada bintang ular memiliki pisin pusat kecil,  sedangkan tangan-tangannya panjang dan langsing, adakalanya bercabang-cabang, rangka pada tangan terdiri dari osicle kapur yang bersambungan dan tersusun seperti tulang belakang atau vertebrae. Menurut Romimohtarto (2001) kaki tabung pada bintang ular tidak mempunyai alat penghisap maupun ampula fungsinya  sebagai alat peraba, membantu pernapasan dan membawa makanan ke mulut. Perbedaan antara bintang laut dan bintang ukar secara morfologi dan cara pergerakannya adalah bintang laut dapat bergerak bebas sedangkan bintang ular berenang bebas, bintang laut memiliki anus sedangkan bintang ular tidak memiliki anus sehingga mengeluarkan sisa-sisa pencernaan melalui mulut.
 Pengamatan pada kelas Holothuroidae yaitu pada teripang nampak bahwa teripang memiliki tubuh yang panjang dan silindris dan lunak, simetri bilateral, secara sekunder karena sumbu oral aboral memanjang dan terletak sejajar dengan substrak. Mulut dikelilingi oleh sepuluh sampai tiga puluh tentakel retraktil semacam kaki tabung pada Echinodermata lain. Letak mulut menjadi anterior dan anus menjadi posterior. Pada beberapa jenis bagian dorsal ditandai dengan adanya dua daerah kaki tabung, berfungsi untuk pernapasan dan sebagai alat peraba. Pada bagian ventral terdapat tiga daerah kaki tabung yang mengandung alat pengisap, berfungsi sebagai alat peraba. Romimohtarto (2001) menyatakan bahwa teripang adalah hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar substrat pasir, lumpur pasiran maupun dalam terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai struktur tingkat pakan.
 Pengamatan pada bulu babi nampak bahwa bulu babi memiliki bentuk tubuh bulat atau pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakkan, bulu babi hidup pada substrat batu dan berlumpur atau hamparan ganggang laut, hal ini sesuai dengan pernyataan Suwignyo (2005) yang menyatakan bahwa bulu babi memiliki mulut yang terletak di daerah oral serta anus, lubang genital, dan madreporit terletak di aboral.



V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.  Kesimpulan
       Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Secara morfologi tubuh Bintang Laut (Protoreaster nodosus)  terdiri atas lima lengan atau lebih yang tersusun radial. Pada ujung-ujung lengan terdapat alat sensor. Ujung tentakel pada bintik matayang mengandung pigmen merah ,peka terhadap cahaya. Permukaan tubuh bagian atas di tutupi duri-duri tumpul berbentuk catut (pediselaria).
2.      Secara anatomi Bintang Laut (Protoreaster nodosus), pada permukaan aboral selain anus terdapat pula madreporit. Madreporit adalah sejenis lubang yang mempunyai saringan dalam menghubungkan air laut dengan sistem pembuluh air dan lubang kelamin.
3.      Klasifikasi Bintang Laut (Protoreaster nodosus) yaitu Kingdom : Animalia, phylum : Echinodea, kelas : Asteroidae, ordo, Spinocosidae, family : Spinocosidae, genus : Proreaster, species : Proreaster nodosus.
4.      Secara morfologi Bintang Ular Laut (Ophiutricodea Nereidina) yaitu memiliki lima buah lengan yang fleksibel atau lentur tetapi mudah putus. Pada lengan Ophioderma superba terdpat rongga coelom yang kecil, tali syaraf, rongga pembuluh darah, dan cabang-cabang system saluran air. Memiliki kaki tabung yang kecil (tentakel) terletak ventrolateral tanpa alat pengisap atau ampula, bagian ini merupakan organ sensoris, membantu dalam respirasi, dan meneruskan makanan ke dalam mulut. Ophioderma superba memiliki alat pencernaan pada bagian cakramnya tetapi tidak memiliki anus.
5.      Secara anatomi Bintang Ular Laut (Ophiutricodea Nereidina) memiliki rangka dari kalsium karbonat. Bentuk tubuh bintang ular mirip dengan Asteroidea. Kelima lengan ophiuroidea menempel pada cakram pusat yang disebut calyx.Ophiuroidea memiliki lima rahang. Di belakang rahang ada kerongkongan pendek dan perut besar, serta buntu yang menempati setengah cakram. Ophiuroidea tidak memiliki usus maupun anus. Pencernaan terjadi di perut. Pertukaran udara dan ekskresi terjadi pada kantong yang disebut bursae. Umumnya ada 10 bursae.Kelamin terpisah pada kebanyakan spesies. Ophiuroidea memiliki gonad. Gamet disebar oleh bursal sacs. Sistem saraf terdiri atas cincin saraf utama yang bekerja di sekitar cakram utama. Ophiuroidea tidak memiliki mata, atau sejenisnya.
6.      Klasifikasi Bintang Ular Laut (Ophiutricodea Nereidina) yaitu Kingdom : Animalia, Philum : Echinodermata, Kelas : Ophiuroidae, Ordo : Ophiuroidea, Famili : Ophiotricoidea, Genus : Ophiotericoidea, Species : Ophiotricoidea Mereidina.
7.      Secra morfologi Teripang (Holothuria scabra) yaitu memiliki tubuh panjang silindris dan lunak, simetri bilateral, secra sekunder karena sumbu oral aboral memanjang dan terletak sejajar dengan substrak. Mulut dikelilingi oleh sepuluh sampai tiga puluh tentakel retrakil semacam kaki tabung pada Echinodermata lain. Letak mulut menjadi anterior dan anus menjadi posterior.
8.    Secara morfologi Bulu Babi (Deadema Setosum)  memiliki bentuk tubuh bulat atau pipih bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakkan, Bulu Babi hidup pada substrat batu dan berlumpur atau hamparan ganggang laut.
9.        Secara anatomi Klasifikasi Bulu Babi (Deadema Setosum) Kingdom : Animalia, Phylum : Echinoidermata, Klass : Echinoidea, Ordo : Deadematoda, Famili  : Deadematodae, Genus : Deadema,  Spesies   : Deadema Setosum.
5.2.  Saran
            Saran yang dapat saya ajukan dalam praktikum kali ini yaitu agar alat dan bahan yang akan digunakan sebaiknya disiapkan oleh pihak laboratorium, sehingga tidak merepotkan para praktikan.  















DAFTAR PUSTAKA
Nontji,  2002.  Laut Nusantara.  Djambatan.  Jakarta
Radiopoetra, 2001. Zoologi. Erlangga. Jakarta.
Romimohtarto,  dan Juwana., 2001. Biologi Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Suwignyo,  2005.  Avertebrata Air Jilid 2. Penebar Swadaya.  Jakarta.
Saktiono, 2005. Biologi I. PT. Intan Pariwara.Jakarta.
Anisa F Fauziah, 2011. bintang ular laut. Universitas Pasundan Bandung.
Asatrio, 2009. Laporan Praktikum Biologi. http://asatrio.blogspot.com/2009/11/ laporan-prakikum-biologi-klasifikasi.html. Diakses tanggal 1 Desember 2011.








DAFTAR PUSTAKA
Aslan, M, L., Wa Iba., Kamri, S., Irawati., Subhan., Purnama, F, M., M., Jaya, I, M., Rahmansyah., Saputra, R., Tiar, S., Mulyani, T., Kasendri, R, A., Zhuhuriani, Riana, A. 2011. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari.
http://id.wikipedia.org/wiki/Annelida. di akses pada tgl 26 Nnovember 2011.
http://id.wikipedia.org/wiki/Oligochaeta. di akses pada tgl 26 Nnovember 2011.
http://en.wikipedia.org/wiki/Annelid. di akses pada tgl 26 November 2011.
http://tolweb.org/Annelida/2486. di akses pada tgl 26 November 2011.



 
LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM VII
(FILUM COLENTERATA)



UNHALU
 



 





OLEH:


NAMA                                               : RONI NERLIANO
STAMBUK                                       : I1A2 10 061

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2011



I.    ENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Golongan colenterata merupakan invertebrate yang sebagian besar hidupnya dilaut. Ukuran tubuhnya merupakan yang paling besar baik yang soliter maupun yang berbentuk koloni jika dibandingkan dengan invetebrata lainnya.
cara hidupnya yang melekat didasar perairan,disebut polip, ada yang berenang bebas disebut medusa. benton danwerner (dalam soekar-no etal. 1981) menyebutkan bahwa bina-tangpenghuni terumbu karang terbagi dalam tiga kelompok berdasarkan waktu dan usaha memperoleh makanannya.
Kelompok pertamamempakan binatang yang mencari makan diluar atau disekitar terumbukarang pada waktu malam hari dan tinggal atau istirahat didaerahterumbu karang pada waktu siang harinya. Kelompok kedua, merupakankebalikannya, mencari makan pada siang hari dan kembali untuk tinggalatau istirahat didaerah terumbu karang pada malam harinya. Sedangkelompok ketiga adalah keompok yang selalu berada di daerah terumbukarang, tinggal, istirahat dan mencari makan di daerah ini. Salah satu diantara sekian banyak binatang itu adalah anemon laut yang bentuktubuhnya menyerupai bunga.
Phylum coelenterate  terdiri atas tiga kelas yaitu kelas hydrozoa, scypozoa, dan anthozoa.  Semua bagian pada phylum ini seperti tentakel tersusun dalam sebuah lingkaran yang mengelilingi tubuh yang terbentuk silinder, Pola susunan ini disebut simetris radial.  Phylum colenterata disebut juga knidaria yang mempunyai knidoccyte yang berisi kapsul penyengat kecil yang disebut menatosit dan terletak pada sel epidermis.  Tiap menatosit berisi gulungan benang kapiler  yang dapat ditembakan dengan danya rangsangan tertentu dan memiliki fungsi sebagai tempat untuk berpegang dan sebagai alat pelindung yang dapat melumpuhkan  dan memegang mangsa (Oemardjati dan Wardana, 2000).
Phylum Coelenterata disebut juga Cnidaria, berasal dari kata cnide berarti sengat. Termasuk dalam phylum coelenterata ini antara lain ubur-ubur, anemon dank oral.  Coelenterata mempunyai rongga pencernaan (gastrovascular) dan mulut tetapi tidak memiliki anus (Sugiarti, 2004).
Tubuh semua phylum ini terdiri dari dua lapis sel dengan mesoglea seperti jeli diantam kedua lapisan tersebut, akan tetapi mesoglea mempunyai sel-sel yang tersebar dan oleh para ahli mesoglea di anggap sebagai lapisan sel ketiga.  Tubuh terbentuk seperti silinder beronggga dengan satu lubang di satu ujung.  Makanan masuk melalui lubang mulut dan kerongga dalam yang disebut rongga gastrovaskuler, Rongga ini juga disebut selenteron (Subowo, 2000).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan pratikum mengenai filum Echinodermata yaitu Ubur-ubur (Aurelia sp), Anemon (Metridium), Karang (Coral), untuk mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.





1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum Filum Colenterata ini adalah untuk mengetahui Filu Colenterata secara morfologi dan anatomi dan untuk dapat mengamati dan mengklasifikasikan Filum Colenterata.
Manfaat dari praktikum Filum Colenterata ini adalah sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai Filum Colenterata.





















II.   TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Klasifikasi
Aurelia aurita (bulan jelly, bulan ubur-ubur, ubur-ubur umum, jelly piring) merupakan salah satu rangkaian lebih dari sepuluh morfologi spesies ubur-ubur hampir identik dalam genus Aurelia. Secara umum, hampir tidak mungkin untuk mengidentifikasi medusa Aurelia tanpa genetik sampling, sehingga sebagian besar yang berikut tentang Aurelia aurita, sama-sama dapat diterapkan untuk setiap spesies dari genus. medusa ini tembus, biasanya sekitar 25-40 cm di, dan dapat diakui oleh empat gonad berbentuk tapal  kuda yang mudah dilihat melalui bagian atas bel.
Menurut Radiopoetro (2001), ubur-ubur di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom     :   Animalia
      Phylum   :    Coelenterata
          Class      :   Scypozoa
              Ordo    :   Semaestonae                                                                   
                 Famili   :   Semaestomaceae
                    Genus      :   Surelia
                        Species   :   Aurelia aurita


Gambar 46. Ubur-ubur

        Anemon adalah kelompok hewan yang tubuhnya memiliki beraneka warna dan lunak. Bentuk tubuhnya menyerupai bunga apabila anemon tersebut mengembangkan tentakelnya. Tubuh anemon (di lihat dari bagian luar) terbagi tiga bagian, yaitu keping dasar atau pangkal, batang dan keping mulut (Hyman, 1940).
Menurut Radiopoetro (2001), Anemon di klasifikasikan sebagai berikut :   
Kingdom     :   Animalia
      Phylum   :    Coelenterata
          Class      :   Anthozoa
             Ordo   :     Zoantharia                                                                        
                Famili    :   Scypisthomae
                  Genus      :   Metridium
                      Species   :  Heteractic Crispa


Gambar 4. Anemone

Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor genetic (Veron, 1986).
Menurut Radiopetro (2001), Koral di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom     :   Animalia        
      Phylum   :    Coelenterata
         Class       :   Anthozoa
           Ordo     :     Madrepunaria                                                                   
              Genus      :   Astrangia
                  Species   :   Antipates Ternatensis


Gambar 5. Karang (Coral).

2.2.  Morfologi dan Anatomi
Phylum coelenterata merupakan hewan tingkat rendah yang memiliki jaringan ikat yang terdiri dari dua  lapisan dan dua bentuk polip yang berbentuk tabung, satu ujung tertutup dan merupakan tempat untuk melekat pada subtract sedang lainnya dengan mulut yang terletak di tengah-tengah biasanya dikelilingi oleh tentakel lunak, sedangkan medusa merupakan individu yang berenang bebas dengan tubuh seperti  gelatin, bentuknya mirip paying dan memiliki mulut yang menonjol di tengah pada daerah cekung bawah  (Aslan, 2007).
Secara umum, tubuh Cnidaria berbentuk seperti kantung yang bolong yang tersusun dari dua lapisan jaringan. Ektoderm menutupi permukaan luar tubuh, endoderm menandai permukaan tubuh dalam. Diantara kedua jaringan ini terdapat massa gelatin dari materi yang tidak terdiferensiasi yang disebut mesoglea.
Gambar 2. Morfologi dan anatomi ubur-ubur

Cnidaria membentuk filum hewan yang lebih komplels daripada spons, hampir sekompleks ctenophora (ubur-ubur sisir), dan kurang kompleks dibanding bilateria, yang termasuk hampir semua hewan lain. Akan tetapi, cnidaria dan ctenophora lebih kompleks daripada spons karena mereka memiliki: sel-sel yang diikat oleh penghubung antar-sel dan membran dasar yang mirip karpet; otot; sistem saraf, dan beberapa mempunyai organ pengindera. Cnidaria berbeda dari binatang lain karena memiliki knidosit yang menembak seperti harpun dan digunakan terutama untuk menangkap mangsa dan tambatan pada beberapa spesies.
Seperti spons dan ctenophora, cnidaria mempunyai dua lapisan sel utama yang mengapit lapisan tengah yang mirip jeli yang disebut mesoglea pada cnidaria; hewan yang lebih kompleks memiliki tiga lapisan sel utama dan tidak ada lapisan perantara mirip jeli.
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh yaitu mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur).
Bentuk tubuh anemon seperti bunga,sehingga juga disebut mawar laut. Lipatan yang bundar di antara badan dan keping mulut membagi binatang ini kedalam kapitulum di bagian atas dan scapus bagian bawah. Di antara lengkungan seperti leher (collar) dan dasar dari kapitulum terdapat "fossa". Keping mulut bentuknya datar, melingkar, kadang-kadang mengkerut, dan dilengkapi dengan tentakel kecuali pada jenis Limnactinia, keping mulut tidak dilengkapi dengan tentakel. Beberapa anemon laut dapat bergerak seperti siput, bergerak secara perlahan dengan cara menempel. Sebagian besar anemon laut memiliki sel penyengat yang berguna untuk melindungi dirinya dari predator.


Gambar 3. Morfologi dan anatomi anemone.

2.3.   Habitat dan Penyebaranya
Phylum coelenterate kebanyakan hidup dilaut, biasanya terdapat diperairan dangkal, dan melekat pada substrat. Coelenterata pada salah satu kelasnya  yaitu hydrozoa yang jumlahnya kurang lebih 2.700 jenis, tetapi karna ukuranya yang kecil dan penampakannya  mirip dengan tumbuhan, maka keberadaan hewan ini kurang di kenal masyakat.  Kelas scypozoa yang memiliki jumlah species yang lebih dikenal dengan nama ubur-ubur,  yang hampir seluruhnya hidup dilautan dan kebanyakan menghuni perairan pantai sehingga menimbulkan bahaya bagi perenang (Oemardjati dan Wardana, 2000).
Pada umumnya anemon banyak dijumpai pada daerah terumbu karang yang dangkal dan jarang dijumpai pada daerah terumbu karang yang persentase tutupan karang batunya tinggi.
Formasi terumbu karang mengikuti topografi yang dibentuk oleh proses geologi alam. Pemahaman mengenai formasi terumbu karang memberikan informasi kecenderungan bentuk pertumbuhan yang mendominasi suatu zona dengan memperhatikan faktor jarak ekosistem terhadap daratan (pulau) ataupun terhadap lautlepas. Charles Darwin (1842) mengemukakan tiga perbedaaan formasi yang dikenal dengan teori penenggelaman (Subsidence Theory) : Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang terdapat di sepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan ke arah laut terbuka.


Gambar 5. Terumbu karang tepi.

Terumbu karang penghalang (Barrier Reefs), berada jauh dari pantai yang dipisahkan oleh goba (lagoon) dengan kedalaman 40 – 70 meter. Umumnya terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai.


Gambar 6. Terumbu karang penghalang.
Atol (atolls), yang merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul dari perairan yang dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah atau terumbu petak. Gambar tersebut dikutip dari White, 1987 dalam Panduan Pembentukan dan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (English et.al., 1994).

Gambar 2. Terumbu karang cincin.
Terumbu karang merupakan sebuah ekosistem yang terdapat di laut yang penghuni utamanya karang batu, hidupnya menempel pada substrat batu atau dasar yang keras dan berkelompok membentuk koloni yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) menjadi terumbu, mempunyai warna dan bentuk beraneka rupa. Karang termasuk kelompok hewan (bukan kelompok tumbuhan) yang tergolong dalam Filum Cnidaria dan Ordo Scleractina, walaupun karang merupakan jenis hewan, biota ini tidak dapat bergerak atau berpindah dan tergolong sebagai biota menetap atau sesille. (supriharyono,2000).
Ubur-ubur (Aurelia sp) ditemukan di hampir seluruh lautan di dunia, dari tropis sebagai utara sejauh 70 ° garis lintang dan sejauh selatan sebagai 40 ° Spesies Aurelia aurita, yang distribusi telah dikonfirmasi oleh Michael Dawson menggunakan genetik analisis, ditemukan di sepanjang pantai Atlantik Utara Eropa timur dan barat pantai Atlantik Amerika Utara di New England dan Kanada Timur. Secara umum, Aurelia adalah genus perairan pantai yang dapat ditemukan di muara dan pelabuhan. Ini tinggal di suhu air laut berkisar antara 6 ° C sampai 31 ° C, dengan suhu optimum 9 ° C hingga 19 ° C. A. aurita lebih suka laut sedang dengan arus konsisten. Telah ditemukan di perairan dengan salinitas serendah 3 salinitas ppt, namun biasanya hanya ditemukan di dalam air dengan salinitas di atas 23 ppt.

2.4.   Reproduksi dan Daur Hidup
Colenterata berkembang biak secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual terjadi pada stadium polip dan dilakukan dengan jalan pertunasan (budding) atau pembelahan. Suatu tunas terjadi dari dinding tubuh yang menonjol keluar diikuti perluasan rongga gastrovaskular, kemudian pada ujungnya terbentuk mulut dan tentakel.
Reproduksi aseksual dimungkinkan karena kebanyakan colenterata memounyai daya regenerasi besar. Tentakel yang putus akan segera diganti tentakel yang baru. Bila seekor Hydra  dipotong menjadi dua bagian, maka masing-masing bagian akan melengkapi bagian yang tidak ada, sehingga didapat dua individu baru.
Reproduksi seksual umumnya terjadi pada stadium modusa. Sel telur atau sperma sebagian besar berasal dari sel interestial yang mengelompok sehingga membentuk ovary atau testis.
Bentuk, ukuran, dan daur hidup jenis-jenis colenterata sangat beraneka ragam sehingga dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu : Kelas Hydrozoa, Kelas Schypozoa, dan Kelas Anthozoa.
Aurelia aurita dikenal untuk dimakan oleh berbagai predator termasuk Sunfish Samudera (Mola mola), yang penyu Penyu (Dermochelys coriacea), yang scyphomedusa Phacellophora camtschatica, dan hydromedusa sangat besar (Aequorea victoria ). Bulan jeli juga diberi makan atas oleh burung-burung laut, yang mungkin lebih tertarik pada amphipods dan arthropoda kecil lainnya yang sering lonceng Aurelia, tetapi dalam hal apapun, burung melakukan sejumlah besar kerusakan pada ubur-ubur yang sering ditemukan hanya pada permukaan teluk.
Ubur-ubur mati secara alami setelah hidup dan berkembang biak selama beberapa bulan. Mungkin jarang untuk bulan ini jeli untuk hidup lebih dari sekitar enam bulan di liar walaupun spesimen dirawat di pameran akuarium publik biasanya beberapa hidup bertahun-tahun. Dalam liar, air hangat di akhir musim panas mengkombinasikan dengan reproduksi sehari-hari yang melelahkan dan tingkat alam yang lebih rendah dari makanan untuk perbaikan jaringan, meninggalkan ubur-ubur ini lebih rentan terhadap penyakit bakteri dan masalah lain yang mungkin menyebabkan matinya sebagian besar individu. masalah tersebut bertanggung jawab atas kematian banyak spesies yang lebih kecil ubur-ubur. Pada tahun 1997, Arai disimpulkan bahwa daun musiman reproduksi gonad terbuka terhadap infeksi dan degradasi.
Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik). Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian dikenal reef building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat membentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan non–reef building corals yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1986).
            Pada coelenterata reproduksi vegetatif dan generatif berlangsung secara metagenesis (bergiliran). Secara vegetatif yaitu dengan membentuk tunas dan polip, dan secara generatif yaitu dengan menghasilkan ovum (gamat betina ) dan spermatozoid (gamat jantan) yang dihasilkan coelenterata berbentuk medusa, medusa menghasilkan ovum dan spermatozoid yang dilepaskan ke air  untuk melakukan pembuahan yang menghasilkan zigot  dan tumbuh menjadi larva (planula) dimana planula akan berenang dan akhirnya akan menempel pada subtract yang nantinya tumbuh menjadi polip muda dimana polip tumbuh dalam kelompok yang seolah-olah satu individu (Wibowo, 2001).

2.5.  Makan dan Kebiasaan makan
Ubur-ubur dan spesies lainnya memakan plankton yang mencakup organisme seperti moluska, krustasea, berkulit larva, rotifera, polychaetes muda, protozoa, diatom, telur, telur ikan, dan organisme kecil lainnya. Sesekali, mereka juga terlihat makan pada zooplankton seperti agar-agar hydromedusae dan ctenophores. Baik medusa dewasa dan larva ubur-ubur memiliki nematocysts untuk menangkap mangsa dan juga untuk melindungi diri dari pemangsa.  Makanan terkait dengan lendir, dan maka itu diturunkan oleh tindakan berbulu mata ke dalam rongga gastrovascular mana pencernaan enzim pencernaan dari sel serosa memecah makanan. Ada sedikit diketahui tentang persyaratan tertentu untuk vitamin dan mineral, namun karena adanya beberapa enzim pencernaan, kita bisa menyimpulkan secara umum bahwa ubur-ubur dapat memproses karbohidrat, protein dan lemak.
Coelenterata memakan zooplankton yang di lemahkan terlebih dahulu menggunakan nematosisnya yang terdapat pada tentakelnya, makanan yang dicerna secara intraseluler didalam rongga gastrovaskuler.  Sisa makanan yang tidak dicerna akan dikeluarkan melalui mulut yang juga berfungsi sebagai anus (Brotowidjoya,2004).

2.6.   Nilai Ekonomis
Beberapa  Jenis coelenterate diperdagangkan  sebagai bahan atau hiasan pada aquarium air laut, bahkan dari  beberapa jenis di ekspor kesingapura, eropa, amerika dan kanada, biota tersebut di kemas dalam kantong plastic berisi oksigen dengan suhu150 derajat celcius.  Jenis-jenis tersebut misalnya Actinaria aquma, ordo actibaria,diameternya 4-8 cm berwarna merah tua.  Coelenterata yang dapat dikonsumsi yang diperdagangkan aialah jenis ubur-ubur yang dikenal sebagai ubur-ubur asin (Radiopetro, 2003).
Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai ekonomi yang didasarkan atas perhitungan manfaat dan biaya pemanfaatan. Berdasarkan tipologi nilai ekonomi total ekosistem ini mempunyai nilai manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsungyang dapat dinilai dari keberadaan ekosistem terumbu karang adalah perikanan karang. Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari jumlah tangkapan perikanan dunia.



















III.     METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.   Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 29 Oktober  2007, pukul 11.00-13.00 wita, dan bertempat dilaboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.  Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2.   Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pratikum Filum Porifera beserta kegunaannya dapat dilihat pada table 1 berikut :
Tabel 1.  Alat dan bahan serta kegunaannya.     
No
    Alat dan Bahan
           Kegunaan
A.
-
-
-
B.
-
-
-
-
Alat
Baki (disseeting-pan)
Pisau
Pingset (forceps)
Bahan
Ubur – ubur (Aurelia sp.)
Anemone (metridium sp.)
Karang (Coral)
Alcohol 70%

Tempat menyimpan sampel
Untuk mengiris atau memotong sampel
Penjepit dalam mengambil sampel

Sebagai sampel pengamatan
Sebagai sampel pengamatan
Sebagai sampel pegamatan
Sebagai bahan pengawet
                                                                                                                                   
3.3.   Prosedur Kerja
                                                                                                                                   
Prosedur  kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Melakukan pengamatan pada organism yang telah di ambil dari perairan.
2.      Meletakkan organism pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organism tersebut.
3.      Menggambarkan bentuk secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organism yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.






IV.     HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.   Hasil pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum Filum Colenterata  adalah sebagai berikut :

-       Struktur morfologi pada Karang (Coral).
                                                                                  Keterangan :
1.      Cabang-cabang
2.       



Gambar 2. Morfologi Karang (Coral)
-       Struktur morfologi Anemon (Metridium sp).
Keterangan :
1.  Oral disk
2.  Tentakel
3.  Colum
4.  Pedal disk


Gambar 3. Morfologi Anemon (Metridium sp)

-          Struktur morfologi ubur-ubur (Aurelia sp)
Keterangan :
1.  Mulut
2.  Velum
3.  Tentakel


Gambar 4. Morfologi ubur-ubur (Aurlia sp)
4.2. Pembahasan
Pengamatan pada Karang (Coral) terlihat seluruh bagian tubuh berbentuk polip dan hidup menempel, soliter dan berkoloni membentuk rangka kapur, tentakel bolong mulut yang berhubungan dengan stomodeum (gullet) biasanya mempunyai siphono glyph, rongga gastrovaskuler tersekat oleh septa vertical yang mengandung nematosit dan gonad pada gastrodermis, dan tidak mempunyai pedal disk (Oemardjati, S.B. 2000). 
Pengamatan pada kelas scypozoa yaitu ubur-ubur (Aurelia aurita) terlihat bagian morfologi  tubuhnya seperti jeli (agar-agar).  Bentuk tubuh dari ubur-ubur tampakm seperti payung ,dan bagian tubuhnya terdiri dari velum, mulut, tentakel pelindung dan payung dalam. Struktur tubuh dari ubur-ubur terdiri dari dua bentuk yaitu polip dan medusa yang mengelami pertunasan, pada bagian tengah struktur tubuh  ubur-ubur terdapat mulut yang digunakan untuk memasukkan mangsa yang kemudian memasukannya ke dalam manubrium dalam proses pencernaan makanan, selain itu juga ditemukan manubrium yang bercabang empat dan memanjang oral lobu yang berenda yang digunakan sebagai tempat prosescreproduksi.  Bagian luar dari tubuh ubur-ubur berbentuk seperti payung yang bersifat gelatin dimana pada tepinya terdapat deretan tentakel yang disebut tentakel pelindung yang berfungsi melindungi ubur-ubur dari musuh, sedangkan bentuk luar yang menyerupai payung digunakan untuk melindungi bagian dalam dari tubuh ubur-ubur itu sendiri ( Radiopoetro.2002).
Anemone memiliki tentankel yang beracun yang bias menyebabkan kelumpuhan jika mengenai tubuh, dantentakelnya juga berfungsi sebagai tempat perlindungan oleh ikan anemone terhadap predator.  Hal ini sesuaio dengan pernyataan Mebs (2009),yang menyatakan bahwa Anemon memiliki tentakel yang berisi sel penyengat (nematosit) yang mengandung racun yang terdiri dari zat kimia peptida dan protein yang berfungsi untuk melumpuhkan dan menangkap mangsa. Dikatakan lebih lanjut oleh Mebs, tentakel anemon berfungsi sebagai pertahan dan perlindungan oleh ikan anemon terhadap predator. Jumlah tentakel bervariasi dan umumnya menutupi keping mulut. Kebanyakan nematosit mengandung racun yang berbeda-beda dalam kekuatan dan aktifitasnya.
Pengamatan pada kelas Anthozoa yaitu anemon , bentuk mulut seperti celah lonjong, pada salah satu atau kedua ujungnya terdapat alur yang bercillia yang berfungsi mengalirkan air ke rongga gastrovaskuler.  Beberapa jenis membuat liang di dalam lumpur dan pasir.  Bagian utama ialah tabung yang besar dengan dasar tabung pada kaki (pedal disk).  Bagian dasar tersebut berfungsi untuk melekat pada substrat yang keras.  Disekitar mulut anemon terdapat tentakel,oral disk yang merupakan tabung pipih berhubungan secara langsung dengan rongga internal dan enteron.  Bagian permukaan luar ditutupi oleh epidermis dengan cilia di daerah oral disk, sedangkan anteron seluruhnya dibatasi oleh lapisan gastrodermis   (Subowo, 2000).












V.    KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dari phylum coelenterate maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Secara morfologi Ubur-ubur (Aurelia sp) yaitu , tubuhnya berbentuk seperti kantung yang bolong yang tersusun dari dua lapisan jaringan. Ektoderm menutupi permukaan luar tubuh, endoderm menandai permukaan tubuh dalam. Diantara kedua jaringan ini terdapat massa gelatin dari materi yang tidak terdiferensiasi yang disebut mesoglea.
2.     Secara anatomi Ubur-ubur (Aurelia sp) yaitu Memilikli bentuk dominant  medusa. Polip bagian atas akan membentuk medusa lalu akan lepas dan melayang di air. Medusa akan melakukan kawin dan membentuk planula sebagai calon polip.
3.      Klasifikasi Ubur-ubur (Aurelia sp) yaitu Kingdom   :   Animalia, Phylum :     Coelenterata,  Class :   Scypozoa, Ordo           :  Semaestonae,  Famili: Semaestomaceae, Genus  :  Surelia,Species : Aurelia
4.      Secara morfologi Anemone (Metridium sp) yaitu
5.      Secara anatomi Anemone (Metridium sp)
6.     Klasifik Anemon (Metridium sp) yaitu Kingdom : Animalia, Phylum :         Coelenterata, Class : Anthozoa, Ordo : Zoantharia, Famili : Scypisthomae, Genus  : Metridium, Species : Heteractic Crispa.
7.      Secara morfologi Karang (Coral)
8.      Secara anatomi Karang (Coral)
9.      Klasifikasi Karang (Coral) yaitu Kingdom : , Phylum : , Class : ,
5.2. Saran
            Adapun saran saya sebagai praktikan adalah agar  dalam pelaksanaan praktek teman-teman harus aktif semua dalam pembuatan laporan sementara.













DAFTAR PUSTAKA
Aslan, M, L., Wa Iba., Kamri, S., Irawati., Subhan., Purnama, F, M., M., Jaya, I, M., Rahmansyah., Saputra, R., Tiar, S., Mulyani, T., Kasendri, R, A., Zhuhuriani, Riana, A. 2011. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari.
Brotowidjoyo. 2004. Zoologi Dasar. Erlangga.  Jakarta.
Oemardjati, S.B. 2000.  Taksonomi Avertebrata. Universitas Indonesia.Jakarta.
Radiopoetro.2002. Zoologi, Erlangga . Jakarta.
Subowo, 2000. Zoo avertebrata.Universitas institute pertanian. Bogor.
English, S., Wilkinson, C., Baker,V,. 1994. Survey    Manual For Tropical Marine
Resources. ASEAN – Australia Marine Science Project Living Coastal Resources. Australia.
Veron. J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indofasific. Angus & Robertos.
Australia.
Mebs D. 2009. Chemical biology of the mutualistic relationships of sea anemones with fish and crustaceans. Toxicon:1071-1074.
Hyman, L.H. 1940. The Invertebrates : Protozoa through Ctenopora. McGraw-Hill Book Company. New York and London.
10.   
C.     




DAFTAR PUSTAKA
Aswan, 2007.  Pengaruh Substrat yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Spon Metode Transplantasi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Unhalu. Kendari.
Hari, H. 2008. Materi Kuliah Avertebrata Air. Fakultas Perikanan Dan Ilmu   Kelautan. Unhalu. Kendari.   
Suwigyo, dkk. 2006. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kimball, J.W. 2000. Biologi jilid empat edisi pertama.Erlangga Jakarta.
Sugiarti, S. 2004. Invertebrata Air. Lembaga Sumberdaya Informasi IPB. Bogor.
Suhardi. 2002. Evolusi Vertebrata.Universitas Indonesia.Jakarta.