LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM I
(PHYLUM PORIFERA)
OLEH:
NAMA :
RONI NERLIANO
STAMBUK : I1A2 10
061
PROGRAM STUDI : BUDIDAYA PERAIRAN
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2011
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Filum porifera disebut juga hewan spons. Kata porifera
berasal dari bahasa latin yaitu porus yang berarti pori dan fer berarti
membawa. Hewan iji dikatan juga hewan berpori. Hewan porifera merupakan hewan
multi seluler yang paling sederhana. Hewan ini merupakan hewan sesil (hidup
melekat pada subsrat).
Salah satu filum
yang termasuk dalam avertebrata air adalah Filum Porifera. Pori artinya
lubang-lubang kecil. Porifera artinya hewan yang berlubang-lubang kecil atau
hewan berpori. Hewan berpori juga disebut hewan spons (sponge). Lubang-lubang tersebut sebenarnya digunakan untuk jalan
masuknya air ke dalam tubuh. Air tersebut mengandung plankton sebagai bahan
makanan. Ada 3 tipe saluran air pada porifera dari yang sederhana sampai yang
kompleks, yaitu askonoid, sikonoid, dan leukonoid.
Hewan
spons memiliki ukuran berfariasi, yaitu berkisar dari 1 cm hingga 2 m. sebagian
besar hewan ini hidup dilaut. Pori-pori yang terdapat pada porifera membentuk
saluran air yang bermuara dirongga tubuh (spongecoel). Pada ujung rongga tubuh
terdapat lubang besar yang disebut oskulum. Tubuh porifera tersusun oleh dua
lapisan, lapisan liar dan lapisan dalam. Lapisan luar tersusun oleh sel-sel
berbentuk pipih dan berdinding tebal yang disebut sel pinokosit. Pada lapisan
dalam spongecoel (Firmansya, dkk.
2005).
Spons merupakan salah satu komponen
biota penyusun terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak
dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung senyawa aktif yang persentase
keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa yang dihasilkan oleh
tumbuhan darat. Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons adalah
3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea
dan Demospongiae. Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae
terutama dari ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145
jenis), Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa
dari 100 jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan
Poecilosclerida, senyawa yang didapatkan adalah sedang dan kelas Calcarea
ditemukan sangat sedikit.
Spons adalah hewan primitif, fungsi jaringan dan organnya masih sangat sederhana, sebagian besar hidup di laut dan hanya beberapa jenis di air tawar. Hewan ini mempunyai banyak pori-pori dan saluran-saluran. Untuk mencari makan, hewan ini aktif mengisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan tubuhnya. Hewan ini termasuk metazoa multiseluler yang tergolong ke dalam filum Porifera, dan terdiri dari 850 jenis, yang dapat dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Calcarea, Demospongiae dan Hexactinellida. Demospongiae adalah yang paling banyak ditemukan, tersebar luas dan merupakan spons yang terdiri dari jenis-jenis yang paling beragam dan telah mendapat perhatian relatif banyak dari ahli kimia dan biokimia.
Spons adalah hewan primitif, fungsi jaringan dan organnya masih sangat sederhana, sebagian besar hidup di laut dan hanya beberapa jenis di air tawar. Hewan ini mempunyai banyak pori-pori dan saluran-saluran. Untuk mencari makan, hewan ini aktif mengisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan tubuhnya. Hewan ini termasuk metazoa multiseluler yang tergolong ke dalam filum Porifera, dan terdiri dari 850 jenis, yang dapat dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Calcarea, Demospongiae dan Hexactinellida. Demospongiae adalah yang paling banyak ditemukan, tersebar luas dan merupakan spons yang terdiri dari jenis-jenis yang paling beragam dan telah mendapat perhatian relatif banyak dari ahli kimia dan biokimia.
Berdasarkan uraian diatas maka
perlu di adakan pratikum mengenai filum spon (Spongilla sp) untuk
mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum Phylum Porifera ini adalah untuk
mengetahui Phylum Porifera secara morfologi dan anatomi dan untuk dapat
mengamati dan mengklasifikasikan Phylum Porifera.
Manfaat dari praktikum Phylum Porifera ini adalah
sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta
jenis-jenis mengenai Phylum Porifera.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi
Pada awalnya Porifera dianggap sebagai tumbuhan. Baru
pada tahun 1765 dinyatakan sebagai hewan setelah ditemukan adanya aliran air
yang terjadi di dalam tubuh porifera.
Dari 10.000 spesies Porifera yang sudah teridentifikasi, sebagian besar
hidup di laut dan hanya 159 spesies hidup di air tawar, semuanya termasuk
famili spongilidae. Umunya terdapat di perairan jernih, dangkal, menempel di
substrat. Beberapa menetap di dasar perairan atau Lumpur (Aslan,dkk, 2010).
Menurut Aswan (2007) klasifikasi
dari porifera jenis Euspongia sp. adalah sebagai
berikut:
Phylum : porifera
Class
: demospongiae
Ordo : haploselerida
Famili : acroporidae
Genus : Euspongia
Spesies : Spongia
sp.
Gambar 1. Morfologi Spon (Euspongia sp.)
2.2. Morfologi dan
Anatomi
Pada permukaan tubuh terdapat
lubang-lubang atau pori-pori (asal nama porifera) yang merupakan lubang air
masuk ke spongocoel, untuk akhirnya keluar melalui oskulum. (Aswan, 2007).
Gambar 2. Struktur tubuh porifera
Tubuh
spons adalah kumpulan dari beberapa jenis sel bebas diatur dalam 'mesohyl'
matriks gelatin disebut, mesoglea atau mesenkim. mesohyl Ini adalah jaringan
ikat tubuh spons dan didukung oleh unsur-unsur kerangka. Unsur-unsur kerangka
spons adalah variabel dan penting dalam taksonomi. Sepanjang ini dijalankan
melalui kanal tubuh yang mengalir air, ada cukup banyak variasi dalam
kompleksitas kanal-kanal. Kanal-kanal memiliki bukaan ke arah luar yang disebut
pori-pori, dimana air memasuki sistem pori-pori spons ini biasanya kecil dan
disebut 'ostia' dan di mana air meninggalkan sistem spons pori-pori yang lebih
besar, oscula sering tunggal dan disebut ' '(osculum tunggal). Banyak jika
tidak kebanyakan dari kanal-kanal yang dilapisi dengan sel flagellated khusus
yang disebut 'choanocytes'. Choanocytes ini menyimpan air yang mengalir melalui
kanal-kanal pada arah yang benar dengan mengalahkan flagel mereka, mereka juga
penting dalam menangkap makanan.
Ada tiga jenis utama dari sistem kanal di spons. Dinding tubuh spons pada porifera dibagian epidermis terdiri atas
sel-sel tipis dan pipih, pada lapisan dalam terdiri atas sel-sel lahir yang
berflagellum dan diantara kedua dinding tersebut terdapat masenkim yang
bersifat gelatin yang mengandung sel-sel bebas atau amebosit yang beraneka
ragam. Struktur tubuh porifera kecuali berpori, juga mempunyai bermacam-macam
bentuk yang dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu tipe Asconoid, Syconoid, dan Leuconoid. Bentuk paling sederhana adalah
Asconoid, di sini kanal-kanal dijalankan langsung melalui tubuh spons dan semua
garis choanocytes ruang besar pusat disebut 'spongocoel'. Air masuk ostia,
adalah ditarik melalui spongocoel dan daun melalui osculum tunggal yang besar.
spons Asconoid memiliki tubuh berongga silinder dan cenderung tumbuh dalam
kelompok terpasang ke beberapa obyek atau lainnya di laut relatif dangkal. (Wikipedia, 2010 ).
Berdasarkan sisem aliran air
bentuk tubuh porifera dibagi menjadi tiga tipe yaitu asconoid, bentuknya menyerupai
vas bunga atau jembangan kecil. Pori-pori atau lubang air masuk merupakan
saluran pada sel porocyte yang berbentuk
tabung. Syconoid, Sepon memperlihatkan lipatan-lipatan dinding tubuh dalam tahap pertama
termasuk tipe syconoid. Misalnya Scypha
(Sycon atau Grantia).
Dinding tubuh melipat secara horizontal, sehingga potongan melintangnya
seperti jari-jari, hingga masih tetap radial. Leuconoid. Tingkat
pelipatan dinding spongocoel paling tinggi terdapat pada leuconoid. Flagellated canal melipat-lipat membentuk
rongga kecil berflagela, disebut dflagellated chamber (Aswan.
2007).
2.3. Habitat dan Penyebaran
Filum porifera termaksud spon, hidupnya melekat
dikarang dan merupakan koloni yang terdiri dari sekelompok hewan yang mirip
tabung-tabung kecil seperti vas yang bersatu di dasar dengan tabung horizontal
memiliki kantong berdinding tipis, mengelilingi suatu ruang sentral spongesoel
dengan sebuah lubang besar yang di sebut osculum.
Porifera yang telah dewasa tidak dapat berpindah
tempat (sesil), hidupnya menempel pada batu / berada didalam dasar laut, karena
porifera yang bercirikan tidak dapat berpindah tempat, kadang dianggap sebagai
tumbuhan (Anonim, 2009).
2.4. Reproduksi dan Daur Hidup
Spons juga bereproduksi secara aseksual dengan
melepaskan fragmen dari diri mereka sendiri, atau kelompok khusus sel yang
disebut gemmules. Gemmules ini, setidaknya pada spesies air tawar seperti
fluviatilis Ephydatia memiliki lapisan pelindung spongin dan memiliki kondisi
lingkungan tertentu mereka perlu dipenuhi sebelum mereka berkecambah (Anonim, 2010).
Proses fisiologi yang terdiri pada porifera sangat
tergantung pada aliran air. Air masuk membawa oksigen dan makanan serta
mengangkut sisa metabolism keluar melalui osculum. Makanannya terdiri dari
partikel yang sangat kecil, 80% partikel yang kurang dari 5µm dan 20% terdiri
atas bakteri, dinoflagelata dan nannoplankton. Partikel yang berukuran antara
5-5µm dimakan dan dibawa oleh amebocyte. Pencernaan di lakukan
secaraintraseluler seperti pada protozoa dan hasil pencernaannya disimpan dalam
archeocyte.
Porifera berkembang biak secara
aseksual maupun seksual. Roproduksi aseksual terjadi dengan cara pembentukan
tunas (budding) ataupun pembentukkan
sekelompok sel esensial, terutama amebocyte, kemudian dilepaskan. Reproduksi
aseksual terjadi baik pada spon yang hermaprodit maupun dioecious. Kebanyakan
porifera adalah hermaprodit, namun sel telur dan sperma di produksi pada waktu
yang berbeda.
Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amebocyte, , sumber
lain mengatakan bahwa sperma juga dapat tebentuk dari choanocyte. Sperma keluar dari tubuh induk melalui
osculum bersama aliran air dan masuk ke individu lain melalui ostium juga
bersama aliran air (Aslan, dkk. 2010).
2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan
Pada porifera pencernaan makanan dilakukan oleh
sel-sel yang terdapat pada sisi tubuhnya. Yang mana sel-sel tersebut mempunyai
bentuk khusus yang disebut koanosit. Sel-sel koanosit ada juga sel-sel amebicyt
dan ameboyd yang dapat menangkap makanan sendiri-sendiri dan belum dapat
dikatakan membentuk jaringan.
Porifera hidup secara heterotrof. Makanannya adalah bakteri dan plankton. Makanan yang masuk ke tubuhnya dalam bentuk cairan
sehingga porifera disebut juga sebagai pemakan
cairan.
Makanan Porifera berupa partikel zat organik atau
makhluk hidup kecil yang masuk bersama air melalui pori-pori tubuhnya. Makanan
akan ditangkap oleh flagel pada koanosit. Selanjutnya makanan dicerna di dalam
koanosit. Dengan demikian pencernaannya secara intraselluler. Setelah dicerna,
zat makanan diedarkan oleh sel-sel amubosit ke sel-sel lainnya. Sedangkan zat
sisa makanan dikeluarkan melalui oskulum bersama sirkulasi air.
Spon adalah pemakan menyaring (filter feeder). Ia
memperoleh makanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup atau tidak,
seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yangmasuk melalui pori-pori arus masuk
yang terbuka dalam air, dan dibawa kedalam rongga lambung atau ruang-ruang
bercambuk. Sisa makanan yang tidak dicerna dibuang keluar dari sel leher
(Suwigyo, dkk. 2006).
2.6. Nilai Ekonomis
Porifera tidak memiliki arti
ekonomi yang penting, tetapi bentuk dan warnanya yang bermacam-macam
menampilkan pemandangan dasar laut yang indah. Kerangka yang tersusun dari
serabut spong ini digunakan sebagai penggosok badan. Beberapa jenis spon air
laut seperti spon jari berwarna oranye, diperdagangkan untuk menghias aquarium
air dan adakalanya diekspor ke luar
negeri (Suwigyo, dkk. 2006).
Secara ekonomis porifera tidak banyak memberikan
keuntungan pada manusia, namun diantara beberapa porifera ada yang menguntungkan yaitu spons yang
berspikula dapat di manfaatkan sebagai alat untuk membersihkan badan (Kimball,
2000).
Beberapa jenis spon air laut seperti spon jari
berwarna orange (axinella canabina), di perdagangkan untuk menghiasi akuarium
air laut, adakala di ekspor ke singapura dan eropa.
Beberapa jenis porifera seperti spongia dan
hippospongia dapat digunakan sebagai spons mandi. Zat kimia yang dikeluarkannya
memiliki potensi sebagai obat penyakit kangker dan penyakit lainnya (Anonim,
2009).
III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 04 November
2011, bertempat di Laboratorium C, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Haluoleo, kendari.
3.2.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pratikum Filum Porifera
beserta kegunaannya dapat dilihat pada table 1 berikut :
Tabel 1. Alat dan bahan serta kegunaannya.
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1.
Alat :
-
Baki
(Dissecting-pan) Tempat untuk meletakkan bahan
-
Pisau
Bedah (Scalpel) Mengiris penampang lintanobjek(bahan)
-
Pinset
(Forceps) Mengangkat objek
2. Bahan :
- Spongilla sp. ( spons)
Sebagai bahan pengamatan
- Alcohol 70% Sebagai bahan
pengawet
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur
kerja pada partikum ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil
dari perairan.
2.
Meletakkan
organisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organisme tersebut.
3.
Menggambar bentuk
secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi
dan diberi keterangan pada buku gambar.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Hasil
Pengamatan pada pratikum ini adalah sebagai berikut :
- Struktur Morfologi Sponge (Spongilla sp)
Keterangan
:
1.
Ostium (poripori)
2.
Osculum (mulut)
3.
Spongecoel
(rongga dalam)
Gambar 3.
Morfologi sponge (Spongilla sp.)
- Struktur Anatomi Sponge (Spongilla sp)
Keterangan:
1. Osculum
2. Ostium
3. Spongosol
Gambar 4. Anatomi sponge (Spongilla sp)
4.2. Pembahasan
Reproduksi porifera adalah secara secara dan aseksual.
Reproduksi seksual adalah dengan terjadinya pertunasan pada bagian tubuh spons tersebut sehingga
dapat membentuk individu baru, tetapi
dengan cara seksual hanya terjadi pada hewan porifera yang hermafrodit saja ,
di mana pertemuan antara sel sperma dan sel telur terjadi di dalam mesohyl,
kemudian sel sperma dan sel telur ini
melebur menjadi embrio lalu menjadi larva dan kemudian karva tersebut keluar dari tubuh
induk dan berenang bebas sesaat lalu menempel pada substrat lalu menjadi spons muda yang sessil ,lalu ia
tumbuh dan berkembang menjadi spon yang
dewasa.
Dari hasil pengamatan pada phylum porifera khususnya
pada spons dimana terlihat pori atau lubang pada sisi sebelah luar. Tubuhnya memiliki rongga yang disebut
spongosoel, dan dinding tubuh terdiri atas saluran radial dan saluran anus yang
berfungsih untuk memasukkan makanan (mulut) dan oskulum merupakan lubang
pengeluaran makanan. Hewan ini tidak mempunyai organ tubuh dan alat gerak, ada
yang berwarna dan ada yang tidak berwarna. Sesuai dengan pernyatakan Anonim (2010). yang menyatakan
bahwa pada umumnya spon tidak berangka. Yang berangka, spikulanya tersusun atas
silikat atau zat sponging atau campuran keduanya.
Pada pengamatan spon (Spongilla sp.), terlihat struktur morfologi terdapat ostia dan
oskulum. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2011) bahwa anggota phylum porifera memiliki tubuh
berpori (ostia) yang berbentuk tabung, dimana pori tersebut berguna untuk
tempat masuknya air, selai itu, porifera juga memiliki oskulum yang berfungsih
sebagai tempat keluarnya air.
Bentuk tubuh spon bermacam-macam ada yang seperti
batuan dan ada yang berbentuk atau menyerupai tumbuhan. Rangka luar pada spon
terdiri atas serabut yang berlendir dari sponging, dan spikula (duri) dari
kersik. Hal ini didukung oleh pendapat dari Anonim (2011), menyatakan
bahwa bntuk spon dipertahankan oleh rangka yang terdiri atas spikula yang
dibentuk oleh sel-sel yang tersebar didalam mesoglea.
Pada hewan porifera metabolisme dilakukan untuk
perkembangbiakan, sistem pernapasan dan sistem pencernaan. Perkebangbiakan porifera terdiri atas dua
cara yaitu perkebangan vegetatif dan perkembangan generatif. Perkembangan vegetatif
atau asekual terjadi dengan cara pembentukkan tunas atau pembentukan
sekelompok-sekelompok esensial, terutama amebosite kemudian tunas memisahkan
diri dari induknya. Spon air tawar
membentuk gemmulae (butir benih). Gammulae tersusun dari sekumpulan archeocyte
berisi cadangan makanan dikelilingi amebocyte yang membentuk lapisan luar yang
keras diperkuat dengan spikula, sehingga membentuk dinding yang resisten.
Perekbangan aseksual berlangsung secara asogami. Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amebocyte.
Sperma keluar dari tubuh induk melalui osculum bersama aliran air dan masuk
keindividu lain melalui osculum bersama aliran air. Tubuh spon yang lunak dapat
berdiri tegak karena ditunjang oleh sejumlah besar spikula kecil serta serat
organik yang berfungsi sebagai kerangka. Mengemukakan
bahwa spons merupakan binatang bersel
banyak yang paling primitif tidak mempunyai organ yang sejati dan masing-masing
sel memperlihatkan kebebasannya, sampai batas-batas dan umumnya yang hidup di
air laut.
Pengamatan
pada organisme phylum porifera yaitu sponge dimana pada bagian tubuhnya
terdapat beberapa bagian yaitu osculum dan ostium. Osculum terletak pada begian
paling atas dari sponge yang berbentuk seperti lubang yang berhubungan langsung
dengan spongosoel berfungsi sebagai tempat keluarnya air. Di bawah osculum
terdapat suatu ruang berbentuk vas bunga yaitu spongosoel yang berfungsi sebagai tempat mengolah air
yang masuk dari pori-pori (ostia) (Kimball, J.W. 2000).
Bagian luar dari morfologi sponge terdapat banyak
lubang-lubang kecil yang disebut pori (ostia) berfungsi sebagai tempat masuknya
air menuju spongosoel, selain terdapat ostia pada bagian luar sponge juga
terdapat dinding yang terdiri dari satu lapisan sel pipih yang disebut
pinakosit, sel ini dapat melakukan gerakan kembang, kempis sehingga
memungkinkan seluruh tubuh sponge dapat beruba ukuran baik besar maupun kecil,
sedangkan sel yang terbentuk tabung kecil yang menghubungkan oatium dengan
spongosoel diantara ostium dan spongosoel (Sugiarti, S. 2004).
Bagian
lapisan dalam dari sponge terdiri atas sel-sel yang mempunyai flagel yang
berfungsi untuk mencerna makanan dan bercorong yang disebut yang disebut sel
leher atau sel koanosit. Lapisan yang
membatasi antara lapisan epidermis dan lapisan endodermis yang disebut mesoglea
yang terdiri atas sel amebosit yang berfungsi sebagai pengangkut zat makanan
dan sisa metabolisme sari sel yang satu ke sel lainnya (Suhardi. 2002).
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Secara morfologi,
porifera memiliki bentuk tubuh seperti tabung atau jambangan bunga bersifat
simetris radial serta struktur morfologinya terdiri atas ostia dan osculum.
2.
Secara anatomi,
porifera memiliki spongocoel dimana pada spongocoel terdapat sel leher (sel
koanosit) dan pada lapian mesoglea terdapat sel amebosit dan sel skleroplas.
3.
Klafikasi salah
satu species dari filum porifera (Spongilla
sp.) yaitu kingdom = Animalia, filum =
porifera, sub filum = invertebrate, class = demospongiae, sub class = keratosa,
ordo = distyocorotida, family = euspongidae, genus = euspongia, dan spesies =
euspongia sp.
5.2. Saran
Saran sebagai
pratikan adalah agar dalam pratikum selanjutnya di persiapkan dengan mikroskop
agar anatomi dan morfologinya terlihat dengan baik.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Brachiopoda berasal dari kata brachys yang berarti
pendek dan pous yang
artimya kaki. Jadi Brachiopoda adalah hewan laut yang hidup didalam setangkup
cangkang terbuat dari zat kapur atau zat tanduk. Mereka biasanya hidup menempel
pada substrak dengan semen langsung atau dengan tangkai yang memanjang dari
ujung cangkang (Suhardi, 2002)
Brachiopoda memiliki kemiripan yang
berbeda dengan Mollusca jenis Bivalvia di mana pada bagian terlindungi secara
eksternal oleh sepasang convex yang dikelompokkan ke dalam cangkang yang
dilapisi dengan permukaan yang tipis dari periostacum organik, yang berkisar
hingga 100 tahun yang lalu (invertebrata palaeontologi). Hewan Brachiopoda
merupakan kelompok hewan lain selain Ectoprocta yang terkait dengan fosil-fosil dari zaman Cambria. Hewan
tersebut dinamakan demikian karena anggapan yang salah bahwa hewan ini
menggunakan lengan-lengan mereka yang menggulung untuk bergerak. Dalam kelompok
ini lebih banyak yang menjadi fosil dari
pada yang masih hidup (Aslan, dkk.,
2010).
Lingula unguis merupakan
salah satu marga (genus) dari phylum Brachiopoda yang keberadaannya sampai
sekarang masih hidup di zona intertidal dan mendapat sebutan fosil hidup atau
dalam istilah lainnya “Living Fossil”. Hewan ini lazimnya disebut Kerang Lentera (lamp shell). Hal ini karena bentuknya yang menyerupai
lampu minyak pada zaman kerajaan romawi kuno.
Hewan ini dikenal sebagai hewan yang hidup di dalam liang pada dasar
lumpur atau pasir berlumpur. Lingula unguis termasuk hewan penggali
pasir dengan menggunakan semacam tangkai berotot yang terbuat dari organ lunak (Aslan, dkk.,
2010).
Berdasarkan
uraian diatas maka perlu di adakan pratikum mengenai filum Brachiopoda yaitu lingula unguis untuk mengetahui
morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2. Tujuan dan
Manfaat
Tujuan pada
praktikum filum Brachiopoda adalah untuk mengetahui filum Brachiopoda secara
morfologi dan anatomi serta dapat mengetahui bagian-bagian filum Brachiopoda.
Manfaat pada
praktikum filum Brachiopoda adalah sebagai bahan dasar masukan untuk menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Brachiopoda.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi
Kerang
lentera atau dalam bahasa latin dikenal dengan nama Lingula unguis tersebar luas di daerah tropis, terletak di daerah
pasifik seperti kepulauan Indonesia, Malaysia, perairan Jepang, China, dan
Filiphina (Ariadmo, 2000).
Menurut
Gosner (1971) dalam Resky Wulandaris
(2006) klasifisikasi Lingula unguis
sebagai berikut:
Phylum : Brachiopoda
Class : Inarticulata
Ordo : Lingulida
Famili : Lingulidae
Genus : Lingula
Spesies : Lingula unguis
Gambar 5. Kerang lentera (linggula
unguis)
2.2. Morfologi dan Anatomi
Kerang
lentera, tubuh bagian dalamnya terdiri atas organ-organ seperti hati, saluran
pencernaan (usus dan lambung), kelenjar pankreas, gonad dan otot-otot yang berfungsi sebagai penggerak organ
membuka dan menutup cangkang serta gerakan memutar tubuhnya yang disebut
pedikel. Di bagian depan (anterior) sebelah dalam cangkang terdapat suatu organ
yang berlipat-lipat menyerupai bentuk tapal sepatu kuda dan disebut lafofor.
Organ ini dilengkapi dengan tentakel sebagai organ respirasi dan alat untuk
menangkap makanannya, divisi dinding usus terdapat lubang kecil yang disebut
nephridium dan merupakan lubang pembuangan zat-zat tidak berguna. Nephridium
selain berguna sebagai organ ekskresi juga sebagai organ reproduksi
(Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Bagian luar dari Brachiopoda ini
juga biasa disebut “lamp shell”
(Kerang Lampu) hampir mirip dengan phoronids. Brachiopoda memiliki kemiripan
yang berbeda dengan Mollusca jenis Bivalvia dimana pada bagian tubuhnya
terlindungi secara eksternal oleh sepasang convex yang dikelompokkan ke dalam
cangkang yang dilapisi oleh permukaan yang tipis dari periostracum organic yang
berkisar hingga 100 tahun yang lalu. Dalam kelompok ini lebih banyak jenisnya
yang menjadi fosil dari pada yang masih hidup
(Romimohtarto dan
Juwana, 2005).
Tubuh bagian dalam (anatomi) Kerang
Lentera (lingula unguis) terdiri dari
atas organ-organ seperti hati, saluran pencernaan (usus dan lambung), kelenjar
pancreas, gonad dan otot-otot yang berfungsi sebagai penggerak organ seperti
membuka dan menutup cangkang serta gerakan memutar tubuhnya yang disebut
pendukel. Bagian depan (anterior)
sebelah dalam cangkang terdapat suatu organ yang terlipat-lipat menyerupai
bentuk tapak sepatu kuda yang disebut lofofor.
Organ ini dilengkapi dengan tentakel bulu (bercillium) sebagai organ respirasi
dan alat bantu untuk menangkap makanannya.
Di sisi dinding usus terdapat lubang kecil yang disebut nephridium dan
merupakan lubang pembuangan zat-zat yang tidak berguna. Nephridium selain sebagai organ eksresi juga
sebagai organ reproduks.
Hewan
Brachiopoda hidup menempel pada substratnya melalu suatu tangkai, dan membuka
cangkangnya sedikit untuk memungkinkan air mengalir di antara cangkang dan lofofor. Semua anggota
Brachiopoda yang masih hidup adalah sisa-sisa dari masah lalu yang jauh lebih jaya;
hanya sekitar 330 spesies tersebut yang diketahui, tetapi terdapat 30.000
spesies fosil peleozoikum dan mesozoikum
(Nail A Campbell, 2003).
2.3. Habitat dan Penyebaran
Lingula unguis tersebar luas di daerah tropis, terutama di daerah pasifik
seperti kepulauan Indo malayan perairan Jepang, China, dan Philipina. Kerang
lentera hidup di dasar perairan yang umunya dangkal, tidak berkoloni, daerah
berlumpur dan dapat berpindah tempat dengan pendukel yang berfungsi sebagai
tongkat. Gerakan ini juga terjadi karena adanya pasang surut. Lumpur sebagian
besar merupakan partikel-partikel zat organik untuk berbagai jenis kerang
tempat hidup yang baik. Meningkatnya kandungan lumpur yang belum mengendap
menyebabkan cahaya matahari penetrasinya
terhadap dasar perairan dan kerang lentera umumnya membenamkan dirinya didalam
sedimen berpasir atau daerah berlumpur. Daerah garis pantai berpasir sebagai
daerah peralihan antara laut dan darat ternyata banyak dihuni oleh organisme
ini (Ariadmo, 2000).
Kerang umumnya membenamkan diri di dalam
pasir atau pasir berlumpur. Pantai
berpasir dan berlumpur memiliki beberapa perbedaan di mana pantai berpasir memiliki ukuran butiran yang lebih
besar dibandingkan daerah berlumpur yang memiliki butiran yang sangat halus.
Pantai berlumpur cenderung mengakumulasi bahan organik yang berarti bahwa cukup
banyak bahan makanan yang potensial untuk organisme penghuni pantai, akan
tetapi keadaan berlimpahnya partikel organik yang halus ini mempunyai kemampuan
untuk menyumbat permukaan alat pernapasan bagi organisme yang membenamkan diri
di dalamnya (Suhardi, 2002).
Sebanyak
30.000 spesies Brachiopoda hidup pada era paleozoikum dan mezoikum. Fosil
Brachiopoda tersebar luas dan banyak pada dasar batuan dasar laut, sekitar 335
spesies hidup sampai saat ini, semuanya hidup dilaut, soliter dan biasanya
menempel pada batu atau benda padat lainnya, beberapa spesies hidup dalam
lubang pasir atau lumpur pantai dan umumnya ditemukan di daerah pantai sedang
dan dingin.
2.4. Reproduksi dan Daur Hidup
Lingula
unguis bergerak lambat, mencapai panjang cangkang 5 cm dalam waktu 12
tahun. Hewan ini menjadi matang
kelamin, mencapai 2,25 cm. Pemijahan terjadi disepanjang tahun. Telur dan spermatozoa disebar akan terbentuk larva dan terjadi pembuahan. Embrio yang dihasilkan akan terbentuk menjadi
larva yang berenang bebas. Larva ini menghanyut di permukaan laut dan makan tumbuh-tumbuhan
renik yang terdapat di laut
(Romimohtarto dan Juwana, 2005).
Reproksi seksual, umumnya dioecious, gomad biasanya
berupa empat kelompok gamet yang dihasilkan dalam peritoneum, kecuali yang
dierami gamet dilepaskan ke air melalui nepridia. Pembuahan diliar tubuh, telur
menetas menjadi larva yang berenang bebas dan sudah mulai makan. Larva
inarcitulata bentuknya mirip brachiopoda dewasa tidak mengalami metamorphosa
pada akhir stadia larva tumbuh pedicle serta cangkang dan larva turun ke
substrat untuk kemudian hidup dalam lubang (Aslan, dkk, 2007)
2.5. Makanan dan
Kebiasaan Makan
Makanan
Kerang Lentera (Lingula unguis)
adalah jasad renik yang melayang di dalam air seperti plankton, sebagai hewan
bentik yang hidup menetap pada suatu dasar atau substrat.
Lingula
unguis mendapatkan makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel yang
ada di dalam air. Cara makan lingula unguis agak berbeda dengan hewan
penyaring lainnya seperti kerang-kerangan Mollusca, karena hewan ini mempunyai
organ berbulu getar yang disebut lofofor.
Dengan bantuan organ tersebut. Kerang lentera dapat menangkap makanannya
dan zat yang tidak dibutuhkan akan dihalau keluar tubuh.
Makanan yang
didapat akan didorong masuk ke rongga mulut dan selanjutnya ke dalam lambung
untuk dicerna. Zat-zat sisa berupa
kotoran dikeluarkan melalui lubang kecil yang terdapat di dinding usus keluar
tubuh (Romimohtarto dan Juwana, 2005).
2.6. Nilai
Ekonomis
Lingula unguis merupakan
salah satu spesies yang mempunyai nilai ekonomis yaitu sebagai protein hewani,
sehingga keberadaannya di perairan diambil oleh masyarakat untuk dikonsumsi
sebagai pengganti ikan. (Romimohtarto dan Juwana, 2005).
Kerang
lentera umumnya dikonsumsi sebagai bahan makanan yang biasanya di konsumsi
penduduk di dekat pantai dan cangkangnya dapat di jadikan hiasan.
Branchiopoda
adalah suatu kelompok primitif dan terutama binatang berkulit keras, yang kebanyakan
menyerupai udang. Ada di atas 900 jenis dikenal di seluruh dunia. Beberapa
terkenal, mencakup Artemia ( air asin udang, Sea-Monkeys ketika dijual seperti hal-hal
baru), dan Daphnia.
III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 18 November 2011 pukul
14.00-16.00 WITA. Bertempat di
Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang
digunakan dalam praktikum Filum Brachiopoda beserta kegunaannya dapat dilihat
pada table 2 berikut :
Tabel 2.
Alat dan bahan serta kegunaannya.
No. Alat dan
Bahan Kegunaan
1.
Alat :
-
Baki (Dissecting-pan) Wadah menyimpan objek
-
Pisau bedah (Scalpel) Alat
membedah objek
-
Pinset (forceps) Alat
mengambil bahan
2. Bahan
:
-
Kerang lentera
Sebagai objek yang diamati
-
Alkohol 70% Sebagai
bahan pengawet
3.3. Prosedur
Kerja
Prosedur kerja
pada pratikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengamatan pada organisme yang
telah di ambil dari perairan.
2.
Meletakan
organisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organisme tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan
anatomi bagian-bagian organisme yang telah di identifikasi dan di beri
keterangan padea buku gambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum kali ini
adalah sebagai berikut :
-
Morfologi filum Brachiopoda (lingula unguis)
Keterangan
:
1.
Exhalent
pseudoscphon
2.
Inhalent
pseudoscphon
3.
Chaeta
4.
Ventral
value
5.
Apeks
Muscle
6.
Cuticle
7.
Sand
Gambar 6. Morfologi Kerang Lentera (Lingula unguis)
-
Anatomi
filum Braciopoda (lingula unguis)
Keterangan :
1. Tentakel
2. Nepridium Gonad
3.
Cangkang
4.
Otot
5.
Lambung
6.
Lophophore
Gambar 7. Anatomi filum Braciopoda (lingula unguis)
4.2.
Pembahasan
Kerang lentera merupakan organisme
yang termasuk dalam
Phylum Brachiopoda yang mempunyai cangkang yang terdiri dari tangkup tetapi kedua tangkup ini tidak berengsel. Tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, tetapi ia terdiri dari atas dan bawah.
Phylum Brachiopoda yang mempunyai cangkang yang terdiri dari tangkup tetapi kedua tangkup ini tidak berengsel. Tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, tetapi ia terdiri dari atas dan bawah.
Pada pengamatan filum Brachiopoda yakni Lingula unguis, dapat diketahui bahwa
hewan laut ini hidup di dalam setangkup cangkang yang terbuat dari zat kapur
atau zat tanduk yang terdiri dari dua tangkup.
Kedua
tangkupnya tidak seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan
kanan, terdiri dari bagian atas dan bawah.
Cangkang Lingula. unguis ada di depan.
Bagian utama tubuhnya berisi visera
dan pada bagian pinggiran setiap lengan terdapat dua baris tentakel yang
dipenuhi oleh bulu getar. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Romimohtarto dan Juwana (2005) yang menyatakan
bahwa Lingula unguis mempunyai
cangkang dari zat tanduk yang terdiri dari dua tangkup, tetapi tidak
berengsel. Kedua tangkup ini, tidak
seperti halnya kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, terdiri dari
bagian atas dan bawah. Bukan cangkang Lingula
unguis ada di depan. Bagian utama dari tubuhnya berisi visera, terdapat di
separuh belakang cangkangnya. Sebuah
ruang yang tertutup di antara kedua tangkup cangkang di depan tubuh dalam
rongga mantel (mantel cavity), yang
bagian dalamnya dilapisi oleh mantel, sebuah tutup dari dinding tubuh. Pada bagian pinggiran setiap lengan terdapat
dua baris tentakel yang dipenuhi oleh bulu getar. Reproduksi Lingula unguis berlangsung
secara eksternal, di mana telur dan spermatozoa yang telah matang disebar di
dalam air akan terbentuk larva dan terjadi pembuahan embrio yang dihasilkan
akan terbentuk menjadi larva yang berenang bebas.
Lingula
unguis bergerak lambat, mencapai panjang cangkang 5 cm dalam waktu 12
tahun. Hewan ini menjadi matang
kelamin, mencapai 2,25 cm. Pemijahan terjadi disepanjang tahun.Satu
lengan dan lateral. Setiap lengan menjulur dan tentakel membuka gulungan dan
mekar. Tapak-tapak bulu-getar tertentu pada kentakel dari setiap lengan
memukul-mukul bersamaan menyebabkan air berisi makan dan oksigen masuk ke dalam
rongga mantel melalu etiap tabung bulu lateral.
Di dalam cangkang terdapat lophohore
yang berfungsi untuk mendapatkan makanan. Menurut Suwignyo dkk.(2005) Bentuk lophophore
seperti dua tangan atau “brachia” yang panjang, menggulung dan masing-masing
mengandung deretan tentakel serta alur makanan menuju mulut. Pada waktu makan,
kedua keping cangkang terbuka sedikit, dan gerakan cilia pada tentakel
menghasilkan aliran air yang membawa makanan, kemudian terperangkap pada lendir
tentakel dan oleh gerakan cilia dialirkan ke mulut.Makanan terdiri atas
fitiplankton, partikel terlarut dan koloid.
Sebagai hewan bentik lingula unguis
hidup di dasar perairan umumnya dangkal, tidak
berkoloni (soliter), di daerah berlumpur dan biasa berpindah tempat dengan bantuan perikel yang berfungsi sebagai
tongkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suwignya, dkk 2005 yang menyatakan hahwa sebanyak 30.000 spesies dari filum
Brachiopoda hidup pada era Palaezoikum dan Mesozoikum. Fosil brachiopoda
tersebar luas dan banyak terdapat dalam batuan dasar laut.Sekitar 335spesies
hidup, semuanya hidup di laut, soliter dan biasanya menempel pada batuan atau
pada benda padat lainnya.
Pada umumnya kerang lentera memperoleh makanannya dengan
menyaring partikel-partikel yang terdapat di dalam air laut. Hal ini didukung
oleh pernyataan Nybakken (1992) dalam Iskandar
(2006) yang menyatakan bahwa makanan kerang lentera (Lingula unguis) adalah jasad renik yang melayang di dalam air
seperti plankton, sebagai hewan bentik yang hidup menetap pada suatu dasar atau
substrat. Kerang Lentara
mendapatkan makanannya dengan cara menyaring partikel-partikel yang ada di
dalam air.
Kerang lentera (Lingula unguis) merupakan salah satu
spesies yang mempunyai nilai ekonomis yaitu sebagai protein hewani, sehingga
keberadaannya di perairan diambil oleh masyarakat untuk dikonsumsi sebagai
pengganti ikan.Selain
bisa dikonsumsi, penduduk didekat pantai, cangkangnya dijadikan sebagai hiasan
pakaian (Aslan, dkk. 2009).
V. PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan dan pembahasan pada praktikum kali ini maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berkut :
1. Secara morfologi,
filum Brachiopoda nampak adanya tentakel, cangkang, dan tangkai.
2. Secara anatomi,
filum Brachiopoda nampak adanya tentakel, nephridium gonad, cangkang, otot,
lambung, dan lophophore.
3. Klafikasi salah satu
species dari filum Brachiopoda yaitu filum = Branchiopoda, class = inarticulata,
ordo = lingulida, family = Lingulidae, genus = Lingula, dan spesies = Lingual unguis.
5.2. Saran
Saran saya sebagai praktikan adalah alat-alat yang akan
digunakan dalam praktikum dapat lebih dilengkapi sehingga dapat mendukung
praktikum selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan,
M, L., Wa Iba., Kamri, S., Irawati., Subhan., Purnama, F, M., M., Jaya, I, M.,
Rahmansyah., Saputra, R., Tiar, S., Mulyani, T., Kasendri, R, A., Zhuhuriani,
Riana, A. 2011. Penuntun Praktikum
Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Haluoleo. Kendari.
Neil, A., 2003. Biologi. Edisi kelima Jilid II. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Romimohtarto, K.,
dan Sri Juwana, 2005. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Djambatan.
Jakarta.
Suhardi., 2002. Buku Evolusi Avertebrata Universitas Indonesia. Jakarta.
Suwignyo, S dkk., 2005. Avertebrata Air. Penebar Swadaya.
Jakarta.
LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM II
(FILUM BRACHIOPODA)
OLEH:
NAMA :
RONI NERLIANO
STAMBUK : I1A2 10
061
PROGRAM STUDI : BUDIDAYA PERAIRAN
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2011
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Annelida berasal dari bahasa
latin, annulus yaitu cincin atau cacing
gelang adalah kelompok cacing dengan tubuh bersegmen. Annelida merupakan hewan
tripoblastik yang sudah memiliki rongga tubuh sejati (hewan selomata). Namun
Annelida merupakan hewan yang struktur tubuhnya paling sederhana. Annelida memiliki
panjang tubuh sekitar 1 mm hingga 3 m. Contoh annelida yang panjangnya 3 m
adalah cacing tanah Australia. Bentuk tubuhnya simetris bilateral dan bersegmen
menyerupai cincin. Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya.
Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa.
Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan
segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Annelida adalah filum luas yang terdiri
dari cacing
bersegmen, dengan sekitar 15.000 spesies modern, antara lain cacing tanah
dan lintah.
Filum ini ditemukan di sebagian besar lingkungan basah, seperti air tawar
dan di laut. Panjang anggotanya mulai dari di
bawah satu milimeter sampai tiga meter. Filum ini dikelompokkan menjadi tiga
kelas yaitu Polychaeta,
Oligochaeta,
dan Hirudenia. (Anonim 2010).
Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan
otot memanjang (longitudinal). Sistem pencernaan annelida sudah lengkap,
terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), usus, dan anus. Cacing ini
sudah memiliki pembuluh darah sehingga memiliki sistem peredaran darah
tertutup. Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah. Pembuluh
darah yang melingkari esofagus berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh (Anonim
2010)..
Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga
tali. Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior. Ekskresi dilakukan
oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor.
Nefridia ( tunggal – nefridium ) merupaka organ ekskresi yang terdiri dari
saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupaka
npori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi
tiap segmen tubuhnya.
Phylum
Annelida meliputi tiga kelas yaitu kelas Polycheta, kelas Oligochaeta dan kelas
Hirudinae. Biasanya terdapat di laut,
ait tawar, air payau dan beberapa di darat.
Berdasarkan latar belakang di atas maka untuk lebih memperjelas
pengamatan pada phylum Annelida, diadakanya praktikum mengenai phylum Annelida
tersebut. (Anonim 2010)
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan
pratikum mengenai filum Annelida yaitu Nereis
sp, dan Lumbricus sp untuk mengetahui morfologi dan anatomi
serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari
praktikum filum Annelida yaitu untuk mengetahui bentuk secara morfologi dan
anatomi serta bagian-bagian filum Annelida
Manfaat dari praktikum filum Annelida
adalah sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta
jenis-jenis mengenai filum Annelida.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1.
Klasifikasi
Cacing Laut ( Nereis sp.) hidup di dalam sedimen tubuhnya terdiri dari
segmen-segmen dan setiap segmennya terdapat sepasang parapodia, yang selain
berfungsi sebagai alat gerak juga berfungsi sebagai alat pernapasan bantuan
(Vandevelde, 2003).
Polychaeta
yaitu pada Cacing Laut ( Nereis sp.) adalah anggota benthos yang
memiliki sifat umum , yakni bentuk tubuhnya memanjang seperti cacing, tubuhnya
terdiri dari beberapa ruas dan setiap ruasnya ditumbuhi oleh sepasang kaki semu
(Parapodia yang pipih) ( Hutabarat dan Evans, 1985 dalam
Parlan, 2006).
Cacing Laut (Nereis sp.) menurut Wikipedia (2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Annelida
Class :
Polychaeta
Ordo :
Nereidinae
Famili :
Nereidae
Genus : Nereis
Spesies : Nereis
sp.
Gambar 20 : Cacing Laut (Nereis sp.)
Cacing tanah merupakan makhluk
yang telah hidup dengan bantuan sistem pertahanan mereka sejak fase awal evolusi, oleh
sebab itu mereka selalu dapat menghadapi invasi mikroorganisme patogen di
lingkungan mereka. Penelitian yang telah berlangsung selama sekitar 50 tahun
menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki kekebalan
humoral dan selular
mekanisme. Selain itu telah ditemukan bahwa cairan selom cacing tanah
mengandung lebih dari 40 protein dan pameran beberapa aktivitas biologis sebagai berikut:
cytolytic, proteolitik, antimikroba, hemolitik, hemagglutinating, tumorolytic, dan
kegiatan mitogenic.
Cairan dari selom foetida
Eisenia Andrei telah
diteliti memiliki sebuah aktivitas antimikroba terhadap Aeromonas
hydrophila dan Bacillus megaterium yang dikenal sebagai patogen cacing
tanah. Setelah itu diperoleh
dua protein, bernama Fetidins, dari cairan selom cacing tanah dan
menegaskan bahwa aktivitas antibakteri ini disebabkan karena fetidins. Lumbricus
rubellus juga
memiliki dua agen antibakteri bernama Lumbricin 1 dan Lumbricin 2. Baru-baru ini, dua
jenis faktor antibakteri yang mempunyai aktivitas seperti lisozim dengan
aktivitas hemolitik serta pengenalan pola protein bernama
selom cytolytic faktor (CCF) telah diidentifikasi dalam foetida Eisenia cacing
tanah. Lysenin protein yang berbeda dan
Eisenia foetida lysenin-seperti protein memiliki beberapa kegiatan yang
diberikan cytolytic hemolitik, antibakteri dan membran-permeabilizing properti.
Protein yang dimiliki oleh cacing tanah memiliki mekanisme antimikroba yang berbeda dengan mekanisme antibiotik. Antibiotik membunuh mikrorganisme tanpa merusak jaringan tubuh. Antibiotik membunuh mikroganisme biasanya dengan dua cara, yaitu dengan menghentikan jalur metabolik yang dapat menghasilkan nutrient yang dibutuhkan oleh mikroorganisme atau menghambat enzim spesifik yang dibutuhkan untuk mmbantu menyusun dinding sel bakteri. Sedangkan, mekanisme yang dilakukan oleh protein yang dimiliki oleh cacing tanah adalah dengan membuat pori di dinding sel bakteri. Hal ini menyebakan sitoplasma sel bakteri menjadi terpapar dengan lingkungan luar yang dapat mengganggu aktivitas dalam sel bakteri dan menyebabkan kematian. Dengan cara ini, bakteri menjadi lebih susah untuk menjadi resisten karena yang dirusak adalah struktur sel milik bakteri itu sendiri.
Protein yang dimiliki oleh cacing tanah memiliki mekanisme antimikroba yang berbeda dengan mekanisme antibiotik. Antibiotik membunuh mikrorganisme tanpa merusak jaringan tubuh. Antibiotik membunuh mikroganisme biasanya dengan dua cara, yaitu dengan menghentikan jalur metabolik yang dapat menghasilkan nutrient yang dibutuhkan oleh mikroorganisme atau menghambat enzim spesifik yang dibutuhkan untuk mmbantu menyusun dinding sel bakteri. Sedangkan, mekanisme yang dilakukan oleh protein yang dimiliki oleh cacing tanah adalah dengan membuat pori di dinding sel bakteri. Hal ini menyebakan sitoplasma sel bakteri menjadi terpapar dengan lingkungan luar yang dapat mengganggu aktivitas dalam sel bakteri dan menyebabkan kematian. Dengan cara ini, bakteri menjadi lebih susah untuk menjadi resisten karena yang dirusak adalah struktur sel milik bakteri itu sendiri.
Cacing tanah (Lumbricus sp.) menurut Lamarck, (1809) dalam Wikipedia
(2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia
Phylum :
annelida
Class :
Oligochaeta
Ordo :
Opisthopora
Famili :
Megascolecidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus
sp.
Gambar 21 : Cacing tanah (Lumbricus
sp.)
Lintah dan pacet adalah hewan yang
tergabung dalam filumAnnelida
subkelas Hirudinea. Terdapat jenis lintah yang dapat hidup di daratan,
air tawar, dan laut. Seperti halnya kerabatnya, Oligochaeta,
mereka memiliki klitelum. Seperti cacing tanah,
lintah juga hermaprodit (berkelamin ganda). Lintah obat
Eropa, Hirudo medicinalis, telah sejak lama dimanfaatkan untuk
pengeluaran darah (plebotomi) secara medis.
Hirudinea merupakan kelas annelida
yang jenisnya sedikit. Anggota kelas hirudinea hidup di lingkungan akuatik dan
terrestrial. Panjang Hirudinea bervariasi dari 1–30 cm. Sebagian besar
Hirudinea adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya
adalah vertebrata dan termasuk manusia. Hirudinea parasit hidup dengan mengisap
darah inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa invertebrata
kecil seperti siput. Contoh Hirudinea parasit adalah Haemadipsa (pacet)
dan Hirudo (lintah). Saat merobek atau membuat lubang, lintah
mengeluarkan zat anestetik (penghilang sakit), sehingga korbannya tidak akan
menyadari adanya gigitan. Setelah ada lubang, lintah akan mengeluarkan zat anti
pembekuan darah yaitu hirudin. Dengan zat tersebut lintah dapat mengisap darah
sebanyak mungkin.
Lintah dibedakan dari pacet bukan
berdasarkan taksonomi, tetapi lebih pada habitat kesukaannya. Lintah
sehari-hari hidup di air, sedangkan pacet sehari-harinya melekat pada daun atau
batang pohon (di luar air). Semua spesies lintah adalah karnivora.
Beberapa merupakan predator, mendapat makanan dari berbagai jenis invertebrata
seperti cacing, siput, atau larva serangga.
Lintah (hirudo sp) menurut as’ad (2011) adalah sebagai berikut :
Kingdom :
Animalia
Phylum :
annelida
Class :
clitellata
Ordo :
hirudinea
Famili : arhychobdellida
Genus : hiroda
Spesies : hirudos
sp.
Gambar 22 : Lintah ( Hirudo sp)
2.2.
Morfologi dan Anatomi
Annelida
memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya.Antara satu segmen dengan
segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa.Pembuluh darah, sistem
ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh (selom) Annelida berisi cairan yang
berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi
otot.Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang
(longitudinal) (Anonim 2010).
Sistem
pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus
(kerongkongan), usus, dan anus.Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah
sehingga memiliki sistem peredaran darah tertutup.Darahnya mengandung
hemoglobin, sehingga berwarna merah.Pembuluh darah yang melingkari esofagus
berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh.Sistem saraf annelida adalah sistem
saraf tangga tali. Ganglia otak
terletak di depan faring pada anterior.Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi
yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor.Nefridia ( tunggal –
nefridium ) merupaka organ ekskresi yang terdiri dari saluran.Nefrostom
merupakan corong bersilia dalam tubuh.Nefrotor merupaka npori permukaan tubuh
tempat kotoran keluar. Terdapat
sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya.
Gambar
23. Anatomi cacing tana ( Lumbricus
sp.)
Polychaeta (dalam bahasa yunani, poly = banyak,
chaetae = rambut kaku) merupakan annelida berambut banyak. Tubuh Polychaeta
dibedakan menjadi daerah kepala (prostomium) dengan mata, antena, dan sensor
palpus. Polychaeta memiliki sepasang struktur seperti dayung yang disebut
parapodia (tunggal = parapodium) pada setiap segmen tubuhnya. Fungsi parapodia
adalah sebagai alat gerak dan mengandung pembuluh darah halus sehingga dapat
berfungsi juga seperti insang untuk bernapas. Setiap parapodium memiliki rambut
kaku yang disebut seta yang tersusun dari kitin.
Oligochaeta (dalam bahasa yunani, oligo = sedikit,
chaetae = rambut kaku) yang merupakan annelida berambut sedikit. Oligochaeta
tidak memiliki parapodia, namun memiliki seta pada tubuhnya yang bersegmen.
Contoh Oligochaeta yang paling terkenal adalah cacing tanah. Jenis cacing tanah
antara lain adalah cacing tanah Amerika (Lumbricus terrestris), cacing tanah
Asia (Pheretima), cacing merah (Tubifex), dan cacing tanah raksasa Australia
(Digaster longmani). Cacing ini memakan oarganisme hidup yang ada di dalam
tanah dengan cara menggali tanah. Kemampuannya yang dapat menggali bermanfaat
dalam menggemburkan tanah. Manfaat lain dari cacing ini adalah digunakan untuk
bahan kosmetik, obat, dan campuran makan berprotein tinggi bagi hewan ternak.
Hirudinea merupakan kelas annelida yang jenisnya
sedikit. Hewan ini tidak memiliki arapodium maupun seta pada segmen tubuhnya.
Panjang Hirudinea bervariasi dari 1 – 30 cm. Tubuhnya pipih dengan ujung
anterior dan posterior yang meruncing. Pada anterior dan posterior terdapat
alat pengisap yang digunakan untuk menempel dan bergerak. Sebagian besar
Hirudinea adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya adalah
vertebrata dan termasuk manusia. Hirudinea parasit hidup denga mengisap darah
inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa invertebrata kecil
seperti siput. Contoh Hirudinea parasit adalah Haemadipsa (pacet) dan hirudo
(lintah) (Anonim 2010).
Ruas-ruas cacing tanah dewasa dewasa
dapat dikatakan sama bentuk dan ukurannya kecuali bagian anterior dan
posterior. Pada umumnya jumlah ruas tidak tetap, bervariasi sekitar 25%.
Setengah dari ruas ujung paling antetior merupakan prostomium yang adakalanya
memanjang seperti belalai. Jumlah ruas
atau somid pada cacing dewasa antara 115-200 buah, ruas pertama adalah
peristomium yang mengandung mulut dan ruas terakhir terdapat anus. Pada setiap
ruas terdapat 4 rumpun satae, 2 rumpun pada dorsal lateral dan dua rumpun pada
ventra lateral (Suwigyo. dkk., 2005).
Gambar 24. Strultur
tubuh cacing tanah
Cacing Tanah (Lumbricus terrestris) tubuhnya
silindris, segmennya tampak jelas memiliki sedikit rambut. Kepala (prostomium) jelas, tetapi tidak dilengkapi
mata, tentakel, dan parapodia, tetapi tetap peka terhadap cahaya karena di
sepanjang tubuhnya terdapat organ-organ perasa.
Pada sepertiga dari bagian depan tubuhnya terdapat clitellum yang
dibentuk oleh beberapa segmen berdekatan yang mengalami penebalan. Didalam
clitellum berisi berbagia macam kelenjar. Kepalanya kecil dan tidak mempunyai
alat peraba. Sifatnya hermafrodit dan
daya regenerasinya tinggi. Pernapasannya
dengan menggunakan seluruh permukaan tubuhnya (Pratiwi, 2000).
Bentuk morfologi dan anatomi cacing
laut umumnya sangat beranekaragam. Umumnya berukuran 5-100 cm dengan diameter
1-10 mm. Pada sisi lateral ruas tubuh,
kecuali kepala dan bagian ujung terdapat
sepasang parapodiadengan sejumlah besar satae, yang terdiri atas notopidium dan
neuropodium yang masing-masing disinggahi oleh sebuah batang kitin yang disebut
avicula. Pada notopodium terdapat cirrus dorsal
dan pada neuropodium terdapat cirrus ventral (Aslan. dkk., 2006).
Gambar 25. Struktur
tubuh cacing laut
Secara umum, lintah berbadan leper, mempunyai 34 gelang dan penghisap
pada ujungnya.Ukuran biasa adalah 50 mm dan bahkan mencapai 30 cm.Seekor lintah
mungkin mengambil waktu antara 15 hingga 30 menit untuk menyedot darah dari
badan manusia. Dalam tempo waktu tersebut ia dapat menghisap kira-kira 2.5
sehingga 5.5 gm darah. Kuantiti darah tersebut sudah cukup bagi lintah untuk
bertahan selama 6 bulan. Pada air liur lintah terdapat sekurang-kurangnya 15
jenis zat aktif. Di antaranya ialah sejenis zat yang sama seperti yang
terkandung di dalam putih telur.
Zat aktif yang terdapat dalam air liur lintah diantaranya Hirudin,
Hyaluronidase, Pseudohirudin, Destabilase, Apyrase, Bdellines, Eglines,
Kininases, Histamine, Collagenase, Prostanoids, lintah, Proteases, Lipolytic
enzymes.
Lintah merupakan
sejenis cacing dengan alat penghisap pada setiap ujungnya. Pada ujung
yang satu terdapat alat penghisap dengan mulut dan di ujung yang lain ada alat
seperti perekat untuk menempel. Ukuran dan panjang dari lintah ada berbagai macam
ukuran, dari ukuran kecil, sedang dan besar. Dari yang panjang 1 inci sampai
dengan 10 inci panjang. Di kerongkongan
tempat isapannya terdapat tiga rahang berbentuk setengah gergaji,
dihiasi sampai 100 gigi kecil. Dalam
waktu 30 menit, lintah bisa menyedot darah sebanyak 15 ml s/d kuota yang cukup
untuk hidupnya selama setengah tahun.
Gambar 26. Anatomi
lintah (Hirudo sp.)
2.3. Habitat dan Penyebaran
Sebagian besar
annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit dengan menempel pada
vertebrata, termasuk manusia.Habitat annelida umumnya berada di dasar laut dan
perairan tawar, dan ada juga yang sebagian hidup di tanah atau tempat-tempat lembap. Annelida hidup diberbagai tempat dengan
membuat liang sendiri (Anonim 2010).
Filum Annelida
terdiri atas sekitar 75.000 spesies, meliputi tiga kelompok besar. Polychaeta, Oligocharta dan Hirudinae
serta dua kelompok kecil Aelosomata
dan Branchiobdella.
Cacing
polychaeta terutama hidup dilaut, meskipun beberapa jenis Nereid mempunyai
toleransi terhadap salinitas rendah dan beradaptasi untuk hidup di air tawar
dan estuary. Beberapa terdapat di air tawar sampai 60 km dari laut. Terdiri
dari sekitar 8.000 spesies. Umumnya berukuran panjang 5-10 cm dengan diameter
2-10 mm.
Kelas
Oligochaeta merupakan jenis akuatik terdapat pada segala habitat air tawar,
terutama yang dangkal. Umumnya membuat liang didalam lumpur atau sampah.
Ruas-ruas tubuh Oligochaeta dapat dikatakan sama dengan benruk dan ukurannya,
kecuali bagian dari anterior dan posterior.
Kelas
Hirudinea merupakan habitat yang terdapat dilaut, air tawar dan didarat.
Panjang antara 1-5 cm. Ruas-ruas pada ujungnya mengalami modifikasi menjadi
alat pengisap anterior lebih kecil daripada pengisap posterior.
Hewan ini
berhabitat air tawar, hidup di rawa-rawa, kolam, ataupun sungai. Hirudinea
adalah hewan ektoparasit pada permukaan tubuh inangnya. Inangnya adalah
vertebrata dan termasuk manusia. Hirudinea parasit hidup dengan mengisap darah
inangnya, sedangkan Hirudinea bebas hidup dengan memangsa invertebrata kecil
seperti siput. Contoh Hirudinea parasit adalah Haemadipsa (pacet) dan hirudo
(lintah) (Aonim 2010).
2.4. Reproduksi dan Daur Hidup
Polychaetes dapat mereproduksi secara aseksual, dengan membagi
ke dalam atau lebih potongan dua atau tunas dari individu baru sementara orangtua tetap merupakan
organisme lengkap. Beberapa Oligochaeta
, seperti Aulophorus furcatus,
tampaknya mereproduksi seluruhnya secara aseksual, sementara yang lain
mereproduksi aseksual dan seksual di musim panas di musim gugur. Asexual reproduction in oligochaetes is always by
dividing into two or more pieces, rather than by budding. However, have never been seen reproducing asexually. [ 8 ]
reproduksi aseksual
di Oligochaeta selalu dengan membagi menjadi dua atau lebih bagian, bukan oleh
tunas. Namun, lintah tidak pernah melihat reproduksi aseksual.
Most polychaetes and oligochaetes also use
similar mechanisms to regenerate after suffering damage. Kebanyakan polychaetes
dan Oligochaeta juga menggunakan mekanisme yang sama untuk menumbuhkan setelah
menderita kerusakan. Two polychaete , and , can regenerate from a single segment, and others can
regenerate even if their heads are removed. [ 8 ]
[ 29 ] Annelids are the most complex animals that can
regenerate after such severe damage. On the other hand leeches cannot regenerate. [ 31 ] Dua polychaete genera , Chaetopterus dan Dodecaceria , bisa
regenerasi dari segmen tunggal, dan lain-lain bisa meregenerasi bahkan jika
kepala mereka dikeluarkan. Annelida adalah binatang yang paling kompleks yang
dapat beregenerasi setelah kerusakan parah tersebut. Pada lintah sisi lain
tidak bisa regenerasi.
Diperkirakan
bahwa annelida awalnya binatang dengan dua terpisah jenis kelamin yang dirilis ova dan sperma ke dalam air melalui mereka nephridia. Telur yang telah dibuahi berkembang menjadi trochophore larva, yang hidup sebagai plankton. Kemudian mereka tenggelam ke laut lantai dan bermetamorfosis menjadi dewasa miniatur: bagian
dari trochophore antara seberkas apikal dan prototroch menjadi
prostomium (kepala); putaran area kecil trochophore's anus menjadi pygidium (ekor-sepotong), sebuah band sempit
langsung di depan yang menjadi zona pertumbuhan yang menghasilkan segmen baru,
dan sisanya dari trochophore yang menjadi peristomium (segmen yang berisi
mulut) (Anonim 2010).
2.5. Makan dan Kebiasaan makan
Secara umum
filum Annelida makanan dan kebiasaan makan sesuai dengan kebiasaan hidupnya,
karnivora, herbivore, omnivore, dan adapula yang makan detritus. Pemakan
endapan langsung maupun tidak langsung.
Cacing Laut ( Nereis sp.) bersifat omnivora dengan
ruang lingkup pakan yang luas terdiri dari jaringan tanaman, menggunakan gigi yang tajam untuk menangkap
hewan hidup atau memotong alga.
Sedangkan yang merupakan hewan predator dari hewan adalah kepiting dan
ikan.
Makanan dari
cacing laut ( Nereis sp.) yaitu meliputi
: hewan-hewan invertebrata, algadan detritus. Cacing Laut ( Nereis sp.) mangsa dengan sepasang
taring yang tajam dimana taringnya tersebut dapat menjulur keluar. Selanjutnya sebagian besar pencernaan dan
absorbsi terjadi pada organ pencernaan yang sangat banyak percabangannya dan
tersebar pada seluruh bagian dalam tubuh, dimana hasil pencernaan diedarkan
lewat intraseluler ( menjadi sari-sari makanan) ke seluruh jaringan tubuh dan
dengan cara transport aktif dan difusi secara umumnya Olygochaeta mendapatkan
makanan dengan cara menelan subtrat seperti halnya cacing tanah, dibahan
organik yang melalui saluran pencernaan akan dicerna, kemudian tanah beserta
sisa pencernaan dibuang melalui anus. Adakalanya makanan itu terdiri dari
ganggang filamen, diatom atau detritus (Aslan, dkk., 2007).
Lintah hidup
sebagai pemakan bangkai/predator, parasit. Predator makan larva, keong,
serangga, cacing. 75% penghisap darah, melekat/nempel pada permukaan tubuh
vertebrata (ikan-manusia). Darah dihisap oleh faring otot & menampung dalam
tembolok. Enzim saliva (hirudin) mencegah koagulasi darah. Dalam 1 x
makan, lintah mengisap darah 10x berat tubuhnya.
2.6. Nilai Ekonomis
Cacing
Polychaeta merupakan makanan alami yang baik bagi udang Windu (Penaeus monodon) di tambak, menjadikan
warna udang lebih cemerlang sehingga meningkatkan mutu dan nilai jual dari
udang tersebut (Aslan, dkk, 2010).
Menurut para
ahli ilmu tanah, cacing tanah ada sekitar 1.800 macam, namun dari kesemua itu
yang paling mudah dan cepat perkembangbiakannya adalah jenis Lumbricus rubellus
dan Eisenia Foetida. Dari peternakan cacing ini kami malah mendapat penghasilan
lain, yaitu menjual cacing dan pupuk
organic /komposnya dari kelebihan hasil peternakan cacing kami.
Kompos atau pupuk organic yang kami hasilkan kami dapat digunakan untuk pertanian sayuran, sawit, bahkan untuk perkembunan teh. Dengan menggunakan pupuk organik kami, biaya produksi dapat tertekan sedangkan hasilnya maksimal, dari segi kwalitas dan kwantitas.
Kompos atau pupuk organic yang kami hasilkan kami dapat digunakan untuk pertanian sayuran, sawit, bahkan untuk perkembunan teh. Dengan menggunakan pupuk organik kami, biaya produksi dapat tertekan sedangkan hasilnya maksimal, dari segi kwalitas dan kwantitas.
Di beberapa negara Asia dan Afrika, cacing tanah yang telah dibersihkan
dan dibelah kemudian dijemur hingga kering, lazim dijadikan makanan obat
(healing foods). Biasanya disangrai atau digoreng kering, disantap sebagai
keripik cacing. Diduga kebiasaan menyantap cacing ini dapat membantu menekan
angka kematian akibat diare di negara-negara miskin Asia-Afrika.
Dalam dunia moderen sekarang ini, senyawa aktif cacing tanah digunakan
sebagai bahan obat. Bahkan, tak sedikit produk kosmetik yang memanfaatkan bahan
aktif tersebut sebagai substrat pelembut kulit, pelembab wajah, dan
antiinfeksi. Sebagai produk herbal, telah banyak merek tonikum yang menggunakan
ekstrak cacing tanah sebagai campuran bahan aktif.
Protein lintah ini juga boleh dijadikan minyak dan alternatif lain
dalam penggunaan obat gosok. Lintah itu sendiri dijadikan obat (berbekam,
dijadikan alternatif kedua untuk membersihkan darah kotor, nanah dan
mencantikkan kulit yang keriput). Lintah juga menjadikan luka cepat sembuh.
Selain itu, perkembangan teknologi telah meluncurkan inovasi pengobatan bagi
pasangan suami istri yang memiliki masalah dalam keharmonisan hubungan seksual
dengan menggunakan minyak lintah. Minyak lintah telah lama diakui keberadaannya
karena telah dipercaya mempunyai khasiat yang luar biasa dalam mengatasi
masalah seksual pria. Selain di Indonesia, di Malaysia minyak lintah begitu
populer. Karena manfaatnya yang begitu besar serta telah terbukti aman.
Ektrak lintah adalah satu bahan yang penting di dalam bidang perobatan.
Ini disebabkan oleh kandungan enzim yang terdapat di dalam ekstrak tersebut.
Bahah-bahan enzim yang diketahui yang terdapat di dalam lintah ialah hirudin,
histamine, pheromone dan nitrat oksida yang masing-masing mempunyai fungsi
perubatan yang tertentu. Hirudin adalah bahan pembekuan darah atau
anti-collagen yang boleh digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang
berhubungan dengan pembekuan darah. Histamine, pheromone dan nitrat oksida ,
walaupun mempunyai fungsi tertentu dari segi perobatan, namun penggunaannya
lebih ditujukan dengan aktivitas seksual. Histamine sebagai contoh, adalah
bahan apabila digunakan mampu mengembangkan pembuluh darah dan memungkinkan
lebih banyak darah mengalir ke bagian-bagian tertentu.thus allows more flow of
blood. Apabila lintah menghisap darah dari binatang mamalia, hirudin telah
dimasukkan ke dalam saluran darah mamalia tersebut untuk pencairan. Setengah
spesis lintah mempunyai hirudin di dalam air liur dan sebagian pula mengandung
hirudin di dalan sel-sel badan mereka. Terdapat beberapa cara bagaimana ekstrak
lintah dikeluarkan. Di Negara China misalnya, hirudin di keluarakan dari lintah
hidup tanpa membunuhnya. Lintah ini kemudian dilepaskan semula ke kolam. Di
Eropa hirudin yang dikeluarkan dari lintah jenis hirudo medicinalis,
lintah-lintah ini dimatikan kemudian diproses melalui beberapa metode termasuk
proses leeches are ketuahr, maesarasi, perkolasi, reflux dan sohxlet ( Anonim 2010).
III. METODE PRAKTIKUM
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
Sabtu, tanggal 26 November 2011 pukul 14.00-
15.00 WITA. Bertempat di Laboratorium C Dasar
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum filum Annelida
beserta kegunaanya dapat dilihat pada table 4 berikut:
Tabel 4.
Alat dan Bahan serta kegunaannya.
No. Alat dan Bahan
Kegunaan
A.
Alat :
-
Baki (Dissecting-pan) Wadah menyimpan
objek
- Pisau bedah (Scalpel) Alat memotong
dan membedah objek
- Pinset (forceps) Alat
mengambil bahan
B. Bahan
:
- Cacing
Laut
Objek yang diamati
(Nereis sp.)
- Cacing Tanah
Objek yang diamati
(Lumbricus terrestris)
- Lintah
(Hirudo sp.) Objek yang
diamati
3.3.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktiukum ini
adalah sebagai berikut :
1.
Melakukan pengamatan
pada organisme yang telah diambil dari perairan.
2.
Meletakan organism pada baki
kemudian mengidentifikasi bagian-bagian
organisme tersebut.
3.
Mengambar bentuk secara
morfologi dan anatomi
bagian-bagian yang
telah diidentifikasi dan diberi
keterangan pada buku
gambar.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum ini
adalah sebagai berikut :
Struktur Morfologi Cacing
Laut (Nereis sp.)
Keterangan :
1. Kepala
2. Parapodia
3. Ruas-ruas tubuh
4. Ekor
5. Mata
Gambar 27. Morfologi Cacing Laut (Nereis sp.)
Struktur
Morfologi cacing tanah (Lumericus Terrestris)
Keterangan :
1.
Kepala
2.
Cincin
3.
Tubuh
4.
Ekor
5.
Ruas-ruas tubuh/segmen
Gambar 28.
Morfologi Cacing Tanah (Lumbricus terrestris)
Struktur Morfologi
Lintah (Hirudo sp.)
Keterangan :
1. Antena
2. Pelekat
3. Duri-duri
4. Bentuk tubuh
Gambar 29.
Morfologi Lintah (Hirudo sp.)
i.
4.2.
Pembahasan
Phylum Annelida mencakup berbagai
jenis cacing yang mempunyai ruas-ruas sejati
seperti nereis, cacing tanah,
dan lintah. Hewan-hewan tersebut terdapai di laut, air tawar, dan di
darat. Ciri khas phylum ini adalah
tubuh terbagi menjadi ruas-ruas yang
sama kecuali saluran pencernaan
sepanjang sumbu anterior posterior.
Istilah lain untuk ruas tubuh yang sama ialah metamere, somite atau
segment. Bagian tubuh paling anterior
disebut prostonium bukanlah suatu ruas, demikian pula bagian di ujung posterior
yang disebut pigidium, dimana terdapat
di anus. Phylum Annelida terdiri atas sekitar 75.000 spesies meliputi 3 kelas
yaitu Kelas Polychaeta, Kelas Oligochaeta dan Kelas Hirudinae. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Aslan, dkk (2010) yang mengemukakan bahwa Ciri
khas phylum ini adalah tubuh terbagi menjadi ruas-ruas yang sama kecuali saluran pencernaan sepanjang sumbu anterior posterior dan meliputi
3 kelas yaitu Kelas Polychaeta, Kelas Oligochaeta dan Kelas Hirudinae
Pada
Pengamatan phylum annelida yaitu pada Cacing Laut ( Nereis sp.) ditemukan banyak bulu yang menyebar pada parapodia atau
embetan tubuhnya yang melekat pada sisi masing-masing ruas bagian anterior. Cacing
Laut ( Nereis sp.) hidup didalam
sedimen tubuhnya terdiri dari segmen-segmen dan setiap segmennya terdapat
sepasang parapodia, yang selain
berfungsi sebagai alat gerak juga berfungsi sebagai alat
pernapasan bantuan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Anonim ( 2010 ) yang mengemukakan bahwa Cacing Laut ( Nereis sp.) hidup didalam sedimen
tubuhnya terdiri dari segmen-segmen dan setiap segmennya terdapat sepasang
parapodia, yang selain berfungsi sebagai alat gerak juga berfungsi sebagai alat
pernapasan bantuan. Cacing Laut ( Nereis
sp.) umumnya banyak ditemui di daerah pantai, bebrapa jenis hidup
dibawah batu karang,
dalam lubang dan liang di dalam batu
karang, dalam lumpur dan lainya
hidup di dalam tabung yang
terbuat dalam bahan.
Pengamatan
pada Cacing Tanah (Lumbricus terrestris) di
temukan muut yang berfungsi sebagai tempat memasukkan makana berupa
substrat yang mengandung ganggang
filamen, diatom dan detritus. Pada
cacing ini juga ditemukan beberapa segmen dengan epidermis yang menebal disebut
clitellum yang merupakan cirri khas bagian yang digunakan sebagai alat untuk
melakukan proses reproduksi yang mengandung sejumlah lendir. Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Anonim 2010) yang
menyatakan bahwa pada sepertiga dari bagian depan tubuhnya terdapat clitellum
yang dibentuk oleh beberapa segmen berdekatan yang mengalami penebalan. Didalam
clitellum berisi berbagia macam kelenjar atau lendir. Kepalanya kecil dan tidak
mempunyai alat peraba. Sifatnya
hermafrodit dan daya regenerasinya tinggi.
Pernapasannya dengan menggunakan seluruh permukaan tubuhnya. Habitatnya kebanyakan hidup pada tanah yang
lembab, air tawar sedangkan cacing laut kebanyakan habitatnya ditemukan pada
perairan laut dan ada pula yang hidup sebagai parasit dan bahkan sebagai
predator.
Pada pengamatan
kelas hirudinea, organisme yang diamati adalah lintah (Hirudo
sp.).Pada pengamatan terlihat bagian-bagian yaitu mulut, belalai, rectum,
penghisap anterior, penghisap posterior, annulus, peleburan anus, ovary,
testis. Pada pengamatan terlihat bahwa lintah ( Hirudo sp.) mempunyai tubuh yang pipih dorso-ventral dan ujung
anterior biasanya meruncing. Lintah (
Hirudo sp.) mempunyai dua buah alat penghisap yaitu
pada bagian anterior dan posterior sehingga hewan ini mudah untuk menempel
dengan erat pada kedua ujungnya. Ini sesuai dengan pendapat Romimohtarto (2005)
yang menyatakan bahwa Kelas hirudinea sangat mudah dikenal karena mempunyai
bentuk yang khas yaitu mempunyai 2 buah alat penghisap, anterior, dan
posterior. Lintah ( Hirudo sp.) mempunyai
tubuh yang pipih atas bawah atau dorso-ventral dengan sebuah prostomium.
Pada ujung anterior biasanya meruncing.Alat pengisap anterior yang mengelilingi
mulut biasanya lebih kecil daripada alat pengisap posterior.Jumlah ruas sejati
pada semua jenis lintah selalu tetap yaitu 34 buah tetapi adanya ruas-ruas semu
membuat ruas ruas asli tampak tidak terlalu jelas.
V.
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan pada praktikum Phylum Annelida ini dapat dieberi kesimpulan sebagai
berikut :
1. Secara
morfologi, Cacing Laut ( Nereis sp. )
terdiri atas segmen-segmen dan tiap segmen
terdapat sepasang parapodia.
2. Klafikasi dari Cacing laut (Nereis
sp.) yaitu filum = Annelida, Class = Polychaeta, Ordo = Nereidinae, Family = Nereidae,
Genus = Nnereis, dan Spesies = Nereis sp..
3. Secara morfologi cacing tanah (lumbricus
terrestris) yaitu tubuh yang bersegmen-segmen dan mengandung lender serta
mempunyai clitellum pada segmen tertentu.
4. Klsifikasi dari Cacing Tanah (Lumbricus
Terrestris) yaitu Kingdom =
Animalia, Phylum = Annelid, Class =
Oligochaeta, Ordo = Opisthopora, Famili =Megascolecidae, Genus = Lumbricus,
Spesies = Lumbricus sp.
5. Secara morfologi Lintah (Hiruso sp.) yaitu Ukuran dan panjang dari Lintah
ada berbagai macam ukuran, dari ukuran
kecil, sedang dan besar. Dari yang panjang 1 inci sampai dengan 10 inci
panjang. Di kerongkongan tempat
isapannya terdapat tiga rahang berbentuk setengah gergaji, dihiasi
sampai 100 gigi kecil. Dalam waktu 30
menit, lintah bisa menyedot darah sebanyak 15 ml s/d kuota yang cukup untuk
hidupnya selama setengah tahun.
6. Klasifikasi dari lintah (Hirudo
sp.) yaitu Kingdom = Animalia, Phylum = annelid, Class = clitellata, Ordo = Hirudinea,
Famili = Arhychobdellida, Genus = Hiroda,
Spesies = Hirudos
sp.
5.2. Saran
Saran saya sebagai praktikan agar pada
praktikum selanjut alat-alat di laboratorium dapat dilengkapi agar tidak
terjadi kendala dalam melakukan praktikum seperti yang telah terjadi pada
praktikum Annelida ini dimana pada praktikum ini ada beberapa alat yang tidak
digunakan seperti Mikroskop.
LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM V
(FILUM CRUSTASEA)
OLEH:
NAMA :
RONI NERLIANO
STAMBUK : I1A2 10
061
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2011
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Dalam bahasa latin, crusta
berarti cangkang. Crustacea disebut juga hewan yang bercangkang, telah dikenal
kurang lebih 26.000 jenis crustacea. Crustacea yang paling umum adalah udang
dan kepiting. Crustacea masuk juga dalam jenis
Arthropoda, habitat Crustaceaterutama di air yaitu danau, laut, dan sungai
Crustacea adalah suatu kelompok besar dari arthropoda,
terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang
terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum. Kelompok ini mencakup hewan-hewan
yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip.
Mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar
maupun laut, walaupun
beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Kebanyakan anggotanya dapat bebas
bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya (Anonim, 2010).
Tubuh Crustacea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu (sefalotoraks) dan perut
atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks dilindungi oleh kulit keras yang
disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri dari 1 pasang kaki capit
(keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di sefalotoraks juga terdapat
sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah. Sementara
pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian ujungnya
terdapat ekor (Anonim, 2010).
Terdapat sekitar 40.000 spesies, mencakup jenis-jenis
copepoda udang dan kepiting. Berukuran kurang dari 0,1 mm sampai 60 cm, dengan berbagai bentuk tubuh dari panjang sampai bulat. Sebagian
besar hidup dilaut, 13% di air tawar, dan 3% di darat. Keberhasilan crustacea
hidup diperairan antara lain disebabkan oleh anggota badannya yang
bersendi-sendi, sehingga mudah berjalan atau berenang dengan cepat. Tubuh
crustacea seperti halnya arthropoda lain dilapisi utikula dan biasanya
mengandung zat kapur, baik pada epikutikula maupun prokutikula (Aslan dkk, 2010 )
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan pratikum
mengenai filum Custceaa yaitu Portunus pelagicus,
Scylla serrata, Penaeus monodon, Penaeus merguensis, Panulirus spp untuk mengetahui morfologi dan anatomi serta dapat
mengklasifikasikannya.
1.2.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum filum Crustacea adalah untuk mengetahui bentuk secara morfologi
dan anatomi serta bagian-bagian dari Crustacea, dapat mengklasifikasikan fIlum
Crustacea dan membedakan jantan dan betina.
Manfaat dari praktikum filum Crustacea adalah sebagai
vahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis
mengenai filum Crustacea.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi
Rajungan yang bernama latin Portunus
pelagicus, merupakan jenis kepiting yang sangat popular dimanfaatkan
sebagai sumber pangan dengan harga yang cukup mahal. Rajungan merupakan
kepiting yang memiliki habitat alami hanya di laut. Rajungan juga memiliki
beberapa keunggulan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Rajungan dalam
dunia perdagangan termasuk dalam kelompok “crab” (kepiting). Rajungan
disebut juga “swimming crab” (kepiting berenang) dan kepiting disebut “mud
crab” (kepiting bakau atau kepiting lumpur).
Terdapat
beberapa jenis rajungan yang tersebar di Indonesia, antara lain: Rajungan angin
(Podophthalmus vigil), Rajungan karang (Charybdis cruciata),
Rajungan/ kepiting bulan terang (Portunus pelagicus), Rajungan hijau/ kepiting batu (Thalamita
crenata dan Thalamita danae), Rajungan batik (Charybdis natator),
Kepiting (Scylla serrata), Rajungan bintang (Portunus sanguinolentus).
Kepiting (Scylla serrata), Rajungan bintang (Portunus sanguinolentus).
Menurut Zaldi sambas, dalam Anonim (2010) kepiting Rajungan termasuk kedalam :
Kepiting Rajungan
Phylum : Crustacea
Class : Copepoda
Ordo : Branchyura
Famili :
Portunidae
Genus
: Portunus
Species : Portunus
pelagicus.
Gambar 30. Kepiting Rajungan (Portunus
pelagicus)
Kepiting
bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang
potensial untuk dibudidayakan. Kepiting bakau banyak dijumpai di perairan payau
yang banyak ditumbuhi tanaman mangrove. Kepiting bakau sangat disenangi oleh
masyarakat mengingat rasanya yang lezat dengan kandungan nutrisi sejajar dengan
crustacea yang lain seperti udang yang banyak diminati baik di pasaran dalam
negeri maupun luar negeri.
Begitu banyak hasil laut dan air tawar yang
merupakan komoditas andalan suatu daerah bahkan suatu negara seperti, ikan, kerang, udang, lobster
dan kepiting. Khusus untuk kepiting sangat jarang masyarakat kita yang membudidayakan
kepiting secara khusus, padahal jika
dikelola dan dikembangkan secara terpadu, maka
kepiting in isangat menjanjikan.
Potensi pasar yang cukup besar memberi peluang bagi pengembangan budidaya kepiting bakau secara lebih serius dan komersial. Di sisi lain produksi kepiting selama ini secara keseluruhan masih mengandalkan tangkapan dari alam, sehingga kesinambungan produksinya tidak dapat dipertahankan.
Potensi pasar yang cukup besar memberi peluang bagi pengembangan budidaya kepiting bakau secara lebih serius dan komersial. Di sisi lain produksi kepiting selama ini secara keseluruhan masih mengandalkan tangkapan dari alam, sehingga kesinambungan produksinya tidak dapat dipertahankan.
Kepiting bakau atau yang lebih dikenal dengan kepiting lumpur merupakan
salah satu sumber daya perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi bila dikembangkan dan dibudidayakan. Pembudidayaan atau pemanfaatan
secara komersil dari komoditas ini semakin meningkatkan baik untuk dikonsumsi
dalam negeri maupun untuk diekspor.
Phylum :
Arthropoda
Class : Crustaceae
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Scylla
Species : Scylla
serrata
Gambar 31. Kepiting
Bakau (Scylla serrata)
Udang windu memiliki tubuh yang keras
dari bahan chitin. Warna sekujur tubuhnya hijau kebiruan dengan motif
loreng besar. Tubuh udang windu dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bagian cephalothorax
yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang terdiri atas perut
dan ekor. Cephalothorax dillindungi oleh chitin yang tebal atau
disebut juga dengan karapas (carapace). Bagian cephalothorax ini
terdiri dari lima ruas kepala dan delapan ruas dada, sementara bagian
abdomennya terdiri atas enam ruas perut dan satu ekor (telson). Bagian
depan kepala yang menjorok merupakan kelopak mata yang memanjang dengan bagian
pinggir bergerigi atau disebut juga dengan cucuk (rostrum). Cucuk di
kepala memiliki tujuh buah gerigi di bagian atas dan tiga buah gerigi di bagian
bawah. Sementara itu, di bagian bawah pangkal kepala terdapat sepasang mata
(Amir 2004).
Udang Windu (Penaeus monodon) oleh
diklasifikasikan sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Class
: Crustaceae
Ordo
: Decapoda
Famili :
Penaeidae
Genus :
Penaeus
Species : Penaeus monodon
Gambar
32. Udang Windu (Penaeus monodon)
Udang putih merupakan makanan laut (seafood) bernilai tinggi, sebagian besar didapatkan dari daerah-daerah pesisir tropis
dangkal yang hangat di seluruh dunia.
Umumnya mereka hidup diantara 350 LU
dan LS. Tidak kurang dari 97 spesies yang
termasuk dalam
famili Penaeidae. Berdasarkan statistik
perikanan global yang diterbitkan
(Sheridan,et .
al., 1984)
Udang putih memiliki beberapa kelebihan
dibanding dengan udang windu. Sebelum tahun 1980an, udag putih hanyalah hasil
sampingan dari budidaya bandeng di tambak air payau. Biasanya benih udang
(benur), masuk bersama dengan aliran air laut.
Udang Putih (Penaeus merguensis) oleh H. Milne-Edwards, (1837), dalam wekepedia (2010) diklasifikasikan
sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Class : Crustaceae
Ordo : Decapoda
Famili : Penaideae
Genus :
Penaeus
Species : Penaeus
merguiensis
Gambar
33. Udang Putih (Penaeus merguensis)
Tubuh lobster
terbagi dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang.
Bagian depan terdiri dari bagian kepala dan dada. Kedua bagian itu disebut chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh cangkang kepala, yang disebut carapace. Kelopak kepala bagian depan disebut rostrum atau cucuk kepala.
Bagian depan terdiri dari bagian kepala dan dada. Kedua bagian itu disebut chepaalotorax. Kepala udang ditutupi oleh cangkang kepala, yang disebut carapace. Kelopak kepala bagian depan disebut rostrum atau cucuk kepala.
Kepala lobster terdiri dari enan ruas. Pada bagian itu terdapat beberapa organ lain. Sepasang mata berada pada ruas
pertama. Kedua mata itu memiliki tangkai dan bias bergerak. Pada ruas kedua dan ketiga terdapat sungut kecil,
yang disebut antenula, dan sungut besar yang disebut antena.
Sedangkan pada ruang, keempat, kelima dan keenam terdapat rahang (mandibula), maxilla I dan maxilla II. Ketiga bagian ini berfungsi sebagai alat makan (Wiyanto dan Hartono, 2003).
Sedangkan pada ruang, keempat, kelima dan keenam terdapat rahang (mandibula), maxilla I dan maxilla II. Ketiga bagian ini berfungsi sebagai alat makan (Wiyanto dan Hartono, 2003).
Organ lain yang
ada pada bagian kepala adalah kaki jalan. Jumlahnya empat pasang, dengan ukuran
kaki paling depan lebih besar.
Bagian belakang terdiri dari badan dan ekor. Kedua bagian itu disebut abdomen. Pada bagian atas abdomen ditutupi dengan enam buah kelopak. Sedangkan bagian bawahnya tidak tertutu, tetapi berisi kaki enam kaki renang. Ekor terdiri dari bagian tengah yang disebut telson, dan bagian samping yang disebut uropda.
Menurut Wiyanto dan Hartono (2003), ciri utama lobster air tawar jenis Red claw adalah kedua ujung capitnya berwarna merah. Untuk jantan warna merah muncul di bagian capit sebelah luar, sedangkan betina tidak seperti itu, tetapi terkadang dijumpai warna merah tersebut berada di bagian dalam.
Bagian belakang terdiri dari badan dan ekor. Kedua bagian itu disebut abdomen. Pada bagian atas abdomen ditutupi dengan enam buah kelopak. Sedangkan bagian bawahnya tidak tertutu, tetapi berisi kaki enam kaki renang. Ekor terdiri dari bagian tengah yang disebut telson, dan bagian samping yang disebut uropda.
Menurut Wiyanto dan Hartono (2003), ciri utama lobster air tawar jenis Red claw adalah kedua ujung capitnya berwarna merah. Untuk jantan warna merah muncul di bagian capit sebelah luar, sedangkan betina tidak seperti itu, tetapi terkadang dijumpai warna merah tersebut berada di bagian dalam.
Menurut
Champel dan Stephenson (1959), dalam Eka Wahyuni Pratiwi (2001) Lobster termasuk kedalam :
Phylum :
Arthropoda
Class :
Crustacea
Sub Class :
Malacostracea
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Reptantia
Famili : Paniluriidae
Genus : Panulirus spp
Species : Panulirus sp
Gambar 34. Lobster Air Tawar (Panulirus
spp)
2.2. Morfologi dan Anatomi
Bagian
cepahalothorax memiliki beberapa anggota tubuh yang pasangan, yakni sungut mini
(antenula), sirip kepala (skopocherit), sungut besar (antenna), rahang (mendibulla), dan alat pembantu rahang (maxilla). Sementara itu bagian dada memiliki tiga pasang maxilliped yang berfungsi untuk berenang
dan lima pasang kaki jalan (periopoda)
yang berfungsi untuk berjalan dan membantu proses makan. Bagian abdomen
memiliki lima pasang kaki renang (pleopoda)
yang berfungsi untuk berenang dan sepasang sirip ekor (uropoda) yang membantu gerakkan melompat dan naik turun. Salah satu
ujung siurip ekornya membentuk ujung ekor yang sebut dengan felson. Selain itu, dibawah pangkal
ujung ekor terdapat anus untuk membuang kotoran (Amri, 2004).
2.3.Habitat dan penyebaran
Udang windu bersifat euryhaline, yakni secara alami bisa
hidup diperairan yang berkadar garam dengan rentangan yang luas, yakni 5-450/00.
Artinya, udang windu dapat hidup dilaut yang berkadar garam tinggi hingga
diperairan payau yang berkadar garam rendah. Kadar garam ideal untuk
pertumbuhan udang windu adalah 19-350/00 (Amri, 2004).
2.4. Reproduksi dan
Daur hidup
Reproduksi yang terjadi pada kepiting
melalui proses perkawina, dimana yang jantan melekatkan diri pada betina
kemudian menghabiskan beberapa waktu perkawinan dengan berenang.
Kematangan telur yang telah dibuahi
ditandai dengan adanya perubahan warna telur dari orange ke coklat dan kemudian
berwarna hitam. Telur yang telah menetas
akan berkembang menjadi larva yang disebut zoea. Umumnya kepiting mengalami 4 stadia zoea. Masa stadia zoea berlangsung sekitar 3-4
hari, stadia mangalopa dan arblet selama 5-7 hari. Ada beberapa jenis kepiting yang hidup di
estuari kemudian bermigrasi keperairan bersalinitas lebih tinggi untuk
menetaskan telurnya dan setelah mencapai kepiting muda akan kembali ke estuari
(Anonim, 2010).
Dalam perkawinannya,
udang jantan meletakkan massa spermatoforik di bagian sternum udang betina.
Peletakkan ini berlangsung beberapa waktu sebelum telur dikeluarkan. Pembuahan terjadi pada saat telur dikeluarkan
dari celah genital ditarik ke arah abdomen pasangan kaki kelima betina. Capit pada pasangan kaki betina menyobek
selaput pembugkus massa spermatoforik pada waktu menarik telur ke abdomen. Saat inilah sperma keluar dari massa
spermatoforik dan terjadilah pembuahan.
Udang mempunyai daur hidup yang
majemuk. Telur yang dibuahi menjadi
larva dengan beberapa macam tingkatan
yang berbeda-beda pada tiap jenis.
Pengetahuan tentang tingkatan-tigkatan mash sangat kurang, terutama
terhadap jenis-jenis yang hidup di perairan tropik. Lamanya waktu yang dijalani oleh tiap jenis
dalam daur hidupnya berbeda-beda.
Pada beberapa jenis udang perkembangan
udang terlihat dengan adanya perubahan warna dari merah jingga sampai berwarna
merah tua gelap. Telur menetas menjadi
larva yang disebut naupliosoma yang kemudian mengalami pergantian kulit yang
disebut filosoma. Larva filosoma
mempuyai beberapa tingkatan dan untuk tiap jenis udang jumlah tingkatannya
berbeda-beda. Larva filosoma
berkembang sampai mencapai 11 tingkat,
kemudian terjadi pergantian kulit dan menjadi udang muda (Anonim, 2010).
Hampir sepanjang hidupnya lobster (Panulirus
sp) memilih tempat-tempat yang berbatu karang, di balik batu karang yang hidup
maupun batu karang yang mati, pada pasir berbatu karang halu, di sepanjang
pantai dan teluk-teluk. Karena itulah organisme ini dikenal dengan nama udang
karang atau lobster. Lobster (Panulirus sp) kurang menyukai tempat-tempat yang
sifatnya terbuka dan terlebih arus yang kuat. Tempat-tempat yang disukai adalah
perairan yang terlindung. Berdasarkan
pengalaman nelayan, udang karang banyak terdapat di tempat-tempat yang memiliki
kedalaman perairan 10 – 15 m. Kebiasaan hidupnyamerangkak di dasar laut berkarang,
di antara karang-karang, di gua-gua karang, dan di antara bunga karang.
Berdasarkan kebiasaannya merangkak, maka udang karang dapat dikatakan tidak
pandai berenang, walaupun memiliki kaki renang (Subani, 1978). Udang karang
termasuk hewan nokturnal yang aktif pada malam hari keluar meninggalkan
sarangnya untuk mencari makan dan pasif di siang hari. Hewan nokturnal memiliki memiliki aktivitas yang tinggi pada permulaan
menjelang malam dan berhenti beraktivitas dengan tiba-tiba ketika matahari
terbit (Cobb and Phillips, 1980). Udang karang (Panulirus sp) mengonsumsi moluska dan echinodermata sebgai makanan yang paling digemarinya, selain ikan dan protein hewan lainnya, terutama yang mengandung lemak, serta
jenis algae (Subani, 1978). Pada mulanya diperkirakan bahwa udang karang adalah
scavenger, hal ini dikarenakan lebih banyak dari udang karang memakana umpan
yang terpasang pada perangkap. Tetapi setelah dilakukan analisa isi lambing dan
pengamatan di laboratorium, ternyata pendapat tersebut tidak benar. Makanan
dari udang karang adalah hewan yang masih hidup atau baru saja dibunuhnya, dan
lobster cukup selektif dalam memilih makanannya (Kanciruk, 1980). Menurut
Subani, 1984 in Utami 1999, lobster dapat digolongkan sebagai binatang yang
mengasuh dan memelihara keturunannya walaupun sifatnya hanya sementara. Lobster
betina yang sedang bertelur melindungi telurnya dengan cara meletakkan atau
menempelkan butir-butir telurnya di bagian bawah badan (abdomen) sampai telur
tersebut dibuahi dan menetas menjadi larva udang. Menjelang akhir periode
pengeluaran telur dan setelah dibuahi, lobster akan bergerak menjauhi pantai
dan menuju ke perairan karang yang lebih dalam untuk penetasan Nontji (1993)
menyatakan bahwa, jumlah telur yang dihasilkan setiap ekor betina lobster dapat
mencapai lebih dari 400.000 butir. Telur-trlur tersebut akan menetas dan
berubah menjadi larva pelagis. Selanjutnya dikatakan pula bahwa, udang karang
(lobster) mempunyai daur hidup yang kompleks. Telur yang telah dibuahi menetas
menjadi larva dengan beberapa tingkatan (stadium). Larva lobster memiliki
bentuk yang sangat berbeda dari yang dewasa. Larva pada stadium filosoma
misalnya, mempunyai bentuk yang pipih seperti daun sehingga mudah terbawa arus.
Semenjak telur menetas menjadi larva hingga mencapai tingkat dewasa dan
akhirnya mati, maka selama pertumbuhannya, lobster selalu mengalami pergantian
kilit (moulting). Pergantian kulit tersebut lebih sering terjadi pada stadia
larva. (Subani, 1984 in Utami, 1999) Secara umum dikenal adanya tiga tahapan
stadia larva, yaitu “naupliosoma”, ”filosoma”, dan “puerulus”. Perubahan dari
stadia satu ke stadia berikutnya selalu terjadi pergantian kulit yang diikuti
perubahan-perubahan bentuk (metamorphose) yang terlihat dengan adanya
modifikasi-modifikasi terutama pada alat geraknya. Pada stadia filosoma yaitu
bagian pergantian kulit yang terakhir, terjadi stadia baru yang bentuknya sudah
mirip lobster dewasa walaupun kulitnya belum mengeras atau belum mengandung zat
kapur. Pertumbuhan berikutnya setelah mengalami pergantian kulit lagi,
terbentuklah lobster muda yang kulitnya sudah mengeras karena diperkuat dengan
zat kapur. Bentuk dan sifatnya sudah mirip lobster dewasa (induknya) atau
disebut sebagai juvenile. Lama hidup sebagai stadia larva untuk lobster
berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Lobster yang hidup di perairan tropis,
prosesnya lebvih cepat dibanding dengan yang hidup di daerah sub-tropis. Waktu
yang diperlukan untuk mencapai stadia dewasa untuk lobster torpis antara 3
sampai 7 bulan (Subani, 1984 in Utami, 1999).
2.5. Makanan dan Kebiasaan makan
Makan udang bermacam-macam (omnivorus), seperti jenis Crustacea
rendah, sipit kecil, cacing, larva, serangga, maupun sisa-sisa bahan organic,
baik tumbuhan maupun hewan. Udang juga bersifat kanibal, yang menjadi sasaran
terutama udang yang sedang berganti kulit.
Makanan kepiting adalah jenis-jenis
ikan kecil dan beberapa jenis avertebrat kecil.
Dalam pembudidayaannya kepiting tidak serewel udang. Serasah dan ranting-ranting bakau yang
melapuk merupakan makanan pokok Crustaceae tersebut. Adapula yang menyebutkan bahwa usus ayam, berbagai
jenis ikan dan limbah ikan sebagai makanan tambahan yang baik bagi
kepiting. Untuk mencari mangsanya
kebanyakan kepiting membenamkan diri di dasar perairan untuk menunggu
mangsa yang mendekat.
Pada umumnya makanan dari udang adalah
bangkai dari hewan-hewan kecil dan tumbuhan.
Dalam pembudidayaannya, makanan yang diberikan kepada udang merupakan
bahan-bahan yang mudah didapat, namun adakalanya para petambak mengandalkan
makanan alami dari dalam tambak itu sendiri berupa zat hara. Perlu diketahui
bahwa kondisi makanan dari udang perlu diperhatikan karena udang memiliki sifat
kanibalisme yaitu pemangsaan yang dilakukan udang terhadap udang lainnya yang
lebih lemah.
Lobster air tawar termasuk hewan
omnifora Dihabitat alaminya, biasa mengonsumsi pakan berupa biji- bijian, ubi-
ubian, tumbuhan, hewan yang mati (scavenger), sekaligus memangsa hewan hidup
lain dari kelompok udang. lobster aur tawar memiliki sifat kanibal. Tahapan
aktivitasnya saat perkawinan hingga muncul juvenile sebagai berikut. Mencari
pasangan melakukan percumbuan antar pasangan, melakukan perkawinan, induk
betina mengerami telur dan Induk betina mengasuh benih hingga waktu tertentu.
Habitat asli lobster air tawar adalah danau, rawa, atau sungai air tawar.
Berkaitan dengan kondisi lingkungan habitat alami, beberapa spesies lobster air
tawar hidup dengan suhu air minimum 8°C.. Mereka diketahui toleran terhadap
kandungan oksigen terlarut sangat rendah. Akan tetapi untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik tentu tidak akan dapat dilakukan pada kondisi demikian.
Untuk tumbuh dan berkembang dengan baik mereka memerlukan kadar oksigen
terlarut lebih dari 4ppm.
2.6.Nilai Ekonomis
Rajungan di Indonesia sampai sekarang
masih merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai e
konomis tinggi yang diekspor terutama ke
Amerika, yaitu mencapai 60 % dari total hasil tangkapan rajungan. Rajungan juga
diekspor ke berbagai negara dalam bentuk segar yaitu ke Singapura dan Jepang,
sedangkan yang dalam bentuk olahan (dalam kaleng) diekspor ke Belanda. Komoditas
ini merupakan komoditas ekspor urutan ketiga tertinggi setelah udang dan ikan.
Daging rajungan mempunyai nilai gizi tinggi. Rata-rata per 100 gram daging rajungan
mengandung karbohidrat sebesar 14,1 gram, kalsium 210 mg, fosfor 1,1 mg, zat
besi 200 SI, dan vitamin A dan B1 sebesar 0,05 mg/ 100 g. Keunggulan nilai gizi
rajungan adalah kandungan proteinnya yang cukup besar, yaitu sekitar 16-17 g/
100 g daging rajungan. Angka tersebut membuktikan bahwa rajungan dapat
dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup baik dan sangat potensial.
Keunggulan lain adalah kandungan lemak rajungan yang sangat rendah. Hal ini
sangat baik bagi seseorang yang memang membatasi konsumsi pangan berlemak
tinggi. Kandungan lemak rendah dapat berarti kandungan lemak
jenuh yang rendah pula, demikian halnya dengan kandungan kolestrol.
Kepiting banyak diminati dikarenakan daging
kepiting tidak saja lezat tetapi juga menyehatkan. Daging kepiting mengandung
nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Meskipun mengandung kholesterol,
makanan ini rendah kandungan lemak jenuh, merupakan sumber Niacin, Folate, dan
Potassium yang baik, dan merupakan sumber protein, Vitamin B12, Phosphorous,
Zinc, Copper, dan Selenium yang sangat baik.
Selenium diyakini berperan dalam mencegah
kanker dan pengrusakan kromosom, juga meningkatkan daya tahan terhadap infeksi
virus dan bakteri. Untuk kepiting lunak/soka, selain tidak repot memakannya
karena kulitnya tidak perlu disisihkan, nilai nutrisinya juga lebih tinggi, terutama
kandungan chitosan dan karotenoid yang biasanya banyak terdapat pada kulit
semuanya dapat dimakan.
Kepiting tersebut diekspor dalam bentuk
segar/hidup, beku, maupun dalam kaleng. Di luar negeri, kepiting merupakan menu
restoran yang cukup bergengsi. Dan pada musim-musim tertentu harga kepiting
melonjak karena permintaan yang juga meningkat terutama pada perayaan-perayaan
penting seperti imlek dan lain-lain. Pada saat-saat tersebut harga kepiting
hidup di tingkat pedagang pengumpul dapat mencapai Rp.100.000,- per kg yang
pada hari biasa hanya Rp.40.000,- untuk grade CB (betina besar berisi/bertelur,
ukuran > 200 g/ekor) dan Rp.30.000,- untuk LB (jantan besar berisi, ukuran
> 500g- 1000g/ekor).
Kepiting lunak/soka harganya dua kali lipat
lebih tinggi. Di luar negeri, harga kepiting bakau grade CB dapat mencapai 8.40
U$ – 9.70 U$ per kg sedangkan LB dihargai 6.10 U$ – 9.00 U$ per kg. Ukuran
>1000g (Super crab) harganya 10.5 U$ per kg.
Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai
komersil, kulitnyapun dapat ditukar dengan dollar. Kulit kepiting diekspor
dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang
dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan,
dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peran sebagai anti virus dan anti
bakteri dan juga digunakan sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka
bakar. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang
murah dan aman.
Sayang,
prospek bisnis yang sangat menjanjikan ini belum mendapat perhatian yang cukup
dari pengusaha. Padahal mulai dari pembenihan hingga budidayanya menjanjikan
keuntungan yang besar. Banyak faktor yang menyebabkan investasi dan usaha di
bidang kelautan pada umumnya sangat rendah. Tapi yang paling utama adalah kebijakan
pembangunan ekonomi yang belum memihak ke bidang ini serta belum dipahaminya
potensi dan peluang usaha (bisnis) di bidang ini oleh kalangan pengusaha,
pemerintah, dan stakeholders lainnya.
Sebagai
contoh, hingga saat ini terbatasnya alat tangkap yang dimiliki menyebabkan
nelayan pencari kepiting bakau DI Kalimantan sulit berkembang. Belum adanya
sinergi antara pemerintah, kalangan pengusaha dan stakeholders lainnya inilah
salah satu penyebabnya. Akses pasar yang terbatas membuat hasil tangkapan nelayan
yang sedikit itu dihargai rendah.
Padahal,
potensi pasar kepiting bakau di pasar domestik dan luar negeri cukup
menjanjikan. Sebagian besar nelayan di Kalimantan hanya mengandalkan perahu
dayung untuk mencari kepiting bakau. Mereka tidak punya modal untuk membeli
perahu bermesin. Selain tidak memiliki perahu bermesin, para nelayan juga
kesulitan membeli bubu khusus untuk menangkap kepiting bakau. Mereka mengaku
tidak mampu membuat sendiri bubu khusus untuk menangkap kepiting dan terpaksa
membeli pada perajin.
Kemudian
harga kepiting yang rendah dinilai menyebabkan tingkat kesejahteraan nelayan
Kalimantan belum juga membaik. Terlebih untuk modal pengembangan usahanya.
Hasil tangkapan nelayan itu juga sangat kecil, belum mampu memenuhi kebutuhan
pasar yang terus meningkat setiap tahunnya. Untuk pasar domestik kepiting bakau
tahun 2004 saja membutuhkan pasokan 20.903 ton. Apalagi tahun-tahun belakangan
ini.
Udang
merupakan salah satu komoditi perikanan yang perlu mendapat perhatian, karena
disamping harganya yang mahal di pasaran lokal, juga memberi peluang untuk
pasaran ekspor. Banyaknya permintaan
udang di pasaran dapat memberikan keuntungan kepada para petambak udang.
III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum filum
Crustasea ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 25 November 20118 pukul 13.00-16.00
WITA, dan bertempat di Laboratorium C, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2. Alat dan
Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Filim Crustacea ini dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel
5. Alat dan Bahan beserta kegunaannya.
No. Nama Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Baki Untuk meletakkan organisme
yang diamati
- Pisau Untuk membedah organisme yang
diamati
- Pinset Untuk mengambil organisme yang
diamati
- Alat tulis Untuk
menggambar hasil pengamatan
2. Bahan
- Cacing tanah Organisme yang diamati
(Lumbricus terrertris)
-
Cacing laut Organisme
yang diamati
( Nereis sp.)
-
Lobster (Panulirus sp.) Organisme
yang diamati
3.3. Prosedur
Kerja
Prosedur kerja dari phylum Annelida ini
adalah :
-
Melakukan pengamatan pada organismo
yang telah di ambil dari perairan.
-
Meletakkan oerganisme pada baki
kemudian menidentifikasi bagian-bagian organisme tersebut.
-
Menggambar bentuk secara morfologi
dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan diberi
keterangan pada buku gambar.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Hasil
pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
morfologi Kepiting bakau (Scyla Serrata)
Keterangan :
1. Mata
2. Antena
3 Capit
4. Propondus
5. Carpus
6. Merus
7. Karapaks
8. Kaki renang
9.
Kaki jalan
Gambar 34. Morfologi
Kepiting Bakau (Scyla Serrata)
Morfologi Kepiting Rajungan (P.
pelagicus)
Keterangan :
1.
Mata
2.
Capit
3.
Duri-duri
4.
Cangkang
5 Kaki Renang
6 Kaki jalan
Gambar 35. Morfologi Kepiting Rajungan (P.
pelagicus)
Bagian oral (bawah) kepiting rajungan (P.
Pelagicus.)
Keterangan :
1.Mulut
2.Abdomen
Gambar 36. Kepiting
Rajungan (P. Pelgicus.)
Morfologi Udang Windu (P. Monodon)
Keterangan :
1.
Ekor
2.
Mata
3.
Ruas tubuh
4.
Kaki renang
5.
Kaki jalan
6.
Antena
7.
Cangkang tubuh
Gambar
37. Morfologi Udang Windu (P. Monodon)
Morfologi
Udang
putih (Panaeus merguensis)
Keterangan:
1.
Mata
2.
Karapak
3.
Kaki jalan
4.
Kakirenang
5.
Mondila
6.
Antena
7.
Mata
8.
Telson
9.
Uropoda
Gambar 38.Morfologi Udang putih (Panaeus merguensis)
Morfologi Lobster Air Tawar (Panulirus spp).
Keterangan:
1.
Antena 1
2.
Antena 2
3.
Mata
4.
Kaki
5.
Tangan
6.
Cangkang tubuh
7.
Duri
8.
Ruas tubuh
9.
Ekor
Gambar 39.Morfologi Lobster Air Tawar (Panulirus spp)
4.2. Pembahasan
Bagian-bagian yang terdapat pada tubuh
Udang Windu (Penaeus monodon) sama
saja dengan yang terdapat pada Udang Putih (Penaeus merguensis). Pada bagian
kepalanya terdapat antenula dan sepasang antenula. Terdapat mata yang berfungsi
sebagai alat penglihatan, mulut digunakan sebagai pencernaan. Pada bagian bawah
terdapat 5 pasang kaki renang yang berfungsi untuk berjalan didalam air. Kaki
jalannya beruas-ruas agak panjang seperti kaki renangnya. Pada bagian ekor
terdapat kulit yang tajam dan keras yang disebut telson yang berfungsi sebagai pengarah, dan pada bagian kepalanya
terdapat duri yang tajam seperti gergaji yang disebut rostrum yang berfungsi untuk menangkap dan melumpuhkan mangsanya
(sebagai alat pelindung). Pada bagian punggungnya terdapat lempengan yang keras
disebut karapaks yang berfungsi untuk
melindungi organ bagian dalam.
Pada pengamatan udang putih ( Penaeus merguensis) terlihat bagian-
bagian antenula, antenna, mata, kaki jalan, kaki renang, telson, uropod, perut,
mandible, cephalothorax, dan caudal.
Tubuh dari hewan ini beruas-ruas. Cephalothorax merupakan kepala dan
dada yang menyatu, caudal merupakan bagian ekor. Mandible mempunyai fungsi
untuk menggiling dan menggigit. Antena dan antenula mempunyai fungsi sebagai
organ sensor. bahwa udang putih ( Penaeus
merguensis) mempunyai tubuh yag berbuku-buku. Bagian tubuh dari udang ini
sudah mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk makan, bergerak,
menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas dan juga
digunakan sebagai organ sensor seperti pada antena dan antenula.
Udang jantan dan udang betina pada alat
kelamin luarnya. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2010) bahwa adanya petasma pada kaki renang pertama menunjukkan bahwa
udang tersebut merupakan udang jantan, sedangkan pada udang betina terdapat
thelycum pada kaki jalan terakhir.
Perbedaan lain yang dapat kita lihat yaitu pada udang jantan, pasangan
pleopod 1 dan 2 bersatu yang disebut gonopod yang berfungsi untuk menyalurkan
spermatozoa sedangkan pada udang betina pada segmen ke 11 terdapat penebalan
kelamin yang disebut thelycum.
Perbedaan antara udang jantan dan
udang betina yaitu terdapat pada alat kelaminnya dimana pada udang jantan alat
kelamin berada di kaki renang pertama (Pleopods) sedangkan pada udang betina
alat kelamin berada di antara kaki jalan terakhir yang sesuai dengan pernyataan
Anonim (2010)
yang menyatakan bahwa pada udang jantan pasangan pleopod 1 dan 2 bersatu yang
disebut gonopod, yang berfungsi untuk menyalurkan spermatozoa.
Pada pengamatan kepiting rajungan (Scylla
serrata) secara morfologi nampak
adanya karapaks, pada kaki renangnya terdapat basis, ischium, merus,
carpus, propondus, dan dactilus sedangkan pada bagian capit terdapat dactilus
diam dan dactilus bergerak. Menurut Anonim (2010) bahwa karapaks pada kepiting
rajungan berfungsi untuk melindungi organ-organ yang ada di dalam, kaki renang
berfungsi sebagai alat untuk berenang, kaki jalan berfungsi sebagai alat untuk
berjalan. Bagian-bagian pada kepiting
rajungan hampir sama dengan bagian-bagian
pada kepiting bakau. Meskipun terlihat
sama pada bagian-bagian anggota tubuhnya, namun morfologi kepiting rajungan
bebeda dengan kepiting bakau, dimana rajungan memiliki tubuh yang lebih ramping
dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada
karapaksnya.
Umumnya, kepiting jantan dan betina
dapat dibedakan secara morfologinya, perbedaannya dapat kita lihat pada bagian
abdomennya.Bahwa pada kepiting jantan bagian abdomennya berbentuk runcing
sedangkan pada kepiting betina bagian abdomennya melebar. Selain itu ukuran pada kepiting jantan dan
betina berbeda dimana kepiting jantan memiliki ukuran yang lebih besar dari
pada kepiting betina.
Kepiting bakau (
Scylla serata) memepunyai karapaks yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya
sehingga karapaks menutupi tubuhnya. Ini sesuai dengan pendapat Sambas. Z
(2010)
yang menyatakan bahwa Kepiting Bakau (Scylla
serata) mempunyai ukuran lebar
karapaks lebih besar dari ukuran panjang tubuhnya dan permukaannnya agak licin.
Di samping kanan dan kirinya masing-masing terdapat 9 buah duri. Pada jantan
mempunyai sepasang capit yang panjangnya dapat mencapai 2 kali,lipat dari
panjang karapaksnya sedangkan pada betina relative lebih pendek.
Pada
kepiting bakau ( Scylla serata),
perbedaan antara jantan dan betina dapat diketahui dengan mengamati ukuran
tubuh kepiting tersebut. Pada kepiting jantan mempunyai ukuran yang lebih kecil
dari pada kepiting betina yang bisa dilihat pada capitnya. Ini sesuai dengan
pendapat Anonim (2010) yang
menyatakan bahwa untuk membedakan antara kepiting jantan dan betina adalah
dapat dilihat dari ukurannya yaitu kepiting jantan ukurannya lebih kecil
dibandingkan dengan kepiting betina dan juga tampak pada ukuran capit dari
kepiting tersebut.
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan
pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Secara morfologi kepiting rajungan (Portunus pelagicus) memiliki chipbranchial spine yang panjang dan meiliki warna yang menarik pada karapaksnya.
2. Klasifikasi dari kepiting rajungan (portunus palagicus) yaitu Kepiting Rajungan, Phylum: Crustacea, Class : Copepoda, Ordo : Branchyura, Famili :
Portunidae, Genus
: Portunus, Species
: Portunus pelagicus.
- Secara morfologi Kepiting Bakau (Scylla serata) memiliki tubuh yang berbuku-buku diseluruh permukaan tubuhnya, pada bagian tubuhnya terdiri atas kepala, dada (thoraks), dan perut (abdomen), kepala dan dada yang menyatu disebut dengan chepalothoraks.
4. Klasifikasi dari kepiting bakau (Scylla serata) yaitu Phylum
: Arthropoda,
Class :
Crustaceae, Ordo : Decapoda, Famili
: Portunidae, Genus
: Scylla, Species
: Scylla serrata
- Secara morfologi udang windu (penaeus monodon) Tubuh udang windu dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing. Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau Carapace. Bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau rostrum. Pada bagian atas rostrum terdapat 7 gerigi dan bagian bawahnya 3 gerigi.
6. Klasifikasi dari udang windu
(penaeus monodon) yaitu
Phylum : Arthropoda, Class
: Crustaceae,
Ordo :
Decapoda, Famili : Penaeidae, Genus
: Penaeus, Species
: Penaeus monodon.
7. Secara morfologi Udang putih (
Penaeus merguensis) mempunyai tubuh
yang dibentuk oleh dua yaitu exopodite dan endopodite. Udang ini mempunyai
tubuh yang berbuku-buku dan aktifitas moulting biasanya terjadi secara
periodik. Bagian tubuh dari udang ini sudah mengalami modifikasi sehingga dapat
digunakan untuk makan, bergerak, menopang insang karena struktur insang udang
mirip bulu unggas dan juga dugunakan sebagai organ sensor seperti pada antenna
dan anténula.
8. Klasifikasi dari udang putih
(penaeus merguensis) yaitu Phylum
: Arthropoda,
Class :
Crustaceae, Ordo : Decapoda, Famili
: Penaideae,
Genus
: Penaeus, Species
: Penaeus merguiensis
9.
Secara
morfologi lobster (panulirus spp.) pada bagian kepala terdapat beberapa anggota tubuh yang
berpasang-pasangan, antara lain sungut kecil (antenulla), sirip kepala
(scophocerit), sungut besar (antenna), rahang (mandibula), alat pembantu rahang
(maxilla) yang terdiri atas dua pasang, dan maxilliped yang terdiri atas tiga
pasang. Pada bagian perut terdapat lima
pasang kaki renang (Pleopoda) yang letaknya terdapat pada masing-masing ruas.
10. Klasifikasi dari lobster (panulirus spp.) yaitu Phylum: Arthropoda, Class:Crustacea
, Sub Class: Malacostracea, Ordo : Decapoda, Sub Ordo : Reptantia, Famili:
Paniluriidae, Genus : Panulirus spp, Species: Panulirus sp.
5.2. Saran
Saran saya sebagai praktikan adalah alat-alat yang akan
digunakan dalam praktikum dapat lebih dilengkapi sehingga dapat mendukung
praktikum selanjutnya.
LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM VI
(FILUM ECHINODERMATA)
OLEH:
NAMA :
RONI NERLIANO
STAMBUK : I1A2 10
061
PROGRAM STUDI : BUDIDAYA PERAIRAN
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Echinodermata berasal dari bahasa
latin “Echinoe” yang artinya duri atau
landak dan “derma” yang artinya kulit. Oleh karena itu Echinodermata disebut
juga dengan hewan yang berkulit keras dan tubhnya yang berbintik. Termasuk
dalam Phylum Echinodermata antara lain bintang laut, bintang ular, bulu babi,
teripang dan lili laut. Phylum Echinodermata umumnya berukuran besar dan yang
terkecil berdiameter 1 cm. Bentuk tubuh
Echinodermata yaitu simetris radial 5 penjuru. Echinodermata tidak mempunyai
kepala, tubuh tersusun dalam sumbu oral-aboral. Tubuh tertutup epidermis tipis
yang menyelubungi rangka mesodermal. Permukaan tubuh terbagi menjadi 5 bagian
yang simetris terdiri atas daerah ambulakral tempat menjulurnya kaki tabung dan
daerah interambulakral yang tidak memiliki kaki tabung (Suwignyo, dkk.,
2005)
Echinodermata terbagi menjadi 5 kelas yaitu,
Holothuroidea (teripang), Asteroidea (bintang laut), Ophiruidea (bintang ular), Echinoidea (bulu
babi), dan Crinoidea (lili laut). Hewan-hewan ini sangat umum dijumpai di
daerah pantai terutama di daerah terumbu karang (Aslan, dkk., 2008).
Echinodermata merupakan satu-satunya Phylum yang dalam
dunia hewan anggotanya tidak ada yang hidup parasit. Beberapa spesies merupakan
inang bagi berbagai jenis binatang atau
merupakan tempat berlindung. Dengan banyaknya spesies yang dimiliki akan menambah
keanekaragaman di dunia pada umumnya dan jenis organisme perairan pada
khususnya yang berpotensi dalam bidang perikanan, oleh sebab itu kita
mempelajari Phylum Echinodertmata ini karena banyaknya manfaat yang
dimilikinya.
Echinodermata adalah filum hewan terbesar yang tidak
memiliki anggota yang hidup di air tawar atau darat. Hewan-hewan ini juga mudah
dikenali dari bentuk tubuhnya: kebanyakan memiliki simetri radial, khususnya
simetri radial pentameral (terbagi lima). Walaupun terlihat primitif,
Echinodermata adalah filum yang berkerabat relatif dekat dengan Chordata (yang
di dalamnya tercakup Vertebrata), dan simetri radialnya berevolusi secara
sekunder. Larva bintang laut misalnya, masih menunjukkan keserupaan yang cukup
besar dengan larva Hemichordata.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu
di adakan pratikum mengenai filum AEchinodemata yaitu Teripang (Holothuria scabra), dan Bintang laut (Prototeaster
nodosus), Bulu babi (Mespilia globulus), Bintang ular (Ophiutricodea
nereidina) untuk mengetahui
morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum Filum Echinodermata adalah untuk
dapat mengetahui dan membedakan Filum Echinodermata yang terbagi dalam
kelas Holothuroidea, Asteroidea, Ophiruidea, Echinoidea, dan Crinoidea.
Manfaat dari praktikum Filum Echinodermata untuk dapat
melihat secara langsung morfologi dan anatomi, sebagai bahan masukan untuk
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum
Echinodermata.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi
Hewan ini memiliki kerangka dalam yang terdiri dari
lempeng-lempeng kapur.Lempeng-lempeng kapur ini bersendi satu dengan yang
lainnya dan terdapat di dalam kulit. Hewan ini juga umumnya mempunyai duri-duri
kecil. Duri-durinya berbentuk tumpul dan pendek.
Jenis-jenis yang termasuk dalam filum Echinodermata
antara lain bintang laut, bulu babi dan teripang. Umumnya berukuran besar dan
yang terkecil berdiameter 1 cm, terdapat 6750 species hidup, namun
keanekaragamanya lebih rendah dibandingkan dengan jenis-jenis pada era
Palazoikum.
Bintang ular memiliki pisin pusat kecil, sedangkan tangan-tangannya panjang dan
langsing, adakalanya bercabang-cabang, rangka pada tangan terdiri dari osicle
kapur yang bersambungan dan tersusun seperti tulang belakang atau vertebrae. Kaki
tabung tidak mempunyai alat penghisap maupun ampula fungsinya sebagai alat peraba, membantu pernapasan dan
membawa makanan ke mulut (Suwignyo, dkk.,
2005).
Teripang adalah hewan yang
bergerak lambat, hidup pada dasar substrat pasir, lumpur pasiran maupun dalam
lingkungan terumbu. Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan di
terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan
(trophic levels).
Menurut Radiopoetra (2005) klasifikasi
dari Bintang laut ( Proreaster nodosus)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum :
Echinoidea
Klass :
Asteroidea
Ordo : Spinocosidae
Famili : Spinocosidae
Genus : Proreaster
Spesies : Proreaster
nodosus
Gambar 35. Morfologi Bintang laut (Proreaster nodosus)
Menurut Radiopoetra (2005) klasifikasi dari Bulu babi
( Deadema setosum) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum :
Echinoidermata
Klass :
Echinoidea
Ordo : Deadematoda
Famili : Deadematodae
Genus : Deadema
Spesies : Deadema
setosum
Gambar 36. Morfologi Bulu Babi (Deadema setosum)
Menurut Radiopoetra (2005) klasifikasi dari Bintang
ular ( Ophiotrichoidea mereidina ) adalah
sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Phylum :
Echinoidermata
Klass :
Ophiuroidea
Ordo : Ophiuroidea
Famili :
Ophiotttricoidea
Genus
: Ophiotttricoidea
Spesies : Ophiotttricoidea
mereidina
Gambar 37. Morfologi Bintang Ular (Ophiotttricoidea mereidina)
Menurut Radiopoetra (2005) klasifikasi dari Teripang (Holothuria scabra) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum :
Echinoidermata
Klass :
Holothuroide
Ordo : Aspidaehirotidae
Famili : Aspidaehirotidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria
scabra
Gambar 38. Morfologi teripang (Holothuria scabra)
2.2. Morfologi dan Anatomi
Bintang laut merupakan hewan
invertebrata yang termasuk dalam Phylum
Echinodermata, dan kelas Asteroidea. Bintang laut merupakan hewan simetri
radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan. Bintang laut tidak memiliki
rangka yang mampu membantu pergerakan. Rangka mereka berfungsi sebagai
perlindungan. Bintang laut bergerak dengan menggunakan sistem vaskular air.
Bintang laut bergantung pada kepada kaki tabung yang terletak di bagian ventral
lengan, yang berfungsi untuk membantu pergerakan dan membantu makan (Anonim,
2008).
Gambar 39. Morfologi dan anatomi
bintang laut
Tubuh bintang laut terdiri atas lima lengan atau lebih
yang tersusun radial. Pada ujung-ujung lengan terdapat alat sensor. Ujung
tentakel pada bintik matayang mengandung pigmen merah ,peka terhadap cahaya. Permukaan
tubuh bagian atas di tutupi duri-duri tumpul berbentuk catut (pediselaria). Pada
umumnya berwarna orange,biru, ungu, hijauatau gabungan warna-warna tersebut. Alat
organ tubuhnya bercabang ke seluruh lengan. Mulut terdapat di permukaan bawah
atau disebut permukaan oral dan anus terletak di permukaan atas (permukaan
aboral). Kaki tabung tentakel (tentacle) terdapat pada permukaan oral.
Sedangkan pada permukaan aboral selain anus terdapat pula madreporit. Madreporit
adalah sejenis lubang yang mempunyai saringan dalam menghubungkan air laut
dengan sistem pembuluh air dan lubang kelamin (Anonim, 2009).
Bintang ular laut memiliki lima buah lengan yang
fleksibel atau lentur tetapi mudah putus. Pada
lengan Ophioderma superba terdpat rongga coelom yang kecil, tali syaraf,
rongga pembuluh darah, dan cabang-cabang system saluran air. Memiliki kaki
tabung yang kecil (tentakel) terletak ventrolateral tanpa alat pengisap atau
ampula, bagian ini merupakan organ sensoris, membantu dalam respirasi, dan
meneruskan makanan ke dalam mulut. Ophioderma superba memiliki alat
pencernaan pada bagian cakramnya tetapi tidak memiliki anus. Sisa-sisa
pencernaan makanan akan dikeluarkan kembali melalui mulutnya. Reproduksi terjadi secara generatif, pembuahan terjadi di luar tubuh.
Habitat ditemukan pada perairan besar, dari kutub sampai tropis (Anisa F Fauziah,2011).
Gambar 40. Anatomi bintang ular laut
Bintang ular laur tubuhnya memiliki 5 lengan yang
panjang-panjang. Kelima tangan ini juga bisa digerak-gerakkan sehingga
menyerupai ular. Mulut dan madreporitnya
terdapat di permukaan oral. Hewan ini tidak mempunyai amburakal dan anus,
sehingga sisa makanan atau kotorannya dikeluarkan dengan cara dimuntahkan
melalui mulutnya. Hewan ini hidup di
laut yang dangkal atau dalam. Biasanya bersembunyi di sekitar batu karang, rumput
laut, atau mengubur diri di lumpur/pasir. Bintang ular laur sangat aktif di
malam hari. Makanannya adalah udang, kerang atau serpihan organisme lain
(sampah) (Anonim, 2009).
Teripang di kenal sebagai timun laut, tubuh panjang
silindris dan lunak, simetri bilateral, secara sekunder karena sumbu oral
aboral memanjang dan terletak sejajar dengan substrak. Mulut dikelilingi oleh
sepuluh sampai tiga puluh tentakel retraktil semacam kaki tabung pada
Echinodermata lain. Letak mulut menjadi anterior dan anus menjadi posterior.
Pada beberapa jenis bagian dorsal ditandai dengan adanya dua daerah kaki
tabung, berfungsi untuk pernapasan dan sebagai alat peraba. Pada bagian ventral
terdapat tiga daerah kaki tabung yang mengandung alat pengisap, berfungsi
sebagai alat peraba (Suwignyo, dkk.,
2005).
Gambar 41. Sturuktur tubuh teripang
Bentuk tubuh teripang menyerupai mentimun yang
berkulit lunak. Tidak mempunyai lengan dan duri mereduksi menjadi spikula. Daya
regenerasi tinggi. Berwarna hitam coklat dan hijau. Dilengkapi alat pembelaan
diri berupa zat perekat yang di hasilkan dari anullus. Mulut dan anus terletak
pada ujung berlawanan. Mulut dikelilingi oleh tentakel.
Bulu babi memiliki bentuk tubuh bulat atau pipih
bundar, tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakkan,
bulu babi hidup pada substrat batu dan berlumpur atau hamparan ganggang laut
(Nontji, 2002).
Bulu babi (Echinoidea) mempunyai 5 pasang deretan kaki
tabung dan duri panjang yang dapat digerakkan berkat adanya sendi tempurung.
Tubuhnya memiliki kerangka dari lempengan kristal kapur yang tersusun rapat
tepat di bawah kulitnya. Kaki tabung dan duri ini memungkinkan bulu babi
merayap di permukaan berkarang atau di atas pasir. Beberapa jenisnya memiliki
duri yang mengandung kelenjar bisa. Duri tajam tersebut berbahaya bagi perenang
dan penyelam. Duri ini mudah menusuk kulit, kemudian patah dan mengeluarkan
bisa ringan yang terasa nyeri.
2.3. Habitat dan Penyebaran
Echinodermata
didistribusikan secara global di hampir semua, lintang kedalaman dan lingkungan
di laut. They reach highest diversity in reef
environments but are also widespread on shallow shores, around the poles —
refugia where crinoids are at their most abundant — and throughout the deep
ocean, where bottom-dwelling and burrowing sea cucumbers are common — sometimes
accounting for up to 90 % of organisms. Mereka mencapai keanekaragaman
tertinggi di lingkungan terumbu, tetapi juga tersebar luas di pantai dangkal,
sekitar kutub - refugia mana crinoid berada di paling banyak mereka - dan
sepanjang laut dalam, Whilst almost all
echinoderms are benthic — that is, they live on the sea floor — some sea-lilies
can swim at great velocity for brief periods of time, and a few deep-sea sea
cucumbers are fully floating. Sementara hampir semua echinodermata
adalah benthik yaitu, mereka hidup di dasar
laut beberapa laut-lili dapat berenang dengan kecepatan tinggi untuk
periode singkat waktu, dan laut dalam beberapa teripang sepenuhnya mengambang. Some crinoids are pseudo-planktonic, attaching
themselves to floating logs and debris, although this behaviour was exercised
most extensively in the Paleozoic, before competition from such organisms as
barnacles restricted the extent of the behaviour.Beberapa crinoid adalah
pseudo-planktonik, melampirkan diri untuk mengambang log dan puing-puing,
meskipun perilaku ini telah dieksekusi yang paling parah adalah Paleozoic,
sebelum kompetisi dari organisme seperti teritip membatasi luasnya perilaku. Some sea cucumbers employ a similar strategy, hitching
lifts by attaching to the sides of fish.Di Indonesia echinodermata
terdapat dikawasan indo pasifik barat dan sekitaranya yakni teripang sebanyak
kurang lebih 141 jenis, bintang laut 87 jenis, bintang ular 142 jenis, bulu
babi 48 jenis,dan lili laut sebanyak 92 buah. Echinodermata dapat hidup dilaut
dalam, bahkan dipalung laut dan juga ada di pantai (Anonim, 2010).
Semua jenis Echinodermata hidup di laut,
mulai dari daerah Litoral sampai kedalaman 6.000 m. daerah Indo-Pasifik
terutama sekitar pulau-pulau Filipina, Kalimantan dan Papua merupakan daeran
yang kaya akan berbagai jenis Lili laut, teripang atau timun laut dan bintang
ular. Echinodermata merupakan satu-satunya Phylum dalam Kingdom Animalia yang
anggotanya tidak ada yang hidup sebagai parasit. Beberapa hidup komersal atau
merupakan inang bagi hewan lain atau sebagai tempat berlindung (Suwignyo,
2005)
Asteroidea atau bintang laut tersebar luas di lingkungan laut di seluruh
dunia. Bintang laut terdapat banyak di Samudra Pasifik. Bulu babi ada yang
hidup pada dasar perairan yang lembut seperti dari Ordo Platyasterida. (Saktiono, 2005)
Teripang
hidup pada dasar substrat pasir, lumpur
pasiran maupun dalam lingkungan terumbu karang. Teripang tersebar luas
di lingkungan laut di seluruh dunia mulai dari zona pasang surut sampai
laut dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik (Anonim, 2008).
Teripang atau trepang adalah
istilah yang diberikan untuk hewan invertebrata timun laut (Holothuroidea) yang
dapat dimakan. Ia tersebar luas di lingkungan laut diseluruh dunia, mulai dari
zona pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik Barat.
2.4. Reproduksi Dan Daur Hidup
The larvæ of many echinoderms, especially starfish and
sea urchins, are pelagic, and with the aid of ocean currents can swim great
distances, reinforcing the global distribution of the phylum. Kelamin terpisah, alat
perkembang-biakan sederhana. Telur dan spermatozoa ditebar langsung keluar
tanpa bantuan kelenjar-kelenjar tambahan, penis vesikula seminal (kandungan
semen) dan reseptakel seminal. Perkembangan Echinodermata, dalam sebagian besar
kelompok hewan ini, telur berkembang melalui suatu fase blastula yang berbulu
getar, suatu fase glastula dan suatu fase larva, yang dalam waktu antara dua
minggu sampai dua bulan bermetamorfosis ke dewasa.
Larva dari empat kelas utama Echinodermata namfak
serupa antara satu dengan lainya, tetapi sangat berbeda. Mereka simetri
bilateral dan berenang ke sana kemari dengan sabuk bulu getar yang dapat
diperumit oleh sejumlah embelan seperti lengan.
Larva-larva dari berbagai kelas Echinodermata
diberi nama berbeda-beda sebagai berikut, larva bintang laut (Asteroidea)
disebut bipinaria; larva bintang
mengular (Ophiuroidea), ophiopluteus;
larva bulu babi (Echinoidea) echinopluteus;
dan larva teripang (Holothuroidea) disebut auricularia (Sri Juwana, 2005).
2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan
Saluran pencernaan pada bintang laut terdiri atas mulut, perut yang
berhubungan dengan pangkal pyloric caecum pada masing-masing tangan, usus dan
anus. Bintang laut termasuk karnivora dan memangsa berbagai avertebrata lain
seperti polip Coelenterata, Crustacea, kerang dan siput bahkan ikan. Beberapa
jenis merupakan pemakan bangkai. Achantaster merupakan hama pada terumbu karang karena memakan polip
Coelenterata (Romimohtarto dan Juwana,
2001).
Bintang ular merupakan suspension feeder , beberapa
sebagai filter feeder atau deposit feeder. Makanan terdiri atas detritus, hewan
kecil yang hidup maupun yang sudah mati dan Crustacea kecil. Mulut di bagian
oralberhubungan engan lambung yang seperti kantung, tidak mempunyai pyloric
caeca dan tidak mempunyai anus. Sisa pencernaan di buang melalui mulut. Bintang
ular aktif pada malam hari, berenang mencari makan dengan bantuan tangannya
yang gemulai
(Anonim, 2008).
Bulu babi memiliki mulut yang terletak di daerah oral,
dilengkapi lima gigi tajam dan kuat untuk mengunyah, sedikit tersembul ke luar.
Bulu babi memakan ganggang, hewan sesile dan bangkai, beberapa jenis memakan detritus.
Jenis Echinoid yang irriguler merupakan deposit feeder dengan memanfaatkan
bahan organik yang terdapat dalam lubang tempat tinggalnya. Sistem pencernaan
lengkap, terdiri atas mulut, esofagus, perut, usus, rektum dan anus
(Suwignyo, 2005).
Teripang umumnya aktif pada malam hari, berkeliaran
mencari makan. Makanannya adalah bahan organik yang terdapat dalam sampah
substrat atau plankton yang melekat pada lendir tentakel. Satu per satu
tentakel di masukkan ke dalam pharynx, dan ketika tentakel di tarik keluar maka
butir-butir makanan yang melekat pada lendir tentakel disapu untuk selanjutnya
ditelan (Suwignyo, 2005).
2.6. Nilai Ekonomis
Beberapa spesies teripang yang mempunyai nilai ekonomis penting antara
lain teripang putih, teripang koro, teripang pandan, dan teripang dongnga. Ada
beberapa spesies teripang yang diperdagangkan sebagai teripang kering atau
kerupuk kering (Anonim, 2008)
Ecinodermata dapat bermanfaat sebagai sumber makanan,
seperti bulu babi yang dimakan adalah
organ bagian dalam yaitu reproduksi atau gonadnya yang di kenal dengan telur
bulu babi yang dimakan mentah atau di masak dan mempunyai kadar protein yang
sangat tinggi (Nontji, 2002).
Golongan Echinodermata khususnya kelas holothuridea
(teripang), diperdagangkan sebagai teripang kering atau kerupuk teripang dan
menjadi komiditi ekspor. Hongkong merupakan pusat perdagangan teripang dunia.
Negara pengekspor utama teripang ke Hongkong adalah Filipina, Indonesia dan
Jepang. Dari 1200 jenis holothuroidea, hanya 12 jenis yang diperdagangkan
sebagai teripang kering (Wikipedia, 2010).
III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Phylum Mollusca ini dilaksanakan pada hari Jumat
tanggal 3 November 2011 pukul 13.00-15.00 WITA, dan bertempat di Laboratorium C
Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo,
Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum filum Echinodermata beserta
kegunaannya dapat dilihat pada tabel 6 berikut :
Tabel 6. Alat dan Bahan Beserta Kegunaannya.
No. Nama Alat dan Bahan Kegunaan
1. Alat
- Baki Meletakkan
organisme yang diamati
- Pisau Membedah
organisme yang diamati
- Pinset Mengambil
organisme yang diamati
- Alat tulis Menggambar
hasil pengamatan
2.
Bahan
-
Bulu babi Organisme
yang diamati
(Deadema setosum)
- Bintang laut Organisme yang diamati
(Protoreaster nodosus )
- Bintang ular Organisme yang diamati
(Ophiutricodea nereidina)
-
Teripang Organisme
yang diamati
(Holocthuria scabra)
- Alkohol 70% Sebagai baha pengawet
3.3. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari praktikum Phylum
Echinodermata ini adalah :
1.
Melakukan
pengamatan pada organism yang telah di ambil dari perairan.
2.
Meltakkan
organism pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian oerganisme tersebut.
3.
Menggambar bentuk
secara morfologi dan anatomi bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi
dan diberi keterangan pada buku gambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikun ini adalah
sebagai berikut :
-
Morfologi
Bintang Laut (Proteraster nodosus)
Keterangan :
1. Madreporit
2. Anus
3. Lengan
4. Duri
Gambar 42. Morfologi Bintang laut
-
Morfologi
Bulu babi (Deadema setosum)
Keterangan :
1. Oral
2. Anus
3. Cangkang
4. Duri
Gambar 43. Morfologi Bulu babi
-
Morfologi
Teripang (Holothuria scabra)
Keterangan :
1. Mahkota
2. Genital papillae
3. Podia
4. Anus
Gambar 44. Morfologi Teripang
-
Morfologi
Bintang ular laut (Ophiutricoldes mereida)
Keterangan :
1. Kaki amburakal
2. Lengan
3. Kaki tabung
4. Sentral disk
5. Amburakal grove
Gambar 45. Morfologi Bintang ular
4.2. Pembahasan
Dalam praktikum filum Echinodermata yang menjadi obyek
pengamatan yaitu teripang, masuk pada kelas Holothuroidae, bintang laut masuk
pada kelas Asteroidae, bintang ular masuk pada kelas Ophiuroidae, bulu babi
masuk pada kelas Echinodae.
Berdasarkan
hasil pengamatan pada Bintang laut nampak bentuk morfologinya memiliki 5 buah
tangan, mulut terletak di pusat pisin. Dari mulut sampai ujung tangan terdapat
lekukan memanjang. Pada tiap lekukan terdapat 2-4 deret kaki tabung. Tepi
lekukan terdapat duri-duri yang dapat bergerak yang berfungsi untuk melindungi
kaki tabung, hal ini sesuai dengan pernyatan Suwignyo (2005), yang menyatakan
bahwa bintang laut merupakan hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima
atau lebih lengan. Bintang laut tidak memiliki rangka yang mampu membantu
pergerakan. Rangka mereka berfungsi sebagai perlindungan. Bintang laut bergerak
dengan menggunakan sistem vaskular air. Bintang laut bergantung pada kepada
kaki tabung yang terletak di bagian ventral lengan, yang berfungsi untuk
membantu pergerakan dan membantu makan.
Pada bintang ular memiliki pisin pusat
kecil, sedangkan tangan-tangannya
panjang dan langsing, adakalanya bercabang-cabang, rangka pada tangan terdiri
dari osicle kapur yang bersambungan dan tersusun seperti tulang belakang atau
vertebrae. Menurut Romimohtarto (2001) kaki tabung pada bintang ular tidak
mempunyai alat penghisap maupun ampula fungsinya sebagai alat peraba, membantu pernapasan dan
membawa makanan ke mulut. Perbedaan antara bintang laut dan bintang ukar secara
morfologi dan cara pergerakannya adalah bintang laut dapat bergerak bebas
sedangkan bintang ular berenang bebas, bintang laut memiliki anus sedangkan
bintang ular tidak memiliki anus sehingga mengeluarkan sisa-sisa pencernaan
melalui mulut.
Pengamatan pada
kelas Holothuroidae yaitu pada teripang nampak bahwa teripang memiliki tubuh
yang panjang dan silindris dan lunak, simetri bilateral, secara sekunder karena
sumbu oral aboral memanjang dan terletak sejajar dengan substrak. Mulut
dikelilingi oleh sepuluh sampai tiga puluh tentakel retraktil semacam kaki
tabung pada Echinodermata lain. Letak mulut menjadi anterior dan anus menjadi
posterior. Pada beberapa jenis bagian dorsal ditandai dengan adanya dua daerah
kaki tabung, berfungsi untuk pernapasan dan sebagai alat peraba. Pada bagian
ventral terdapat tiga daerah kaki tabung yang mengandung alat pengisap,
berfungsi sebagai alat peraba. Romimohtarto (2001) menyatakan bahwa teripang
adalah hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar substrat pasir, lumpur
pasiran maupun dalam terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai
struktur tingkat pakan.
Pengamatan pada
bulu babi nampak bahwa bulu babi memiliki bentuk tubuh bulat atau pipih bundar,
tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakkan, bulu babi
hidup pada substrat batu dan berlumpur atau hamparan ganggang laut, hal ini
sesuai dengan pernyataan Suwignyo (2005) yang menyatakan bahwa bulu babi
memiliki mulut yang terletak di daerah oral serta anus, lubang genital, dan
madreporit terletak di aboral.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan
pembahasan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.
Secara morfologi tubuh
Bintang Laut (Protoreaster nodosus) terdiri atas lima lengan atau lebih yang
tersusun radial. Pada ujung-ujung lengan terdapat alat sensor. Ujung tentakel
pada bintik matayang mengandung pigmen merah ,peka terhadap cahaya. Permukaan
tubuh bagian atas di tutupi duri-duri tumpul berbentuk catut (pediselaria).
2.
Secara anatomi Bintang
Laut (Protoreaster nodosus), pada
permukaan aboral selain anus terdapat pula madreporit. Madreporit adalah
sejenis lubang yang mempunyai saringan dalam menghubungkan air laut dengan
sistem pembuluh air dan lubang kelamin.
3.
Klasifikasi
Bintang Laut (Protoreaster nodosus)
yaitu Kingdom : Animalia, phylum : Echinodea, kelas : Asteroidae, ordo,
Spinocosidae, family : Spinocosidae, genus : Proreaster, species : Proreaster
nodosus.
4.
Secara morfologi Bintang
Ular Laut (Ophiutricodea Nereidina) yaitu
memiliki lima buah lengan yang fleksibel atau lentur tetapi mudah putus. Pada lengan Ophioderma superba terdpat rongga
coelom yang kecil, tali syaraf, rongga pembuluh darah, dan cabang-cabang system
saluran air. Memiliki kaki tabung yang kecil (tentakel) terletak ventrolateral
tanpa alat pengisap atau ampula, bagian ini merupakan organ sensoris, membantu
dalam respirasi, dan meneruskan makanan ke dalam mulut. Ophioderma superba
memiliki alat pencernaan pada bagian cakramnya tetapi tidak memiliki anus.
5. Secara anatomi Bintang Ular Laut (Ophiutricodea Nereidina) memiliki rangka dari
kalsium karbonat. Bentuk tubuh bintang ular mirip dengan Asteroidea. Kelima
lengan ophiuroidea menempel pada cakram pusat yang disebut calyx.Ophiuroidea
memiliki lima rahang. Di belakang rahang ada kerongkongan pendek dan perut
besar, serta buntu yang menempati setengah cakram. Ophiuroidea tidak memiliki
usus maupun anus. Pencernaan terjadi di perut. Pertukaran udara dan ekskresi
terjadi pada kantong yang disebut bursae. Umumnya ada 10 bursae.Kelamin
terpisah pada kebanyakan spesies. Ophiuroidea memiliki gonad. Gamet disebar
oleh bursal sacs. Sistem saraf terdiri atas cincin saraf utama yang bekerja di
sekitar cakram utama. Ophiuroidea tidak memiliki mata, atau sejenisnya.
6. Klasifikasi Bintang Ular Laut (Ophiutricodea
Nereidina) yaitu Kingdom : Animalia, Philum : Echinodermata, Kelas :
Ophiuroidae, Ordo : Ophiuroidea, Famili : Ophiotricoidea, Genus : Ophiotericoidea, Species : Ophiotricoidea Mereidina.
7. Secra morfologi Teripang (Holothuria scabra) yaitu memiliki tubuh panjang silindris dan
lunak, simetri bilateral, secra sekunder karena sumbu oral aboral memanjang dan
terletak sejajar dengan substrak. Mulut dikelilingi oleh sepuluh sampai tiga
puluh tentakel retrakil semacam kaki tabung pada Echinodermata lain. Letak
mulut menjadi anterior dan anus menjadi posterior.
8.
Secara morfologi Bulu
Babi (Deadema Setosum) memiliki bentuk tubuh bulat atau pipih bundar,
tidak bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakkan, Bulu Babi
hidup pada substrat batu dan berlumpur atau hamparan ganggang laut.
9.
Secara anatomi
Klasifikasi Bulu Babi (Deadema Setosum)
Kingdom : Animalia, Phylum : Echinoidermata, Klass : Echinoidea, Ordo :
Deadematoda, Famili : Deadematodae, Genus
: Deadema, Spesies
: Deadema Setosum.
5.2. Saran
Saran yang dapat saya ajukan
dalam praktikum kali ini yaitu agar alat dan bahan yang akan digunakan
sebaiknya disiapkan oleh pihak laboratorium, sehingga tidak merepotkan para
praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Nontji, 2002. Laut Nusantara. Djambatan.
Jakarta
Radiopoetra,
2001. Zoologi. Erlangga. Jakarta.
Romimohtarto,
dan Juwana., 2001. Biologi Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Suwignyo, 2005. Avertebrata Air Jilid 2. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Saktiono, 2005.
Biologi I. PT. Intan Pariwara.Jakarta.
Anisa F Fauziah, 2011. bintang ular laut. Universitas Pasundan Bandung.
Asatrio,
2009. Laporan Praktikum Biologi. http://asatrio.blogspot.com/2009/11/
laporan-prakikum-biologi-klasifikasi.html. Diakses tanggal 1 Desember 2011.
DAFTAR
PUSTAKA
Aslan,
M, L., Wa Iba., Kamri, S., Irawati., Subhan., Purnama, F, M., M., Jaya, I, M.,
Rahmansyah., Saputra, R., Tiar, S., Mulyani, T., Kasendri, R, A., Zhuhuriani,
Riana, A. 2011. Penuntun Praktikum
Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Haluoleo. Kendari.
LAPORAN AVERTEBRATA AIR
PRAKTIKUM VII
(FILUM COLENTERATA)
OLEH:
NAMA : RONI NERLIANO
STAMBUK : I1A2 10 061
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
I. ENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Golongan colenterata merupakan invertebrate yang sebagian besar
hidupnya dilaut. Ukuran tubuhnya merupakan yang paling besar baik yang soliter
maupun yang berbentuk koloni jika dibandingkan dengan invetebrata lainnya.
cara hidupnya
yang melekat didasar perairan,disebut polip, ada yang berenang bebas disebut
medusa. benton danwerner (dalam soekar-no etal. 1981) menyebutkan bahwa
bina-tangpenghuni terumbu karang terbagi dalam tiga kelompok berdasarkan waktu
dan usaha memperoleh makanannya.
Kelompok
pertamamempakan binatang yang mencari makan diluar atau disekitar terumbukarang
pada waktu malam hari dan tinggal atau istirahat didaerahterumbu karang pada
waktu siang harinya. Kelompok kedua, merupakankebalikannya, mencari makan pada
siang hari dan kembali untuk tinggalatau istirahat didaerah terumbu karang pada
malam harinya. Sedangkelompok ketiga adalah keompok yang selalu berada di
daerah terumbukarang, tinggal, istirahat dan mencari makan di daerah ini. Salah
satu diantara sekian banyak binatang itu adalah anemon laut yang bentuktubuhnya
menyerupai bunga.
Phylum
coelenterate terdiri atas tiga kelas
yaitu kelas hydrozoa, scypozoa, dan anthozoa.
Semua bagian pada phylum ini seperti tentakel tersusun dalam sebuah
lingkaran yang mengelilingi tubuh yang terbentuk silinder, Pola susunan ini
disebut simetris radial. Phylum
colenterata disebut juga knidaria yang mempunyai knidoccyte yang berisi kapsul
penyengat kecil yang disebut menatosit dan terletak pada sel epidermis. Tiap menatosit berisi gulungan benang kapiler yang dapat ditembakan dengan danya rangsangan
tertentu dan memiliki fungsi sebagai tempat untuk berpegang dan sebagai alat
pelindung yang dapat melumpuhkan dan
memegang mangsa (Oemardjati dan Wardana, 2000).
Phylum
Coelenterata disebut juga Cnidaria, berasal dari kata cnide berarti sengat.
Termasuk dalam phylum coelenterata ini antara lain ubur-ubur, anemon dank
oral. Coelenterata mempunyai rongga
pencernaan (gastrovascular) dan mulut tetapi tidak memiliki anus (Sugiarti,
2004).
Tubuh semua
phylum ini terdiri dari dua lapis sel dengan mesoglea seperti jeli diantam
kedua lapisan tersebut, akan tetapi mesoglea mempunyai sel-sel yang tersebar
dan oleh para ahli mesoglea di anggap sebagai lapisan sel ketiga. Tubuh terbentuk seperti silinder beronggga
dengan satu lubang di satu ujung.
Makanan masuk melalui lubang mulut dan kerongga dalam yang disebut
rongga gastrovaskuler, Rongga ini juga disebut selenteron (Subowo, 2000).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu di adakan
pratikum mengenai filum Echinodermata yaitu Ubur-ubur (Aurelia sp), Anemon (Metridium),
Karang (Coral), untuk mengetahui
morfologi dan anatomi serta dapat mengklasifikasikannya.
1.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari
praktikum Filum Colenterata ini adalah untuk mengetahui Filu Colenterata secara
morfologi dan anatomi dan untuk dapat mengamati dan mengklasifikasikan Filum
Colenterata.
Manfaat dari
praktikum Filum Colenterata ini adalah sebagai bahan masukan untuk menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai Filum Colenterata.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Klasifikasi
Aurelia aurita
(bulan jelly, bulan ubur-ubur, ubur-ubur umum, jelly piring) merupakan salah
satu rangkaian lebih dari sepuluh morfologi spesies ubur-ubur hampir identik
dalam genus Aurelia. Secara umum, hampir tidak mungkin untuk mengidentifikasi
medusa Aurelia tanpa genetik sampling, sehingga sebagian besar yang berikut
tentang Aurelia aurita, sama-sama dapat diterapkan untuk setiap spesies dari
genus. medusa ini tembus, biasanya sekitar 25-40 cm di, dan dapat diakui oleh
empat gonad berbentuk tapal kuda yang
mudah dilihat melalui bagian atas bel.
Menurut Radiopoetro (2001),
ubur-ubur di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Coelenterata
Class : Scypozoa
Ordo : Semaestonae
Famili : Semaestomaceae
Genus :
Surelia
Species : Aurelia aurita
Gambar
46. Ubur-ubur
Anemon adalah kelompok hewan yang
tubuhnya memiliki beraneka warna dan lunak. Bentuk tubuhnya menyerupai bunga
apabila anemon tersebut mengembangkan tentakelnya. Tubuh anemon (di lihat dari
bagian luar) terbagi tiga bagian, yaitu keping dasar atau pangkal, batang dan
keping mulut (Hyman, 1940).
Menurut Radiopoetro (2001), Anemon
di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Coelenterata
Class : Anthozoa
Ordo : Zoantharia
Famili : Scypisthomae
Genus :
Metridium
Species : Heteractic Crispa
Gambar
4. Anemone
Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan
koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk
pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis
(gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure
dan faktor genetic (Veron, 1986).
Menurut Radiopetro (2001), Koral
di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Coelenterata
Class : Anthozoa
Ordo : Madrepunaria
Genus :
Astrangia
Species : Antipates Ternatensis
Gambar
5. Karang (Coral).
2.2. Morfologi dan Anatomi
Phylum
coelenterata merupakan hewan tingkat rendah yang memiliki jaringan ikat yang
terdiri dari dua lapisan dan dua bentuk
polip yang berbentuk tabung, satu ujung tertutup dan merupakan tempat untuk
melekat pada subtract sedang lainnya dengan mulut yang terletak di
tengah-tengah biasanya dikelilingi oleh tentakel lunak, sedangkan medusa
merupakan individu yang berenang bebas dengan tubuh seperti gelatin, bentuknya mirip paying dan memiliki
mulut yang menonjol di tengah pada daerah cekung bawah (Aslan, 2007).
Secara
umum, tubuh Cnidaria berbentuk seperti kantung yang bolong yang tersusun dari
dua lapisan jaringan. Ektoderm menutupi permukaan luar tubuh, endoderm
menandai permukaan tubuh dalam. Diantara kedua jaringan ini terdapat
massa gelatin dari materi yang tidak terdiferensiasi yang disebut mesoglea.
Gambar 2. Morfologi dan anatomi ubur-ubur
Cnidaria
membentuk filum hewan yang lebih komplels daripada spons, hampir sekompleks
ctenophora (ubur-ubur sisir), dan kurang kompleks dibanding bilateria, yang
termasuk hampir semua hewan lain. Akan tetapi, cnidaria dan ctenophora lebih
kompleks daripada spons karena mereka memiliki: sel-sel yang diikat oleh
penghubung antar-sel dan membran dasar yang mirip karpet; otot; sistem saraf,
dan beberapa mempunyai organ pengindera. Cnidaria berbeda dari binatang lain
karena memiliki knidosit yang menembak seperti harpun dan digunakan terutama
untuk menangkap mangsa dan tambatan pada beberapa spesies.
Seperti spons dan ctenophora, cnidaria
mempunyai dua lapisan sel utama yang mengapit lapisan tengah yang mirip jeli
yang disebut mesoglea pada cnidaria; hewan yang lebih kompleks memiliki tiga
lapisan sel utama dan tidak ada lapisan perantara mirip jeli.
Karang atau disebut polip memiliki
bagian-bagian tubuh yaitu mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk
menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri. Rongga tubuh
(coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan. Dua lapisan tubuh yaitu
ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena
berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan
pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta
kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan
material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium
karbonat (kapur).
Bentuk tubuh anemon seperti bunga,sehingga juga disebut mawar laut. Lipatan yang bundar di antara badan dan keping mulut membagi
binatang ini kedalam kapitulum di
bagian atas dan scapus bagian
bawah. Di antara lengkungan seperti leher (collar) dan dasar dari kapitulum
terdapat "fossa". Keping mulut bentuknya datar, melingkar, kadang-kadang mengkerut, dan dilengkapi
dengan tentakel kecuali pada jenis Limnactinia, keping mulut tidak dilengkapi dengan tentakel. Beberapa anemon laut dapat bergerak
seperti siput, bergerak secara perlahan dengan cara
menempel. Sebagian besar anemon laut memiliki sel penyengat yang berguna untuk melindungi dirinya dari predator.
Gambar 3.
Morfologi dan anatomi anemone.
2.3. Habitat
dan Penyebaranya
Phylum
coelenterate kebanyakan hidup dilaut, biasanya terdapat diperairan dangkal, dan
melekat pada substrat. Coelenterata pada salah satu kelasnya yaitu hydrozoa yang jumlahnya kurang lebih
2.700 jenis, tetapi karna ukuranya yang kecil dan penampakannya mirip dengan tumbuhan, maka keberadaan hewan
ini kurang di kenal masyakat. Kelas
scypozoa yang memiliki jumlah species yang lebih dikenal dengan nama
ubur-ubur, yang hampir seluruhnya hidup
dilautan dan kebanyakan menghuni perairan pantai sehingga menimbulkan bahaya
bagi perenang (Oemardjati dan Wardana, 2000).
Pada
umumnya anemon banyak dijumpai pada daerah terumbu karang yang dangkal dan
jarang dijumpai pada daerah terumbu karang yang
persentase tutupan karang batunya tinggi.
Formasi terumbu karang mengikuti topografi
yang dibentuk oleh proses geologi alam. Pemahaman mengenai formasi terumbu
karang memberikan informasi kecenderungan bentuk pertumbuhan yang mendominasi
suatu zona dengan memperhatikan faktor jarak ekosistem terhadap daratan (pulau)
ataupun terhadap lautlepas. Charles Darwin (1842) mengemukakan tiga perbedaaan
formasi yang dikenal dengan
teori penenggelaman (Subsidence Theory) : Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang
yang terdapat di sepanjang pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter.
Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan ke arah laut terbuka.
Gambar 5. Terumbu karang tepi.
Terumbu karang penghalang (Barrier Reefs),
berada jauh dari pantai yang dipisahkan oleh goba (lagoon) dengan kedalaman
40 – 70 meter. Umumnya terumbu karang ini memanjang menyusuri pantai.
Gambar 6.
Terumbu karang penghalang.
Atol (atolls), yang merupakan karang
berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul dari perairan yang dalam, jauh dari
daratan dan melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah atau terumbu petak.
Gambar tersebut dikutip dari White, 1987 dalam Panduan Pembentukan dan
Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (English et.al.,
1994).
Gambar 2. Terumbu karang
cincin.
Terumbu karang
merupakan sebuah ekosistem yang terdapat di laut yang penghuni utamanya karang
batu, hidupnya menempel pada substrat batu atau dasar yang keras dan
berkelompok membentuk koloni yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga
yang disebut zooxanthellae menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3)
menjadi terumbu, mempunyai warna dan bentuk beraneka rupa. Karang termasuk
kelompok hewan (bukan kelompok tumbuhan) yang tergolong dalam Filum Cnidaria
dan Ordo Scleractina, walaupun karang merupakan jenis hewan, biota ini tidak
dapat bergerak atau berpindah dan tergolong sebagai biota menetap atau sesille.
(supriharyono,2000).
Ubur-ubur (Aurelia sp) ditemukan di hampir seluruh
lautan di dunia, dari tropis sebagai utara sejauh 70 ° garis lintang dan sejauh
selatan sebagai 40 ° Spesies Aurelia aurita, yang distribusi telah dikonfirmasi
oleh Michael Dawson menggunakan genetik analisis, ditemukan di sepanjang pantai
Atlantik Utara Eropa timur dan barat pantai Atlantik Amerika Utara di New
England dan Kanada Timur. Secara umum, Aurelia adalah genus perairan pantai
yang dapat ditemukan di muara dan pelabuhan. Ini tinggal di suhu air laut
berkisar antara 6 ° C sampai 31 ° C, dengan suhu optimum 9 ° C hingga 19 ° C.
A. aurita lebih suka laut sedang dengan arus konsisten. Telah ditemukan di
perairan dengan salinitas serendah 3 salinitas ppt, namun biasanya hanya
ditemukan di dalam air dengan salinitas di atas 23 ppt.
2.4. Reproduksi
dan Daur Hidup
Colenterata berkembang biak secara
seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual terjadi pada stadium polip dan
dilakukan dengan jalan pertunasan (budding) atau pembelahan. Suatu tunas
terjadi dari dinding tubuh yang menonjol keluar diikuti perluasan rongga
gastrovaskular, kemudian pada ujungnya terbentuk mulut dan tentakel.
Reproduksi aseksual dimungkinkan karena
kebanyakan colenterata memounyai daya regenerasi besar. Tentakel yang putus
akan segera diganti tentakel yang baru. Bila seekor Hydra dipotong menjadi dua
bagian, maka masing-masing bagian
akan melengkapi bagian yang tidak ada, sehingga didapat dua individu baru.
Reproduksi seksual umumnya terjadi pada
stadium modusa. Sel telur atau sperma sebagian besar berasal dari sel
interestial yang mengelompok sehingga membentuk ovary atau testis.
Bentuk, ukuran, dan daur hidup
jenis-jenis colenterata sangat beraneka ragam sehingga dikelompokkan menjadi
tiga kelas yaitu : Kelas Hydrozoa, Kelas Schypozoa, dan Kelas Anthozoa.
Aurelia aurita dikenal untuk dimakan
oleh berbagai predator termasuk Sunfish Samudera (Mola mola), yang penyu Penyu
(Dermochelys coriacea), yang scyphomedusa Phacellophora camtschatica, dan
hydromedusa sangat besar (Aequorea victoria ). Bulan jeli juga diberi makan
atas oleh burung-burung laut, yang mungkin lebih tertarik pada amphipods dan
arthropoda kecil lainnya yang sering lonceng Aurelia, tetapi dalam hal apapun,
burung melakukan sejumlah besar kerusakan pada ubur-ubur yang sering ditemukan
hanya pada permukaan teluk.
Ubur-ubur mati secara alami setelah
hidup dan berkembang biak selama beberapa bulan. Mungkin jarang untuk bulan ini
jeli untuk hidup lebih dari sekitar enam bulan di liar walaupun spesimen
dirawat di pameran akuarium publik biasanya beberapa hidup bertahun-tahun.
Dalam liar, air hangat di akhir musim panas mengkombinasikan dengan reproduksi
sehari-hari yang melelahkan dan tingkat alam yang lebih rendah dari makanan
untuk perbaikan jaringan, meninggalkan ubur-ubur ini lebih rentan terhadap penyakit
bakteri dan masalah lain yang mungkin menyebabkan matinya sebagian besar
individu. masalah tersebut bertanggung jawab atas kematian banyak spesies yang
lebih kecil ubur-ubur. Pada tahun 1997, Arai disimpulkan bahwa daun musiman
reproduksi gonad terbuka terhadap infeksi dan degradasi.
Pembentukan terumbu karang merupakan proses
yang lama dan kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi
atas dua kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik)
dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik).
Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan zooxanthellae dan
membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian
dikenal reef building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat
membentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan non–reef building corals yang
secara normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1986).
Pada
coelenterata reproduksi vegetatif dan generatif berlangsung secara metagenesis
(bergiliran). Secara vegetatif yaitu dengan membentuk tunas dan polip, dan
secara generatif yaitu dengan menghasilkan ovum (gamat betina ) dan
spermatozoid (gamat jantan) yang dihasilkan coelenterata berbentuk medusa,
medusa menghasilkan ovum dan spermatozoid yang dilepaskan ke air untuk melakukan pembuahan yang menghasilkan
zigot dan tumbuh menjadi larva (planula)
dimana planula akan berenang dan akhirnya akan menempel pada subtract yang
nantinya tumbuh menjadi polip muda dimana polip tumbuh dalam kelompok yang
seolah-olah satu individu (Wibowo, 2001).
2.5. Makan dan Kebiasaan makan
Ubur-ubur dan
spesies lainnya memakan plankton yang mencakup organisme seperti moluska,
krustasea, berkulit larva, rotifera, polychaetes muda, protozoa, diatom, telur,
telur ikan, dan organisme kecil lainnya. Sesekali, mereka juga terlihat makan
pada zooplankton seperti agar-agar hydromedusae dan ctenophores. Baik medusa
dewasa dan larva ubur-ubur memiliki nematocysts untuk menangkap mangsa dan juga
untuk melindungi diri dari pemangsa. Makanan
terkait dengan lendir, dan maka itu diturunkan oleh tindakan berbulu mata ke
dalam rongga gastrovascular mana pencernaan enzim pencernaan dari sel serosa
memecah makanan. Ada sedikit diketahui tentang persyaratan tertentu untuk
vitamin dan mineral, namun karena adanya beberapa enzim pencernaan, kita bisa
menyimpulkan secara umum bahwa ubur-ubur dapat memproses karbohidrat, protein
dan lemak.
Coelenterata
memakan zooplankton yang di lemahkan terlebih dahulu menggunakan nematosisnya
yang terdapat pada tentakelnya, makanan yang dicerna secara intraseluler
didalam rongga gastrovaskuler. Sisa
makanan yang tidak dicerna akan dikeluarkan melalui mulut yang juga berfungsi
sebagai anus (Brotowidjoya,2004).
2.6. Nilai
Ekonomis
Beberapa Jenis coelenterate diperdagangkan sebagai bahan atau hiasan pada aquarium air
laut, bahkan dari beberapa jenis di
ekspor kesingapura, eropa, amerika dan kanada, biota tersebut di kemas dalam
kantong plastic berisi oksigen dengan suhu150 derajat celcius. Jenis-jenis tersebut misalnya Actinaria
aquma, ordo actibaria,diameternya 4-8 cm berwarna merah tua. Coelenterata yang dapat dikonsumsi yang
diperdagangkan aialah jenis ubur-ubur yang dikenal sebagai ubur-ubur asin
(Radiopetro, 2003).
Ekosistem
terumbu karang mempunyai nilai ekonomi yang didasarkan atas perhitungan manfaat
dan biaya pemanfaatan. Berdasarkan tipologi nilai ekonomi total ekosistem ini
mempunyai nilai manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsungyang dapat
dinilai dari keberadaan ekosistem terumbu karang adalah perikanan karang.
Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang secara lestari di
seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari jumlah
tangkapan perikanan dunia.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu
dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 29 Oktober 2007, pukul 11.00-13.00 wita, dan bertempat
dilaboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo, Kendari.
3.2. Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan dalam
pratikum Filum Porifera beserta kegunaannya dapat dilihat pada table 1 berikut
:
Tabel 1. Alat dan bahan serta kegunaannya.
No
|
Alat
dan Bahan
|
Kegunaan
|
A.
-
-
-
B.
-
-
-
-
|
Alat
Baki
(disseeting-pan)
Pisau
Pingset
(forceps)
Bahan
Ubur – ubur (Aurelia sp.)
Anemone (metridium sp.)
Karang (Coral)
Alcohol 70%
|
Tempat
menyimpan sampel
Untuk mengiris
atau memotong sampel
Penjepit dalam
mengambil sampel
Sebagai sampel
pengamatan
Sebagai sampel
pengamatan
Sebagai sampel
pegamatan
Sebagai bahan pengawet
|
3.3. Prosedur
Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1.
Melakukan pengamatan pada organism yang telah di ambil
dari perairan.
2.
Meletakkan organism pada baki kemudian mengidentifikasi
bagian-bagian organism tersebut.
3.
Menggambarkan bentuk secara morfologi dan anatomi
bagian-bagian organism yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada
buku gambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum Filum
Colenterata adalah sebagai berikut :
-
Struktur morfologi pada Karang (Coral).
Keterangan
:
1. Cabang-cabang
2.
Gambar
2. Morfologi Karang (Coral)
-
Struktur morfologi Anemon (Metridium sp).
Keterangan
:
1. Oral disk
2. Tentakel
3. Colum
4. Pedal disk
Gambar 3.
Morfologi Anemon (Metridium sp)
-
Struktur morfologi ubur-ubur (Aurelia sp)
Keterangan :
1. Mulut
2. Velum
3. Tentakel
Gambar 4. Morfologi ubur-ubur (Aurlia sp)
4.2. Pembahasan
Pengamatan
pada Karang (Coral) terlihat seluruh bagian tubuh berbentuk
polip dan hidup menempel, soliter dan berkoloni membentuk rangka kapur,
tentakel bolong mulut yang berhubungan dengan stomodeum (gullet) biasanya
mempunyai siphono glyph, rongga gastrovaskuler tersekat oleh septa vertical
yang mengandung nematosit dan gonad pada gastrodermis, dan tidak mempunyai
pedal disk (Oemardjati, S.B. 2000).
Pengamatan
pada kelas scypozoa yaitu ubur-ubur (Aurelia
aurita) terlihat bagian morfologi
tubuhnya seperti jeli (agar-agar).
Bentuk tubuh dari ubur-ubur tampakm seperti payung ,dan bagian tubuhnya
terdiri dari velum, mulut, tentakel pelindung dan payung dalam. Struktur tubuh
dari ubur-ubur terdiri dari dua bentuk yaitu polip dan medusa yang mengelami
pertunasan, pada bagian tengah struktur tubuh
ubur-ubur terdapat mulut yang digunakan untuk memasukkan mangsa yang
kemudian memasukannya ke dalam manubrium dalam proses pencernaan makanan,
selain itu juga ditemukan manubrium yang bercabang empat dan memanjang oral
lobu yang berenda yang digunakan sebagai tempat prosescreproduksi. Bagian luar dari tubuh ubur-ubur berbentuk
seperti payung yang bersifat gelatin dimana pada tepinya terdapat deretan
tentakel yang disebut tentakel pelindung yang berfungsi melindungi ubur-ubur
dari musuh, sedangkan bentuk luar yang menyerupai payung digunakan untuk
melindungi bagian dalam dari tubuh ubur-ubur itu sendiri ( Radiopoetro.2002).
Anemone
memiliki tentankel yang beracun yang bias menyebabkan kelumpuhan jika mengenai
tubuh, dantentakelnya juga berfungsi sebagai tempat perlindungan oleh ikan
anemone terhadap predator. Hal ini
sesuaio dengan pernyataan Mebs (2009),yang menyatakan bahwa Anemon memiliki tentakel
yang berisi sel penyengat (nematosit) yang mengandung racun yang terdiri dari
zat kimia peptida dan protein yang berfungsi untuk melumpuhkan dan menangkap
mangsa. Dikatakan lebih lanjut oleh Mebs, tentakel anemon berfungsi sebagai
pertahan dan perlindungan oleh ikan anemon terhadap predator. Jumlah tentakel
bervariasi dan umumnya menutupi keping mulut. Kebanyakan nematosit mengandung
racun yang berbeda-beda dalam kekuatan dan aktifitasnya.
Pengamatan
pada kelas Anthozoa yaitu anemon , bentuk mulut seperti celah lonjong, pada
salah satu atau kedua ujungnya terdapat alur yang bercillia yang berfungsi
mengalirkan air ke rongga gastrovaskuler.
Beberapa jenis membuat liang di dalam lumpur dan pasir. Bagian utama ialah tabung yang besar dengan
dasar tabung pada kaki (pedal disk).
Bagian dasar tersebut berfungsi untuk melekat pada substrat yang
keras. Disekitar mulut anemon terdapat
tentakel,oral disk yang merupakan tabung pipih berhubungan secara langsung
dengan rongga internal dan enteron.
Bagian permukaan luar ditutupi oleh epidermis dengan cilia di daerah
oral disk, sedangkan anteron seluruhnya dibatasi oleh lapisan gastrodermis (Subowo, 2000).
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan dari phylum coelenterate maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1.
Secara morfologi Ubur-ubur (Aurelia sp) yaitu , tubuhnya berbentuk seperti kantung yang bolong
yang tersusun dari dua lapisan jaringan. Ektoderm menutupi
permukaan luar tubuh, endoderm menandai permukaan tubuh dalam.
Diantara kedua jaringan ini terdapat massa gelatin dari materi yang tidak
terdiferensiasi yang disebut mesoglea.
2. Secara anatomi Ubur-ubur (Aurelia sp) yaitu Memilikli bentuk dominant medusa. Polip bagian atas akan membentuk
medusa lalu akan lepas dan melayang di air. Medusa akan melakukan kawin dan
membentuk planula sebagai calon polip.
3.
Klasifikasi Ubur-ubur (Aurelia sp) yaitu Kingdom
: Animalia, Phylum : Coelenterata, Class :
Scypozoa, Ordo : Semaestonae,
Famili: Semaestomaceae, Genus : Surelia,Species : Aurelia
4.
Secara morfologi Anemone (Metridium sp) yaitu
5.
Secara anatomi Anemone (Metridium sp)
6.
Klasifik Anemon
(Metridium sp) yaitu Kingdom : Animalia,
Phylum : Coelenterata, Class : Anthozoa,
Ordo : Zoantharia, Famili : Scypisthomae, Genus
: Metridium, Species : Heteractic
Crispa.
7.
Secara morfologi Karang (Coral)
8.
Secara anatomi Karang (Coral)
9.
Klasifikasi Karang (Coral)
yaitu Kingdom : , Phylum : , Class : ,
5.2. Saran
Adapun saran saya sebagai praktikan
adalah agar dalam pelaksanaan praktek
teman-teman harus aktif semua dalam pembuatan laporan sementara.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan, M, L., Wa Iba., Kamri, S., Irawati., Subhan., Purnama, F, M.,
M., Jaya, I, M., Rahmansyah., Saputra, R., Tiar, S., Mulyani, T., Kasendri, R,
A., Zhuhuriani, Riana, A. 2011. Penuntun
Praktikum Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Haluoleo. Kendari.
Brotowidjoyo.
2004. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
Oemardjati,
S.B. 2000. Taksonomi Avertebrata. Universitas Indonesia.Jakarta.
Radiopoetro.2002.
Zoologi, Erlangga . Jakarta.
Subowo, 2000.
Zoo avertebrata.Universitas institute
pertanian. Bogor.
English, S., Wilkinson, C., Baker,V,. 1994. Survey Manual For Tropical Marine
Resources. ASEAN – Australia Marine Science
Project Living Coastal Resources. Australia.
Veron.
J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indofasific. Angus & Robertos.
Australia.
Mebs D. 2009.
Chemical biology of the mutualistic relationships of sea anemones with fish and
crustaceans. Toxicon:1071-1074.
Hyman, L.H.
1940. The Invertebrates : Protozoa through Ctenopora. McGraw-Hill Book Company.
New York and London.
Read
more: t Datang Di blog Pandani. mari berbagi ilmu pengetahuan
Selama http://irfandani.blogspot.com/2010/07/phylum-coelenterata.html#ixzz1fuwDYKA1
Under Creative Commons License: Attribution
Under Creative Commons License: Attribution
10.
B.
Read more: t Datang Di blog Pandani. mari berbagi ilmu pengetahuan
Selama http://irfandani.blogspot.com/2010/07/phylum-coelenterata.html#ixzz1fux5VacH
Under Creative Commons License: Attribution
Under Creative Commons License: Attribution
C.
D.
Read more: t Datang Di blog Pandani. mari berbagi ilmu pengetahuan
Selama http://irfandani.blogspot.com/2010/07/phylum-coelenterata.html#ixzz1fuxwLAd0
Under Creative Commons License: Attribution
Under Creative Commons License: Attribution
E.
Read more: t Datang Di blog Pandani. mari berbagi ilmu pengetahuan
Selama http://irfandani.blogspot.com/2010/07/phylum-coelenterata.html#ixzz1fuzDdqaO
Under Creative Commons License: Attribution
Under Creative Commons License: Attribution
F.
Read more: t Datang Di blog Pandani. mari berbagi ilmu pengetahuan
Selama http://irfandani.blogspot.com/2010/07/phylum-coelenterata.html#ixzz1fuzoVKhx
Under Creative Commons License: Attribution
Under Creative Commons License: Attribution
DAFTAR PUSTAKA
Aswan, 2007. Pengaruh
Substrat yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Spon Metode Transplantasi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Unhalu. Kendari.
Hari, H. 2008. Materi Kuliah
Avertebrata Air. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan. Unhalu. Kendari.
Suwigyo, dkk. 2006. Avertebrata Air Jilid 1. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Kimball, J.W. 2000. Biologi jilid empat edisi pertama.Erlangga
Jakarta.
Sugiarti, S. 2004. Invertebrata Air. Lembaga Sumberdaya
Informasi IPB. Bogor.
Suhardi. 2002. Evolusi Vertebrata.Universitas
Indonesia.Jakarta.